Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 08:15 WIB | Sabtu, 12 November 2016

Menag Mengaku Prihatin Perkembangan Medsos

Lukman Hakim Saifuddin berpesan di STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Pare-Pare tentang peran pendidikan agama dalam menyikapi dinamika media sosial. (Foto: kemenag.go.id)

PAREPARE, SATUHARAPAN.COM – Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengaku prihatin dengan informasi yang berkembang cepat di media sosial (medsos), karena dalam medsos banyak ujaran kebencian yang tersebar dan dapat mengubah pola hubungan sesama warga bangsa.

"Saban detik kita disuguhi berita-berita negatif yang beredar melalui medsos tanpa terkendali. Sumbernya dari mana tidak jelas. Berseliweran memenuhi ruang kesadaran kita," kata Lukman Hakim Saifuddin pada acara silaturrahim bersama warga akademika STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Pare-Pare, Sulawesi Selatan, Jumat (11/11).

Hal ini, menurut Menag, merupakan tantangan tersendiri bagi lembaga pendidikan, terutama pendidikan tinggi keagamaan (PTK). Peran PTK semakin penting seiring dengan menguatnya kecenderungan cara beragama masyarakat yang instan.

"Itu tantangan bagi lembaga pendidikan seperti STAIN yang concern di bidang agama," kata dia. 

Menurut Lukman Hakim, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat harus dimanfaatkan secara bijak hingga tidak sampai menyebabkan agama kehilangan rasa cinta. "Medsos telah menggantikan pola hubungan antara anak dan orang tua. Guru dan murid. Bahkan santri kepada kiai. Sopan santun yang dulu diajarkan orang tua pada anak kini hilang dari dalam keluarga. Kehangatan cinta kasih antaranggota keluarga tergantikan kehadiran gadget di tangan masing-masing," kata dia.

Di hadapan warga akademisi STAIN Pare-Pare, Menteri Kabinet Indonesia Bersatu ini menekankan agar STAIN dapat menjaga dan meningkatkan kualitas pembelajarannya. Sebagai lembaga pendidikan agama dan keagamaan, STAIN dituntut dapat menumbuhkan ruhul mudarris dalam pembelajaran, yaitu rasa cinta kepada ilmu dan anak didik.

"Ini yang semakin hilang dari para pendidik. Kehilangan rasa cinta. Dihadapkan pada kompetisi dan persaingan hidup, nilai-nilai edukasi bisa luntur. Padahal dalam salah satu adagium menyebutkan, ruhul mudarris ahammu minal mudarris (spirit dan jiwa pendidik lebih penting dibanding pendidik itu sendiri)," kata dia. (kemenag.go.id)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home