Laporan, Ada Aturan Hambat Kebebasan Beragama di Indonesia
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Sebuah laporan tentang kebebasan beragama internasional yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyebutkan bahwa di Indonesia ada undang-undang membatasi hak kebebasan beragama warga negara, karena dianggap mempengaruhi hak orang lain, membahayakan keamanan, atau ketertiban umum.
Dalam laporan tahunan yang diumumkan Wakil Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, hari Rabu (10/8) di Washington, dijelaskan tentang situasi kebebasan beragama di sekitar 200 negara dengan penjerlasan rinci pada setiap negara.
Tentang Indonesia, laporan itu menyebutkan konstitusi menjamin kebebasan beragama dan hak untuk beribadah sesuai dengan keyakinan. Namun ada kenyataan bahwa warga harus menerima pembatasan yang ditetapkan oleh hukum demi melindungi hak orang lain dan untuk memenuhi tuntutan berdasarkan pertimbangan moral, nilai-nilai agama tertentu, keamanan, dan ketertiban umum.
Laporan itu menyebutkan tentang penangkapan terhadap warga karena perbedaan keyakinan dengan tuduhan menghujat dan menghina agama. Pemerintah juga dinilai tidak menyelesaikan perselisihan masalah agama pada masa lalu.
Disebutkan bahwa ada kasus di mana pemerintah daerah dan polisi menyerah pada tuntutan kelompok tertentu. Kelompok ini merupakan "kelompok-kelompok intoleran" dalam menutup rumah ibadah terkait masalah izin, atau membatasi hak-hak kelompok agama minoritas.
Kegagalan Pemerintah
Pemerintah di tingkat nasional dan lokal sering dilaporkan gagal mencegah atau mengatasi intimidasi dan diskriminasi terhadap individu berdasarkan keyakinan agama. Juga membiarkan seruan tidak memilih pejabat pemerintah dan politisi dari penganut agama lain selain dari warga dengan agama yang dianut mayoritas. Laporan itu mengritik peraturan daerah yang membatasi kebebasan beragama warga tententu.
Namun laporan itu juga menyebutkan bahwa banyak masyarakat sipil, termasuk organisasi keagamaan dari semua agama, bekerja untuk melawan pesan dan ideologi intoleran, dan bergerak melindungi kelompok penganut agama lain. Namun kelompok intoleran terus saja secara ilegal ditutup rumah ibadah, bahan menyebarluaskan dan mempromosikan intoleransi.
Pemerintah AS menganjurkan untuk kebebasan beragama, pemerintah dan pemimpin masyarakat sipil berbicara secara terbuka menentang diskriminasi dan kekerasan agama.
Dalam laporan itu juga diungkapkan berbagai kasus di Tanah Air, termasuk di Singkil, Nagroe Aceh Darussalam, kasus yang dihadapi penganut Islam Ahmadiya, dan Syiah, warga Kristen, dan penganut aliran kepercayaan.
Dalam catatan laporan itu, disebutkan warga Indonesia sebanyak 255,9 juta, dengan 87 persen Muslim, tujuh persen Protestan, tiga persen Katolik, dan 1,5 persen Hindu. Penganut Buddha, agama adat tradisional, Konfusianisme, dan denominasi Kristen lainnya sekitar1,3 juta jiwa.
Di antara warga Muslim yang mayoritas Sunni, disebutkan antara satu dan tiga juta adalah Muslim Syiah, dan Ahmadiyah sekitar 400.000. Namun 20 Juta warga di Jawa, Kalimantan, dan Papua merupakan praktisi kepercayaan tradisional atau Aliran Kepercayaan. Ada sekitar 400 komunitas Aliran Kepercayaan di seluruh nusantara.
Sri Mulyani Klarifikasi Alasannya Kerap Bungkam dari Wartawa...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan penjelasan ter...