Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 15:47 WIB | Selasa, 10 Juni 2014

Mendukung Capres, Menjerat Capres

SATUHARAPAN.COM -  Menjelang pemilihan presiden pada 9 Juli yang akan datang, rakyat disuguhi berita-berita tentang pernyataan berbagai organisasi dan kelompok masyarakat yang mendukung salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

Pernyataan dukungan itu biasanya disertai penjelasan bahwa pasangan yang bersangkutan akan memperjuangkan agenda mereka, setidaknya peduli dengan nasib dan kepentingan mereka. Banyak  pernyataan sikap itu disampaikan oleh elite dari organisasi itu, tanpa kejelasan apakah itu sikap resmi atau kemauan para elitenya.

Apakah pernyataan itu akan berarti bahwa massa di belakang mereka atau rakyat yang berafiliasi dengan lembaga itu akan secara otomatis menjatuhkan pilihan dalam pemungutan suara 9 Juli nanti sama seperti yang disampaikan elite organisasi itu?

Apa yang akan terjadi jika ternyata situasinya seperti dua pemilihan presiden secara langsung yang telah dilakukan setelah reformasi 1998? Ketika itu, arah pilihan pimpinan partai politik tidak sepenuhnya sejalan dengan pilihan rakyat. Koalisi partai dalam pemilihan presiden, tidak sepenuhnya tercermin dengan pilihan rakyat.

One Man One Vote

Kita sering melupakan bahwa pemilihan parlemen berbeda dengan pemilihan presiden. Prinsip “one man one vote” mencerminkan bahwa massa pemilih adalah massa mengambang yang tidak sepenuhnya bisa dikendalikan oleh kampanye apalagi sekadar “pernyataan dukungan” elite.

Pernyataan dukungan memang bisa menjadi “godaan” bagi pasangan calon presiden, karena pernyataan yang disampaikan dengan semangat dan “berapi-api” seperti memberi bahan bakar bagi nayala optimisme pasangan bersangkutan. Persaingan yang ketat pada pemilihan presiden dengan dua kadidat ini, bahkan menjadikan kedua pasangan bukanya selektif menerima dukungan, tetapi makin “haus” untuk mencari dukungan.

Mencermati dukungan-dukungan yang disampaikan untuk pasangan calon, justru belakangan muncul dukungan yang tampaknya mendorong massa yang mengambang beralih ke calon yang lain. Sebab, rakyat pemilih juga memiliki pemahaman tentang kelompok yang menyatakan mendukung.

Gegabah dalam menerima pernyataan dukungan bisa menjadikan pasangan calon menerima “pepesan kosong” yang akan terbukti pada sikap rakyat pada 9 Juli mendatang. Bahkan bisa sebaliknya, dukungan kelompok yang kredibilitas dan rekam jejaknya buruk di mata rakyat, akan menjadi penggembosan suara bagi pasangan itu.

Jerat Dukungan

Di sisi lain, pernyataan dukungan oleh lembaga kemasyarakat atau kelompok bisa menjadi jerat bagi pasangan bersangkutan ketika memenangi pemilihan. Kelompok ini cenderung akan menuntut agar presiden terpilih mengikuti agenda mereka. Padahal tidak sepenuhnya bisa dibuktikan bahwa kemenangan pasangan itu ditentukan oleh dukungan mereka.

Memang banyak yang menyatakan bahwa dukungan itu disampaikan dengan tulus. Tetapi cerita transaksi di belakang layar menjelang pengajuan calon presiden ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah menjadi cerita yang umum di masyarakat. Ungkapan “tidak ada makan siang yang gratis” tampaknya memang tidak bisa diabaikan, dan rakyat mencermati hal itu.

Yang berbahaya bagi pasangan terpilih adalah dukungan itu akan menjadi jerat dalam pemerintahannya. Pertama, karena dukung ormas atau kelompok yang kredibilitas dan reputasinya buruk bisa menjadi kontra produktif. Ketika pasangan terpilih, mereka akan disandera oleh kepentingan elite kelompok itu yang menghambat implementasi visi dan misi yang telah dijanjikan, terutama dari ormas atau lembaga yang elitenya bermasalah, dan kebanyak bermasalah di bidang hukum.

Dukungan berbagai kelompok dan organisasi masyarakat bisa membuat pasangan calon presiden dan wakil presiden “mabok”, sehingga mengabaikan pertimbangan yang lebih mendalam. Bahkan tampaknya ada yang sudah makin “mabok” sehingga terus haus dan ingin “menenggak” dengan mengabaikan realitas dan pertimbangan yang matang.  

Dalam dinamika politik selama ini, semakin tidak relevan pernyataan-pernyataan “mewakili” atau “representasi” suatu kelompok, karena arus informasi yang makin multi arah membuat rakyat semakin melek dengan situasi yang ada. Rakyat akan memiliki pertimbangannya sendiri untuk menjatuhkan pilihan berdasarkan kepentingan dan kebutuhan yang nyata.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home