Limpasu, Menjaga Kesehatan Kulit
SATUHARAPAN.COM – Tak banyak orang kenal tumbuhan limpasu (Baccaurea lanceolata) yang berasal dari Kalimantan ini. Wikipedia menyebutkan tumbuhan ini berasal dari genus Baccaurea, tergolong dalam familia Phyllanthaceae.
Namun, limpasu populer di Kalimantan, karena sudah lama digunakan sebagai bahan komestika alam bagi perempuan Dayak Meratus, di Desa Loksado, Kalimantan Selatan. Buah ini bentuknya bulat, bagian dalamnya tidak dimakan karena rasanya yang asam. Justru bagian dalam buah itulah yang digunakan masyarakat Desa Loksado sebagai komestik untuk merawat wajah. Buah limpasu dipercaya dapat membuat kulit terjaga dan selalu sehat sehingga dapat terlihat selalu cantik.
Saat ini, beberapa produk kecantikan sudah menggunakan tanaman ini. Masker wajah terbuat dari buah limpasu, karena buah ini kaya akan vitamin C dan antioksidan. Limpasu juga memilik kandungan air tinggi sehingga dapat menutrisi kulit.
Tumbuhan khas Kalimantan ini juga didapati di Sumatera dan Jawa Timur, serta Thailand, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Di Kalimantan pohon ini dikenal sebagai kalampesu.
Beberapa penelitian yang dilakukan membuktikan tumbuhan liar ini berpotensi untuk menjaga kesehatan kulit.
Sani Nurlaela Fitriansyah dan kawan-kawan dari Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Bandung, Indonesia, meneliti “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah, Daun, dan Kulit Batang Limpasu (Baccaurea lanceolata) dari Kalimantan Selatan”.
Ia menyebutkan data empiris menunjukkan buah limpasu yang terdapat berlimpah dari Kalimantan Selatan, berpotensi untuk mengobati demam (karena infeksi), kesehatan kulit, dan antioksidan. Studi Sani dan kawan-kawan dilakukan untuk mendapatkan data ilmiah kandungan kimia secara kualitatif dan potensi ekstrak limpasu sebagai antibakteri.
Hasil penelitian menunjukkan, ekstrak etanol buah, daun, dan kulit batang limpasu memilik kandungan kimia golongan alkaloid, fenol, flavonoid, tanin, dan saponin. Ekstrak etanol buah limpasu merupakan ekstrak yang paling aktif terhadap bakteri Gram positif (B. subtilis, S. aureus), bakteri Gram negative (P. aeruginosa, E. coli), dan bakteri penyebab jerawat, P. acnes dan S. epidermidis. Ekstrak etanol daun dan ekstrak etanol kulit batang limpasu relatif kurang aktif terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif.
Demikian pula Samsul Hadi dan kawan-kawan, mahasiswa Pascasarjana Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, melakukan studi “Penelusuran Fraksi Aktif Limpasu atau Baccaurea Lanceolata dari Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan sebagai Antioksidan”.
Limpasu atau Baccaurea lanceolata oleh masyarakat Kalimantan Selatan, telah digunakan untuk perawatan kulit. Pendekatan ilmiah untuk membuktikan klaim itu salah satunya dengan uji antioksidan. Uji antioksidan ini digunakan sebagai panduan untuk menelusuri fraksi aktif. Dari hasil fraksinasi dengan menggunakan corong pisah, fraksi etil asetat mempunyai aktivitas antioksidan paling tinggi dengan nilai IC50 230 ppm.
Pemerian Botani Limpasu
Pohon limpasu mengutip dari academia.edu, tingginya mencapai 3 hingga 30 meter, dengan garis tengah 5-60 cm. Tumbuhan ini berumah 2, dengan batang berbanir. Pucuk muda berwarna hijau hingga abu-abu-kehijauan dan kecokelatan ketika kering, percabangannya berjenis terminal dan bersifat lemah.
Pepagannya abu-abu hingga kekuningan, ada juga putih-kehijauan saat masih segar. Pepagan abu-abu hingga cokelat pucat, abu-abu ketika kering, lembut, bersisik, kadang-kadang licin. Pepagan sebelah dalam berwarna cokelat pucat hingga putih, abu-abu, dan kuning. Hati kayu kekuningan agak kecokelatan. Bijinya menjorong.
Pohon limpasu ini, menurut Wikipedia, mempunyai nama Latin Baccaurea lanceolata sejak 1866. Dalam bahasa daerah, tanaman ini mempunyai sebutan berbeda. Di Kalimantan pohon ini dikenal sebagai kalampesu, ampusu, asam pauh, empawang, lampaung, lapahung, laptu, lepasu, lipau, limpasu, tamasu, dan tampoi.
Di Sumatera, tumbuhan ini dikenal sebagai tegeiluk, kalu gugur, langsat hutan, lempaong, lempaung , dan peng. Nama lain yang dikenal adalah lingsu, dan lengsu (Jawa Barat).
Di negara tetangga pohon kalampesu atau lempuang disebut asam pahong, asam pahung, asam paung, mempaung, limpanong, pahu asam, dan pahu temuangi (Malaysia), som huuk, atau som lok (Thailand).
Di Dataran Malesia, limpasu ditemukan di Indonesia, salah satunya di Sumatera, Jawa Timur sebelah utara, Palawan, dan Borneo. Di Borneo, tumbuhan ini ditemui di Serawak, Brunei, Sabah, Kalbar, Kalteng, Kalsel, dan Kaltim.
Limpasu tumbuh di hutan hujan primer/sekunder yang tidak terurus, di lereng gunung, dan hutan bersungai. Tanah yang diperlukan untuk tumbuhnya lempaung adalah tanah liat dan berbatu. Tumbuhan ini berbuah sepanjang tahun, walaupun perbuahannya tidak menyeluruh di Indonesia.
Belum banyak kajian tentang manfaat pohon limpasu. Buah limpasu selain dapat dimakan langsung juga dapat diolah menjadi asinan.
Kayunya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan baik sebagai papan maupun tiang, meskipun mempunyai kualitas yang kurang baik. Masyarakat sebagian Kalimantan memanfaatkan ekstrak buah kalampesu atau limpasu sebagai pembeku karet alami.
Manfaat Herbal Limpasu
Penelitian Mahani Lim (2011) dari Sekolah Sains Makanan dan Pemakanan Universitas Malaysia Sabah, “Komposisi Nutrisi dan Aktiviti Antioksidan Buah Limpasu untuk Bahagian Isi dan Kulit pada Tahap Kematangan yang Berbeza”, menyebutkan limpasu memiliki kandungan antioksidan (anti-radikal bebas) tinggi. Semakin matang, semakin berkurang vitamin C di dalamnya.
Buah tersebut juga mengandung karbohidrat tinggi. Di Kota Sampit dulu, limpasu kerap jadi sumber rasa masam pada makanan tradisional juhu ansem.
Selain itu masyarakat Kalimantan menggunakan limpasu sebagai obat meriang. Bagian ini direbus kemudian airnya digunakan untuk mandi. Dengan kandungan air dan nutrisi kulit yang tinggi, limpasu menjadi rahasia kecantikan Kalimantan. Bagian dalamnya digunakan untuk merawat wajah.
Ekstrak limpasu bisa jadi koagulan lateks yang aman. Asam limpasu tidak berbahaya bagi tumbuhan karet dan petaninya, alias lebih ramah lingkungan. Bahan ini juga tidak mengubah warna karet. Koagulan alami tersebut merupakan pilihan ekonomis serta membuat bahan olah karet lebih awet.
Leonard Julian Purnomo dan kawan-kawan dari JurusanTeknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri TanahLaut Kalimantan Selatan dalam penelitian pada 2014, “Pemanfaatan Buah Limpasu (Baccaurea lanceolata) sebagai Pengental Lateks Alami”, Jurnal Teknologi Agro Industri Vol 1 No 1, mengungkapkan karet yang dibekukan dengan limpasu mengalami penggumpalan sempurna.
Warnanya pun putih kekuningan. Namun, sayangnya, setelah tiga hari, warna menjadi kuning hingga kecokelatan pada hari ke 6 – 7. Teksturnya pun berbintik-bintik dan bergelembung. Sementara, berdasarkan Standar Nasional Indonesia, karet bermutu tinggi memiliki permukaan yang seragam, tidak ada gelembung, tidak mulur, kokoh, dan tidak kotor.
Editor : Sotyati
Susu Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebuah studi baru, para peneliti menemukan bahwa konsumsi susu yang tidak...