Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 14:29 WIB | Kamis, 06 Maret 2014

Korupsi dan Transparansi Laporan Keuangan Parpol

SATUHARAPAN.COM - Pada tanggal 2 Maret lalu, partai politik peserta Pemilu 2014 menyerahkan laporan dana kampanye. Namun buru-buru muncul komentar bahwa ada indikasi ketidak-siapan parpol dalam menyiapkan laporan keuangan ini.

Sementara itu, berbagai lembaga yang mencermati dana partai menyebutkan bahwa laporan periode sebelumnya (27/12/2013) dinilai kualitasnya rendah. Namun pihak penyelenggara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai tidak serius dalam menangani kasus ini. Masalah transparansi banyak dipertanyakan.

Selain itu, permintaan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) agar KPU menyerahkan nomor rekening parpol, khususnya untuk dana kampanye sampai sekarang tidak disespons dengan baik. Padahal analisis dan pemantauan oleh PPATK bisa digunakan untuk mencegah pencucian uang atau penggunaan uang hasil korupsi.

Gambaran di atas menjadi keprihatinan dan kekhawatiran akan kualitas pemilihan umum yang akan berlangsung. Sebab, masalah transparansi keuangan menjadi bagian penting dari “fairness” pemilihan umum untuk menghasilkan anggota legislatif yang berkualitas.

Transparansi Anggaran

Seperti pada pemilihan umum sebelumnya, masalah anggaran partai terus menjadi masalah. Partai politik tidak cukup transparan dalam melaporkan keuangan, terutama dari mana uang diperoleh dan untuk apa uang itu digunakan.

Laporan yang muncul sering hanya menyebutkan sumber dana dari para calon anggota legislatif, dan tidak terbuka terhadap sumber keuangan di luar itu. Padahal hal ini bisa menjadi celah yang digunakan untuk masuknya dana sumbangan dari pihak lain yang menyimpang dari ketentuan.

Transparansi anggaran adalah aspek yang fundamental dalam mengupayakan sistem keuangan yang benar. Ketertutupan dalam anggaran adalah sumber manipulasi dan korupsi. Tertib dalam anggaran semestinya menjadi hal yang paling serius ditangani oleh partai politik untuk membangun organisasi yang bertanggung jawab.

Organisasi, termasuk partai politik, akan menjadi lemah dan penuh konflik ketika masalah anggaran tidak dikelola dengan baik. Bahkan kebiasaan dalam pengelolaan keuangan secara buruk akan membangun budaya korupsi dan manipulasi yang makin sulit diberantas.

Masalah Korupsi

Korupsi di Indonesia terjadi bukan hanya terkait dengan penggunaan dana, tetapi ternyata banyak kasus yang mengungkapkan terjadi sejak perencanaan. Itu sebabnya banyak kasus korupsi melibatkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di pusat maupun di daerah. Itu berarti bahwa korupsi sengaja dan dengan sadar dilakukan sejak perencanaan anggaran.

Sebenarnya, korupsi di Indonesia sendiri terjadi jauh lebih ke hulu, ketika anggaran itu mulai dikumpulkan melalui pajak maupun retribusi. Sudah cukup banyak contoh kasus untuk hal ini, terutama yang melibatkan pejabat dan karyawan di bidang pajak dan pungutan retribusi.

Dengan demikian, membangun budaya transparan dalam anggaran harus sudah dari awal terjadi di partai politik. Sebab, mereka akan menjadi anggota Dewan yang juga memiliki wewenang dalam anggaran, yaitu menyusun rancangan anggaran (di pusat maupun di daerah), dan mengawasi penggunaan anggaran oleh pemerintah.

Jika di partai politik budaya tertib dan transparansi dalam anggaran saja lemah, bagaimana bisa diharapkan muncul anggota Dewan yang juga tertib dan transparan dalam anggaran? Ini kondisi yang sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan bahwa pemberantasan korupsi akan semakin berat dan jauh dari harapan.

Sikap Pemilih

Berkaitan dengan pemilihan umum 2014 yang segera dimulai, pemilih di Indonesia sudah semestinya melihat partai politik dari cara mereka membuat laporan keuangan. Jangan hanya melihat dan mendengar mereka bersuara “anti korupsi.” Cara membuat anggaran dan melaporkannya adalah cerminan bagaimana mereka sebernarnya mempraktikkan budaya anti korupsi.

Jika mereka tidak terbuka atas anggaran yang mereka kelola, sangat mungkin bahwa mereka pun tidak terbuka untuk mengelola anggaran negara yang berasal dari rakyat. Dan itu adalah perilaku yang membuka pintu lebar bagi korupsi. Mereka dan parpol yang tidak bisa mengelola anggaran yang hanya puluhan hingga ratusan miliar rupiah, sangat mungkin tidak cukup pantas mengelola anggaran negara yang jumlahnya ribuan triliun.

Partai politik yang terbukti pimpinan dan kadernya korup, sudah jelas tidak pantas mendapat mandat dalam pemerintahan, apalagi yang pimpinannya sekarang masih gigih melindungi tersangka korupsi. Dan partai politik yang laporan keuangannya tidak baik sangat potensian menjadi parpol korup dan akan korup di dalam pemerintahan.

Oleh karena itu, masalah laporan keuangan parpol harus dicermati oleh warga negara untuk mempertimbangkan pilihannya di tanggal 9 April mendatang. Jika syarat ini digunakan dalam menentukan pilihan pada Pemilu 2014, tampaknya rakyat memang makin sulit menentukan pilihan. Namun inilah kenyataan yang dihadapi ditengah harapan pemberantasan korupsi yang makin kuat, namun parpol tidak cukup serius mengembangkan budaya anti korupsi, bahkan di dalam tubuh organisasinya sendiri.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home