Loading...
DUNIA
Penulis: Prasasta Widiadi 20:49 WIB | Rabu, 02 Desember 2015

Mendagri Ingin Muslim Prancis Melawan Stigma Kolot

Menteri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve menggelar konferensi pers setelah rapat kabinet di Elysee Palace, Paris pada 14 November 2015 setelah serangkaian serangan teroris di Paris yang menewaskan ratusan orang pada 13 November. Presiden Prancis Francois Hollande pada 14 November menuduh ISIS atas teror Paris dan menyebutnya sebagai "deklarasi perang." (Foto: AFP)

PARIS, SATUHARAPAN.COM – Menteri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve menyerukan umat Muslim Prancis berani dan bersikap mandiri guna melawan stigma kolot terhadap muslim di dunia.

“Kami sampaikan salam pernyataan cinta dari Republik dan Prancis bagi kita semua, saat ini saat kita bertemu seperti ada magnet yang  luar biasa yang bisa menyatukan manusia, dari situasi yang biasa disebut orang sebagai kolot dan kuno,” kata Cazeneuve saat berbicara di penutupan Pertemuan Raya Dewan Muslim Prancis  dan Federasi Masjid Prancis, di Institut Budaya Arab di Paris, hari Minggu (29/11), seperti diberitakan situs online Belgia, La Croix.

Pemerintah Prancis, Cazeneuve menegaskan, tidak menyasar komunitas Muslim, namun beberapa tempat  yang benar-benar diduga kuat terkait dengan jaringan peristiwa Charlie Hebdo (Januari 2015), dan Bataclan (November 2015).

Cazeneuve menegaskan pemerintah Prancis tidak bermaksud melakukan diskriminasi terhadap umat Muslim di Prancis, namun ingin menegaskan komitmennya bahwa tindakan penutupan merupakan penerapan dari penghormatan penuh dari aturan hukum dan tetap berpedoman bahwa tempat ibadah merupakan  tempat yang harus dihormati kesuciannya. 

Selama pertemuan, Dewan Muslim Prancis telah memproklamasikan Manifesto warga Muslim Prancis yang poin pentingnya yakni mengutuk terorisme, dan menyerukan imam di masjid memberitakan khotbah berintikan "Islam yang  berisi kepatuhan secara iman kepada negara, dan nilai-nilai kemanusiaan yang mendasari (yang) masyarakat,” kata Direktur Conseil Français du Culte Musulman (Dewan Muslim Prancis), Anouar Kbibech.

“Kita sekarang pada titik balik sejarah, umat Islam Prancis bertekad kembali untuk bersatu,” kata Kbibech.

Sejak awal peristiwa Bataclan terjadi pada Jumat (13/11) di Paris, Anwar menyebut peristiwa tersebut adalah radikalisme.

“Dua masjid sudah menjadi target operasi pemerintah Prancis,” kata Anouar.

“Saat ini hampir dua puluh masjid dan ruang doa di seantero Prancis telah digeledah untuk dilakukan pengejaran. Saya memberitahu bila negara terus mengejar pelaku tanpa memberitahu orang yang beribadah, maka dikhawatirkan mengancam tatanan kenegaraan dan keamanan publik,”  kata Anouar.

Selama pertemuan yang diselenggarakan di Institut Kebudayaan Arab, sebagian besar ulama menyadari kebutuhan untuk membongkar argumen teologis dan menyarankan berbagai cara untuk menyikapi

Sementara itu Presiden UOIF, Union of Islamic Organisations of France (Persatuan Organisasi Islam Prancis, Amar Lasfar, mengatakan saat ini pihaknya mengecam orang-orang yang menganggap UOIF sebagai organisasi yang melahirkan gerakan terorisme seperti Mohammed Merah (pelaku teroris yang melakukan penembakan di Toulouse dan Montauban, Prancis pada 2012).

“Kami tegaskan ke pemerintah kami sedang mencari yang jahat dalam berbagai teks di Alqu’ran dan praktik Islam, dan tidak ada hubungannya dengan serangan,” kata Lasfar.

Bernard Cazeneuve, dalam pidato penutupannya, penuh semangat memberi semangat 400 federasi Muslim atau masjid setempat untuk mencegat penipuan spiritual.  

“Saat ini Prancis dan dunia muslim menghadapi tantangan untuk menghentikan projek kriminal besar dunia yang dipimpin oleh ISIS,”  kata Cazeneuve.

Prancis mengumumkan perang pembalasan tanpa ampun kepada ISIS setelah pembantaian di Paris yang menelan 127 korban tewas pada hari Jumat (13/11). ISIS diyakini berada di balik serangan di enam lokasi tersebut, menyusul klaim kelompok ekstremis itu, walaupun belum dapat diverifikasi secara independen.

Presiden Prancis, Francois Hollande, dalam pernyataannya hari Sabtu (14/11) mengatakan apa yang terjadi di Paris merupakan tindakan perang yang dilakukan ISIS terhadap Prancis dan negaranya tidak akan tinggal diam. Selain korban meninggal, tidak kurang dari 200 orang lainnya dirawat di rumah sakit.

Prancis mengumumkan tiga hari berkabung untuk memghormati korban teror. (la-croix.com/AFP).

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home