Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 18:23 WIB | Kamis, 16 Januari 2014

KPH Randublatung Merampas Tanah Warga

peta wilayah Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora

BLORA, SATUHARAPAN.COM – Dua belas warga Dukuh Jambeyan, Desa Tanggel, Kecamatan Randblatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, mengalami “perampasan” tanah. Ironisnya, hal itu dilakukan oleh Kesatuan Rayon Pemangkuan Hutan (KRPH) Tanggel. KRPH Tanggel merupakan bagian dari Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Randublatung, yang menyatakan telah memiliki controlled wood standard for forest management enterprises.

Kabar itu diterima satuharapan.com, Kamis (16/1) melalui siaran pers yang dikirimkan Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) Jawa Tengah.

Controlled wood standard for forest management enterprises adalah sebuah program sertifikasi hutan woodmark yang diakreditasi oleh Forest Stewardship Council (FSC), bertujuan untuk mengevaluasi pengelolaan hutan agar sesuai dengan standar pengelolaan hutan yang telah dikeluarkan FSC Controlled Wood (Standar Kayu Terkendali).

Kenyataan pahit dialami Suwono, satu dari 12 warga Dukuh Jambeyan. Suwono mengaku memiliki tanah seluas 6.000 m persegi warisan dari orangtuanya, Surhardjo (alm), yang telah ia garap puluhan tahun. Ia menjelaskan tanah tersebut telah dicatatkannya dalam Persil 0329 dan juga Buku C Desa Tanggel dengan No. 405 serta terdaftar pada objek pajak (PBB) di Kantor Pelayanan Pajak Kabupaten Pati tertanggal 13 September 1990.

Suwono telah menyampaikan surat laporan tertulis kepada Bupati Blora dengan tembusan kepada Camat Randublatung, Kepala Desa Tanggel, Kapolsek Randublatung, Danramil Randublatung, DPRD Blora, LSM Blora dan juga Komnas HAM di Jakarta, 1 Desember 2013. Keinginannya hanya satu, agar penegak hukum dapat menyelesaikan masalah “perampasan” tanah oleh KRPH itu.

Suwono menjelaskan, justru sejak melaporkan tindakan “perampasan” tanahnya itu pada beberapa pihak terkait, muncul tindakan-tindakan yang tidak menyenangkan. Ia mencontohkan tanah garapannya tersebut di-kecrek oleh pihak kepolisian. Selain itu ia mengalami teror. Rumah yang ia tinggali bersama istrinya dilempari batu hingga menyebabkan kerusakan pada atap rumah.

Lebih mengenaskan lagi, pada saat Suwono mengendarai motor dalam perjalanan pulang dari Desa Gabusan, Jati Doplang, 21 Desember lalu, ia dibuntuti dan ditabrak dari sisi kanan oleh orang tak dikenal hingga jatuh tersungkur. Akibat kejadian itu Suwono pingsan dan mengalami luka di mata kaki, lutut, jari  kedua tangan, hingga mengalami luka di kepala.

Peristiwa yang sungguh ironis mengingat KPH Randublatung telah memiliki sertifikat dari SGS Qualifor dengan No. SGS-FM/COC-009321 yang diterbitkan pada 30 Maret 2012 dan berakhir pada 29 Maret 2017 dengan luas 32.646 ha.

"Peristiwa yang dihadapi Suwono itu memperlihatkan bahwa Lembaga Sertifikasi SGS Qualifor tidak cermat dalam menerbitkan sertifikat bagi KPH Randublatung. Sebab aturan Standar Kayu Terkendali FSC mensyaratkan bebas dari pelanggaran hak-hak sipil dan tradisional masyarakat sekitar. SGS Qualifor harus membekukan sertifikat atas nama KPH Randublatung sebelum masalah yang dihadapi Suwono dan warga lainnya dituntaskan," kata Andrianto, Vocal Point JPIK dalam siaran pers.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home