Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 10:07 WIB | Kamis, 15 Agustus 2013

Menghidupkan Kembali Titik Tolak Semula

SATUHARAPAN.COM - Bung Karno dalam sebuah risalah yang ditulisnya pada Maret 1933 berjudul “Mentjapai Indonesia Merdeka” mengatakan, bahwa kemerdekaan Indonesia itu merupakan jembatan untuk terwujudnya “soeatoe masjarakat jang adil dan sempoerna, jang tidak ada tindasan dan hisapan, jang tidak ada kapitalisme dan imperialisme … dimana rakjat djelata bisa bernaoeng dan menjimpan dan memakan segala boeah-boeah kerezekian dan kekoeltoeran sendiri, dimana tidak ada kepapa-sengsaraan … “Meski rumusan itu sederhana, namun telah menyentuh inti mendasar dari makna kemerdekaan itu.
 
Dalam Pembukaan UUD 1945, apa yang menjadi harapan dan gambaran Bung Karno tentang makna kemerdekaan itu memperoleh rumusan yang lebih luas dan menyeluruh. Mengenai Negara Indonesia dinyatakan bahwa Negara Indonesia yang dicita-citakan dan diperjuangkan itu mempunyai ciri-ciri  “merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Selain itu juga “berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
 
Sedang mengenai tugas dari Pemerintah Negara Indonesia, dikatakan “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Begitulah gambaran  para perintis dan pendiri negara kita mengenai makna kemerdekaan yang dicita-citakan dan diperjuangkan itu.
 
Kalau sekarang ini, 68 tahun sesudah Proklamasi Kemerdekaan, kita mengadakan penilaian tentang seberapa jauh cita-cita kemerdekaan sebagaimana dirumuskan oleh para founding fathers dan yang secara konstitusional juga telah diterima oleh seluruh rakyat, telah terwujud, maka dengan bercermin kepada rumusan Bung Karno dan Pembukaan UUD 1945 itu saja, rasanya sudah dapat segera disimpulkan bahwa perwujudan dari cita-cita tersebut masih jauh dari memuaskan. Dengan menggunakan metafora atau kiasan yang dipakai Bung Karno mengenai kemerdekaan sebagai “jembatan” menuju ke suatu masyarakat yang adil dan sempurna, di mana tidak ada kepapa-sengsaraan di kalangan rakyat jelata, maka kesimpulan kita ialah, rupanya kita masih tetap berada di atas “jembatan” itu saja, dan belum beranjak jauh. Kalaupun ada yang mungkin sudah berjalan jauh dan bahkan meninggalkan jembatan, jumlah mereka ini sangat kecil dibandingkan rakyat jelata yang masih ketinggalan di jembatan!
 
Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia kita itu “merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Benarkah negara yang telah kita bangun selama 62 tahun ini telah menjadi semakin menampakkan ciri-ciri tersebut? Atau yang terjadi justru sebaliknya?
 
Negara kita masih sering menjadi bulan-bulanan kemauan negara-negara lain, sehingga kemerdekaan dan kedaulatannya patut dipertanyakan; rakyat kita semakin rentan terhadap berbagai konflik yang menjurus ke perpecahan; keadilan merupakan barang yang sangat langka dan sering bahkan dijadikan komoditi yang diperjual-belikan; sedang kemakmuran hanya dinikmati oleh segolongan kecil warga masyarakat, itupun sering diperolehnya dengan jalan yang penuh kecurangan dan kelicikan.
 
Mengenai Pemerintah, Pembukaan UUD 1945 menggariskan tugasnya ialah untuk melindungi seluruh rayat dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini, memang ada sebagian rakyat yang mendapatkan perlindungan dari pemerintah, menikmati kesejahteraan yang diusahakan oleh pemerintah dan menjadi cerdas karena usaha-usaha pemerintah, namun masalahnya, mereka itu barulah merupakan sebagian kecil saja dari seluruh rakyat.
 
Jadi, pertanyaan serius yang harus kita ajukan sekarang ini ialah, bagaimana hasil dan buah kemerdekaan itu dapat benar-benar dirasakan dan dinikmati oleh sebanyak-banyak rakyat kita? Bukankah kita sudah merdeka? Dan melalui kemerdekaan itu bukankah telah banyak kemajuan yang kita capai, yang menunjukkan bahwa cita-cita kemerdekaan itu sudah terwujud?
 
Dalam berbagai hal, kehidupan kita sudah tidak ketinggalan lagi dari kehidupan di negara-negara kaya dan maju, bahkan mungkin ada yang melebihinya. Namun, masalahnya, semua itu barulah dan hanyalah berlaku bagi segelintir kecil dari keseluruhan rakyat kita. Dengan demikian, telah terjadi ketidak-merataan dalam menikmati hasil dan buah kemerdekaan itu, yang sering disebabkan oleh ketidak-adilan yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita.
 
Mengacu kepada Pancasila, yaitu dasar konstitusional negara kita, maka harus kita simpulkan bahwa tujuan kemerdekaan kita ternyata masih belum dapat terwujud dengan baik dan memuaskan. Misalnya mengenai pelaksanaan sila kelima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, ternyata masih jauh dari kenyataannya. Dalam hubungan ini, karena kelima sila dari Pancasila itu saling terkait satu sama lain, maka belum terwujudnya dengan baik sila kelima itu, juga menimbulkan persolan-persoalan bagi pelaksanaan sila-sila lainnya. Kecuali itu kita juga perlu mengakui dan menyadari, bahwa selain sila kelima, pelaksanaan dari masing-masing empat sila yang lain itu pun rupanya juga masih mengandung banyak persoalan dan kendala. Oleh sebab itu kita perlu mengupayakan agar pelaksanaan dari kelima sila perlu diperbaiki dan ditingkatkan.
 
Kalau kita menyebutkan Pancasila di sini, hal itu disebabkan karena secara konstitusional Pancasila adalah dasar negara kita, yang di atasnya, dan ke arah mana, negara kita itu harus diselenggarakan dan dibangun. Oleh sebab itu, Pancasila harus menjadi acuan dan tolok ukur bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara kita.
 
Kalau Pancasila diberi tempat dan peran sebagaimana mestinya, tidak mungkin timbul kesempatan dan peluang untuk menjadikan kemerdekaan yang telah kita perjuangkan bersama dengan banyak keringat dan darah itu hanya menjadi manfaat segolongan kecil rakyat kita saja.
 
Oleh sebab itu, marilah peringatan HUT Kemerdekaan ke-68 tahun ini kita jadikan momentum untuk memantapkan dan melaksanakan tujuan kemerdekaan kita, sebagaimana dirumuskan oleh para founding fathers dan dan dikukuhkan di dalam Pancasila. ***


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home