Loading...
RELIGI
Penulis: Endang Saputra 06:51 WIB | Senin, 28 Desember 2015

Menag Kenang Tiga Jasa Fenomenal Gus Dur

Menag Lukman Hakim Saifuddin memberikan sambutan di hadapan ribuan tokoh dan santri dalam Peringatan 6 Tahun Wafatnya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)/Haul Gus Dur "Merawat Tradisi, Merajut Hati", di Komplek al-Munawwaroh, Jl Warung Silah No 10, Ciganjur Jakarta Selatan, Sabtu (26/12) malam.(Foto: kemenag.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan banyak peninggalan jasa yang ditorehkan mantan Presiden Republik Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid atau  Almarhum Gus Dur.

Menag melihat ada tiga jasa fenomenal yang dikenangnya dari Almarhum pertama, kata Menag Gus Dur adalah sosok yang mampu mengangkat posisi pesantren dari posisi yang tidak dilihat, menjadi sebuah entitas yang punya nilai dan tradisi khas yang telah berusia ratusan tahun. Bahkan,  pada 22 Oktober lalu, Pemerintah akhirnya mengapresiasi dunia pesantren dengan mendeklarasikan Hari Santri Nasional.

“Di sinilah, kaum Santri mempunyai tanggungjawab lebih untuk pro aktif dalam menjaga dan memelihara Republik ini,” kata  Menag dalam sambutan pada Peringatan 6 Tahun Wafatnya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)/Haul Gus Dur, di Komplek al-Munawwaroh, Jl Warung Silah No 10, Ciganjur Jakarta Selatan, Sabtu (26/12) malam. Dalam Haul yang bertemakan: “Merawat Tradisi, Merajut Hati”.

Kedua,  lanjut Menag Gus Dur adalah sosok terdepan yang mampu menyelesaikan hubungan antara Islam dan Pancasila, tanpa setetes darahpun tertumpah.

Selain itu Menag pun bercerita, Penguasa Orde Baru pada akhir Tahun 1970-an ingin semua ormas, apapun itu, berasaskan Pancasila. Di sini, Gus Dur mampu menjelaskan dan menyelesaikan resistensi antara Pancasila dan Islam.

“Gus Dur mampu mengurai, bahwa Islam lah yang memberi ruh Pancasila,” kata Menag.

Ketiga, menurut Menag adalah, Gus Dur mampu mengingatkan sekaligus memahamkan kepada masyarakat, bahwa kemajemukan, keberagaman dan pluralitas merupakan realitas, bukan hanya Indonesia, namun juga dunia. Bahwa kemajemukan adalah sunnatullah; kehendak Allah SWT.

“Gus Dur dibanyak kesempatan, menyatakan bahwa perbedaan adalah anugerah, agar kita saling mengisi, melengkapi dan menyempurnakan. Bicara tentang kemajemukan, tidak bisa tanpa Gus Dur, apalagi saat itu, situasi belum mendukung seperti sekarang ini,” katanya seperti dikutip dari kemenag.go.id.

Menag melihat, Pemahaman Islam Gus Dur adalah Islam inklusif, sebuah pemahaman yang tawasut, tasamuh, i’tidal, tawazun. Sebuah Islam Wasathiyyah yang menghargai perbedaan sehingga manusia bisa saling  melengkapi.

“Haul ini bukanlah untuk sekedar mengenang Gus Dur. Lebih dari itu, peringatan ini adalah agar kita termotivasi dan terinspirasi nilai-nilai yang diperjuangkan Gus Dur yang hingga kini masih relevan,” kata dia.

Dalam Peringatan ke-6 Haul Gus Dur tersebut, hadir banyak tokoh nasional, tokoh agama maupun tokoh masyarakat, seperti KH Ma’ruf Amin, KH Said Aqil Siradj, KH As’ad Said Ali, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Rizal Ramli, KH Nasaruddin Umar, Ali Masykur Musa, Maftuh Basyuni, KH Ahmad Syahid, Mahfud MD, Akbar Tandjung, Mubarok, KH Aziz Masykur, Franz Magnis Suseno dan lain sebagainya. Haul ini kali dihadiri ribuan Gusdurian dari berbagai daerah dari Indonesia.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home