Loading...
EKONOMI
Penulis: Kartika Virgianti 21:36 WIB | Minggu, 15 September 2013

Koro, Bahan Pangan Unggul Sebagai Alternatif Kedelai Untuk Produk Tempe

Koro, Bahan Pangan Unggul Sebagai Alternatif Kedelai Untuk Produk Tempe
Titik Ekasasanti, wirausaha komunitas Gita Pertiwi, Wonogiri, awalnya memberdayakan koro untuk konservasi. (Foto-foto: Kartika Virgianti)
Koro, Bahan Pangan Unggul Sebagai Alternatif Kedelai Untuk Produk Tempe
Salah satu jenis koro yang dibudidayakan.
Koro, Bahan Pangan Unggul Sebagai Alternatif Kedelai Untuk Produk Tempe
Salah satu jenis koro yang dibudidayakan.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Koro adalah tanaman kacang-kacangan sejenis kedelai, yang biji polongnya tumbuh diatas tanah, tidak seperti kedelai yang bijinya tumbuh di dalam tanah. Bedanya koro itu bijinya keras dan ada racunnya Cn (sianida), jadi tidak banyak orang yang tertarik untuk menanam maupun mengkonsumsi koro. Hal ini karena banyak yang tidak tahu bagaimana menghilangkan zat beracunnya. Padahal kalau di lahan kering seperti Wonogiri dan Gunung Kidul pada musim kemarau, koro merupakan satu-satunya tanaman yang produktif, bisa tumbuh, berbuah, dan dipanen.

Titik Ekasasanti, dari komunitas wirausaha Gita Pertiwi, Wonogiri, salah mitra Global Environment Facility – Small Grant Program (GEF-SGP), sebuah program di bawah PBB untuk mengentaskan kemiskinan di negara-negara berkembang, menjelaskan tanaman koro ada 32 jenis, kebanyakan yang merambat, namun ada koro yang berumur pendek empat bulan sudah bisa dipanen, enam bulan, satu tahun ada juga yang tumbuh setinggi satumeter.

Perlu diketahui bahwa koro harus ditanam secara tumpang sari, karena tanaman ini butuh tempat untuk rambatan. Petani biasanya mulai menanam koro setelah seminggu mereka menanam padi, kemudian petani akan menanam jagung atau singkong. Begitu jagung atau singkong dipanen, batangnya biasanya tidak diambil, namun berfungsi sebagai tempat rambatan tanaman koro.

Proses Menghilangkan Racun Cn dari Koro

Untuk proses menghilangkan racunnya dengan direbus, kemudian direndam air, dan diganti airnya berulang kali setiap 4-6 jam selama tiga hari. Tanaman koro tidak perlu pupuk dan tidak perlu obat. Sejak musim tanam pertama dan sampai selanjutnya kebutuhan pupuknya akan semakin berkurang, hal ini karena tanaman koro sendiri merupakan produsen nitrogen.  

Di Wonogiri, koro merupakan makanan utama di musim kemarau, yang diolah menjadi sayur dan tempe benguk. Namun banyak yang enggan menkonsumsi tempe benguk karena keras dan bijinya besar-besar.

Lalu Titik yang juga merupakan sarjana Perikanan dari Unsoed ini melakukan uji coba antara lain dari segi bentuknya lebih dirampingkan, dan proses penghilangan racunnya lebih dipercepat.

Ia menemukan pada waktu merebus dicampur dengan daun jambu biji ternyata bisa mempercepat proses penghilangan racunnya. Setelah itu pembilasan dan penggantian airnya menjadi tiap delapan jam selama dua hari.

Alternatif Kedelai yang Semakin Digemari

Ada satu teman dari Unika yang sering membantu kami, menemukan bahwa koro yang telah difermentasi menjadi tempe memiliki antioksidan dan protein yang jauh lebih tinggi dari tempe kedelai. Maka dari itu kami (petani di wonogiri) tidak ambil pusing mengenai harga kedelai yang naik, karena kami sudah mempunyai alternatif yaitu koro.

Tempe koro dahulu dianggap sebagai makanan orang tua dan rakyat miskin, tapi begitu tempe koro yang saat ini berbeda, lebih empuk dan dari segi penampilan lebih cantik sehingga anak muda juga mau mengkonsumsinya.

Sayangnya, jika dalam pengolahan koro tidak sempurnya akan menimbulkan rasa asam yang tidak enak, ini juga yang membedakan koro dengan kedelai. Membuat tempe adalah soal bagaimana memadatkan biji koronya, maka dari itu Titik menggunakan daun jati karena selain bisa membuat hasil tempe koro terlihat rapih, juga bisa menghilangkan rasa asam itu sendiri.

Sebenarnya, lanjut Titik, menggunakan daun pisang sebagai pembungkus tempe juga bisa, tapi kebetulan di Wonogiri ada lebih banyak daun jati maka itu yang dimanfaatkan. Menggunakan plastik sebagai pembungkus tempe koro adalah kesalahan, karena akan membuat rasa tempe menjadi asam.

Lokasi pembuatan tempe koro saat ini ada di lima kecamatan yakni Batuwarno, Baturetno, Tirtomoyo, Giritontro dan Giriwoyo, berbatasan dengan Pacitan dan Gunung Kidul. Pendekatan sabuk gunung dipilih Titik karena ini bagian dari konservasi. Kalau pendekatannya tidak melihat pola pegunungan di sana, pasti tidak akan mampu menahan erosi. 

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home