Mayoritas Milennial AS Sambut Pengungsi
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM – Sebuah survei opini publik yang baru dirilis pekan ini oleh Brookings Institute menemukan bahwa mayoritas orang Amerika Serikat secara keseluruhan (59 persen) mendukung untuk menerima pengungsi dari Timur Tengah, khususnya dari Suriah.
Namun persentase lebih tinggi ditampilkan oleh kelompok milennial, yaitu 68 persen yang mendukung gagasan itu, seperti dilaporkan dalam situs The Christian Science Monitor.
Temuan ini menarik, di tengah-tengah seruan Donald Trump, kemungkinan akan jadi calon Presiden AS dari Partai Republik, untuk menutup sementara pengungsi Muslim ke Amerika Serikat. Bahkan hari Kamis (16/6) Trump kembali menyerukan agar dilakukan pendataan dan pengawasan yang ketat terhadap masjid-masjid di AS.
AS, seperti dijanjikan oleh Presiden Barack Obama, akan menerima dan memukimkan kembali 10.000 pengungsi Suriah pada bulan Oktober ini. Pada awal bulan ini, AS telah kedatangan sekitar 2.500 pengungsi Suriah. Dan kemuingkinan akan makin banyak di bulan selanjutnya.
Namun di sisi yang berbeda, beberapa gubernur, sebagian besar dari Partai Republik, telah menyatakan bahwa mereka menolak pengungsi Suriah, karena alasan keamanan nasional dan perlunya pengawasan ketat.
Setelah serangan teror di Paris pada bulan November, Gubernur Texas, Greg Abbott, seorang Republikan, adalah yang pertama menolak pemukiman pengungsi di AS. Sekarang lebih dari 30 negara bagian AS menyatakan hal sama. Pemerintah federal juga memperketat aturan tentang visa.
Kaum Milennial
Kaum milennial adalah kelompok demografi yang berusia antara 18 dan 34 tahun. Mereka masih belajar di sekolah dan kampus, atau baru pada tahun awal di dunia kerja. Mereka umumnya sedang membangun karir, dan ada yang mulai membangun keluarga.
Para milennial ini, bukan hanya lebih terbuka untuk menerima pengungsi, tetapi juga sebagian besar menentang seruan Trump untuk menutup pengungsi ke AS. Survei Brookings juga mengungkapkan bahwa 76 persen dari milennial menolak gagasan Trump, angka yang cukup banyak perberbedannya jika dibandingkan dengan 61 persen dari semua orang Amerika yang berpandangan sama.
Wawancara dalam survei itu menunjukkan bahwa keterbukaan di kalangan milennial terhadap pengungsi cukup berakar. Sebagian karena mereka lahir dan hidup dalam masyarakat yang semakin beragam dan perkembangan teknologi komunikasi yang membuat mereka terhubung lebih luas.
Orang muda AS, ketimbang orang yang lebih tua dari mereka, telah tumbuh dalam keluarga berlatar belakang global yang beragam, dan melihat media yang menghubungkan mereka dengan berita global.
"Saya mengatakan bahwa orang-orang muda saat ini lebih terbuka kepada orang-orang Muslim, mereka memiliki teman-teman Muslim di sekolah dan mereka tahu sekarang bahwa mereka orang-orang baik, mereka hanya ingin menjadi aman dan mudah-mudahan mendapatkan sedikit masa depan dalam hidup mereka seperti orang lain," kata Jasmime Harris (21 tahun), seorang mahasiswa komunikasi di Montgomery College di Maryland.
"Orang-orang ini (pengungsi) hanya mencari tempat yang aman dan kesempatan untuk kehidupan yang lebih baik bagi keluarga mereka," kata Christ McLaren (24 tahun). "Amerika adalah melting pot, orang datang ke sini untuk alasan-alasan yang sama, dan saya pikir kita mungkin bisa membuka pintu sedikit lebih lebar."
"Kami mendapatkan begitu banyak informasi sepanjang waktu tentang kondisi dan apa yang menyebabkan jutaan orang meninggalkan rumah mereka di negara-negara itu. Saya benar-benar berpikir atas pertanyaan yang dihadapkan itu," kata Evelyn Castle (27 tahun), dari California Selatan yang bekerja pada organisasi non-pemerintah kecil, eHealth Afrika, di Sierra Leone.
"Ketika Anda tahu bahwa ada pengungsi bunuh diri karena kondisi di kamp-kamp yang mereka tinggali, itu adalah informasi yang mendorong perasaan tentang apa yang bisa kita lakukan lebih baik."
Sebelum Penembakan di Orlando
Kaum millennial ini diwawancarai dan survei Brookings selesai sebelum terjadinya penembakan massal di sebuah kelab gay di Orlando yang dilakukan oleh pemuda Muslim (Omar Mateen). Dia kelahiran AS, dari orangtua berasal dari Afganistan.
Jika pertanyaan itu diajukan setelah kasus penembakan di Orlando, apakah jawaban mereka akan sama? Ini adalah pertanyaan yang mungkin saja mengubah hasil survei tentang pandangan generasi ini tentang pengungsi Timur Tengah.
Sebab, insiden di Orlando dan juga sebelumnya penembakan San Bernardino cenderung menyebabkan lonjakan sentimen anti Muslim di AS. Selain itu, ada juga kejutan bahwa sebanyak 24 persen dari kaum milennia mengatakan mereka mendukung Trump untuk larangan Muslim masuk AS.
Gereja Menyambut Pengungsi
Gereja Southern Baptists Convention (SBC) menanggapi isu pengungsi dan seruan penolakan oleh Trump justru memutuskan untuk mendukung pemukiman pengungsi sebagai keputusan mereka.
Pertemuan tahunan SBC di St Loiuis, Missouri, menyetujui resolusi yang menyerukan agar gereja-gereja dan keluarga warga gereja menyambut pengungsi yang datang ke AS.
Utusan gereja pada pertemuan tahunan itu menyetujui Resolusi 12, yang berjudul "Tentang Pelayanan Pengungsi," sebagai bagian dari keputusan yang diambil pada hari Rabu dari lima resolusi, seperti dilaporkan situs christianpost.com.
"Kita menegaskan bahwa pengungsi adalah orang-orang yang dikasihi Allah, diciptakan dalam gambar-Nya, dan bahwa kasih Kristen harus diperluas sampai pada mereka sebagai objek khusus kemurahan Tuhan di dunia, yang mengungsi dari tanah air mereka," demikian antara lain bunyi resolusi itu.
"Kami mendorong gereja-gereja Southern Baptist dan keluarga untuk menyambut dan mengadopsi pengungsi ke gereja dan rumah mereka sebagai sarana untuk menunjukkan kepada bangsa-bangsa bahwa Allah kita rindu pada setiap suku, bahasa, dan bangsa untuk disambut di Arsy-Nya.
WHO dan 50 Negara Peringatkan Serangan Ransomware pada Rumah...
PBB, SATUHARAPAN.COM-Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan sekitar 50 negara mengeluarkan peringatan ...