Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 00:00 WIB | Sabtu, 01 Februari 2014

Miskin Kok Bahagia?

Sabda Bahagia (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – ”Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat. 5:3). Apakah arti kalimat ini? Miskin kok bahagia? Dalam Alkitab BIMK (Bahasa Indonesia Masa Kini) tertera: ”Berbahagialah orang yang merasa tidak berdaya dan hanya bergantung pada Tuhan saja; mereka adalah anggota umat Allah.”  

Ada dua kata "miskin" dalam Perjanjian Baru Yunani yaitu : penês dan ptôkhos. Penês berarti penghasilan sehari habis buat sehari. Dengan kata lain, pendapatan sesuai UMR. Sedangkan ptôkhos berarti mereka yang hidup dari meminta sedekah.

Kelihatannya, kata ptôkhos yang digunakan Matius hendak menunjukkan makna spiritual setiap orang yang miskin rohani dan dengan kerendahan hati "meminta sedekah" agar kerajaan Allah ada dalam hati dan kehidupan mereka.

Sedangkan kata Ibrani untuk ”kaum miskin” adalah ani. Kata ini menunjuk kepada orang-orang miskin yang secara ekonomis dan politis sungguh tak punya harapan lagi. Orang-orang dalam situasi seperti itu hanya mungkin menggantungkan diri kepada Allah.

Orang ”yang miskin di hadapan Allah” disebut berbahagia karena mereka telah sampai pada kesadaran bahwa mereka tidak dapat lagi menggantungkan diri pada harta benda untuk meraih kebahagiaan sejati. Mereka mencari kebahagiaannya hanya kepada Tuhan saja.

Dalam Perjanjian Baru dalam Bahasa Indonesia Sederhana tertera: ”Beruntunglah kalian kalau merasa sangat memerlukan Tuhan. Kalian adalah umat Allah.” Itu berarti yang layak disebut umat Allah ialah setiap orang yang merasa sangat memerlukan Tuhan. Hanya kepada orang-orang yang semacam itulah, Allah memberikan kerajaan-Nya.

Kelihatannya, Sabda Bahagia hanya mengumandangkan kembali nubuat Mikha: ”Dan apakah yang dituntut Tuhan dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?” (Mi. 6:8).

Cuma tiga hal: adil, setia, dan rendah hati. Allah menuntut karena kita adalah milik-Nya. Ini bukan hal aneh, tetapi sungguh wajar. Yang nggak wajar ialah kala kita hidup semau-maunya. Hanya dengan inilah kita akan berbahagia karena telah memperlihatkan diri sebagai umat kepunyaan Allah.

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home