Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 14:29 WIB | Senin, 15 Agustus 2016

Memberantas Human Trafficking Harus Libatkan Banyak Pihak

Ilustrasi. Puluhan aktivis buruh yang tergabung dalam Buruh Migrant menggelar unjuk rasa di depan gedung Kedutaan Besar Arab Saudi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (17/4) terkait dengan hukuman pancung yang menimpa pekerja rumah tangga (PRT) di Arab Saudi. Dalam aksinya Buruh Migrant meminta Presiden Joko Widodo jangan diam dan menghentikan hukuman mati terhadap PRT di Arab Saudi. (Foto: Dok.satuharapan.com/Dedy Istanto).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi III DPR RI Herman Heri mengatakan memberantas kejahatan kasus tindak pidana perdagangan orang (human trafficking) di Indonesia terutama wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) harus melibatkan‎ banyak pemangku kepentingan (stakeholder) seperti BNP2TKI, Ditjen Imigrasi, Kejaksaan Agung, Pengadilan dan Pemerintah Daerah.

Bahkan, kata Herman aparat lain di tingkat bawah seperti camat dan kepala desa sehingga tidak bisa hanya bertumpu kepada Polri.

“Kalau bertumpu hanya pada Polri, maka sama dengan mendulang angin,” kata Herman Heri saat dihubungi wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari Senin (15/8).

Oleh karena itu, Herman meminta kepada Polri harus menggandeng seluruh pihak untuk mengungkap tuntas kasus perdagangan orang ini. Terutama, untuk wilayah rawan perdagangan orang seperti di Nusa Tenggara Timur.

“NTT nomor satu kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang ( TPPO), makanya saya sangat paham soal TPPO,” kata dia.

Ia mengatakan Komisi III DPR sebagai mitra kerja Polri akan melakukan pengawasan terhadap langkah-langkah yang sudah diambil yakni memprioritaskan penanganan TPPO di Indonesia khususnya NTT dan saat ini telah dibentuk Satgas khusus TPPO untuk kordinasi dengan stakeholder lainnya.

“‎Polri belum maksimal, n‎amun saya apresiasi kepada Kapolri dikeluarkan instruksi Kapolri terkait TPPO, yang mana hal tersebut menjadi program prioritas Kapolri‎,” kata dia.

Politisi PDI Perjuangan ini menilai Polri dalam mengungkapkan kasus tindak pidana perdagangan orang tersebut terkesan lambat karena harus melibatkan banyak stakeholder.

“Saya dalam fungsi pengawasan sebagai DPR akan melihat langkah-langkah tersebut efektif atau tidak dan akan membantu tugas-tugas Polri sesuai fungsi Komisi lll. ‎Polri selama ini bukan lambat, tapi masih belum maksimal karena banyak faktor penghambat,” kata dia.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengaku kecewa terhadap kasus human trafficking yang terus terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT). ‎Maka, Presiden Jokowi memerintahkan Kapolri untuk segera menuntaskan kasus human trafficking di NTT mengaca dari tiga kasus kematian Yufrinda Selan, Yuliana Kana dan Dolvina Abuk.

Salah satu keluarga korban ayah Yufrinda Selan, Metu Salak Selan berusaha keras agar dapat bertemu langsung Presiden Jokowi. Namun, Metu gagal bertemu Jokowi karena sulit menembus padatnya agenda Presiden dan tidak ada yang memfasilitasi.

Akhirnya, Metu menitipkan pernyataan sikap dan tuntutan untuk disampaikan kepada Presidan Jokowi yang berisi beberapa tuntutan keluarga Metu Salak Selan. Di antaranya meminta bantuan Presiden Jokowi untuk segera mengusut kasus perdagangan organ dan orang di NTT.

Kedua, memohon kepada Presiden Jokowi untuk meminta penjelasan dari otoritas rumah sakit dan Pemerintah Malaysia terkait kematian Yufrinda Selan. Ketiga, meminta Presiden mengungkap siapa perekrut dan agen yang mengirimkan Yufrinda bekerja di Malaysia.

Terakhir, meminta Presiden Jokowi mendesak pihak perusahan di Malaysia untuk membayar gaji Yufrinda Selan selama 10 bulan hingga meninggal.

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home