Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 14:49 WIB | Rabu, 17 September 2014

MK Perlu Percepat Putusan UU MD3

“Ada keinginan dari Dewan untuk mereformasi parlemen, agar bisa kuat, akuntabel, dan kedap korupsi. Inilah desain besar dari parlemen ke depan,” kata Benny K Harman ketua Pansus RUU Perubahan MD3 didampingi dua wakil ketua, Fakhri Hamzah (F-PKS) dan Ahmad Yani (F-PPP) dalam rapat kerja Pansus dengan pemerintah, Selasa 4 Maret 2014. (Foto: dpr.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pakar hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Johanes Tuba Helan menyatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) perlu mempercepat putusan gugatan tentang UU MD3, terutama yang berkaitan dengan mekanisme pemilihan pimpinan dewan.

"MK perlu segera memutuskan gugatan tentang RUU MD3 (Rancangan Undang Undang MPR, DPD, DPR, dan DPRD) ini sebelum 1 Oktober atau sebelum pelantikan anggota DPR, karena gugatan itu berkaitan erat dengan mekanisme pemilihan pimpinan DPR," kata Johanes Tuba Helan di Kupang, Rabu (17/9), terkait gugatan PDIP ke MK tentang UU MD3.

Menurut dia, apapun putusan MK, diharapkan dapat diterima oleh semua pihak, karena putusan MK bersifat final dan mengingat.

"PDI Perjuangan sebagai pemenang Pemilu Legislatif 2014 juga harus menerima kalau kemudian MK memutuskan bahwa mekanisme penentuan pimpinan DPR harus melalui pemilihan oleh seluruh anggota dewan," ucapnya.

Dia mengakui, revisi UU MD3 memang syarat kepentingan dan tidak terlepas dari fenonema politik pasca-Pilpres 9 Juli 2014.

Namun, harus disadari bahwa sesungguhnya mekanisme penetapan Ketua DPR dengan menggunakan acuan partai meraih suara terbanyak dalam pemilu legislatif adalah tidak demokratis.

Mantan Ketua Ombudsman Perwakilan NTT-NTB itu menambahkan, sejak awal, dirinya sudah mengeritik keras lahirnya UU MD3 lama, yang mengatur tentang mekanisme penetapan ketua dewan dari partai yang meraih suara terbanyak dalam pemilu legislatif.

Alasannya, karena UU MD3 yang memberi ruang bagi partai pemenang pemilu untuk menduduki posisi ketua dewan adalah tidak demokratis.

"Soal siapa jadi ketua dewan adalah hak seluruh anggota dewan untuk memilih. Jadi ketua dewan itu ditetapkan melalui suatu proses yang demokratis yaitu pemilihan, bukan langsung menunjuk," ujarnya.

Hanya saja, menurut dia, proses revisi UU MD3 ini tidak tepat waktu karena berkaitan erat dengan rivalitas dalam proses pemilu presiden dan wakil presiden 2014.

Apalagi, keputusan itu hanya diambil oleh para anggota dewan yang tergabung dalam koalisi Merah Putih, pendukung Prabowo-Hatta yang kalah dalam Pilpres 9 Juli 2014.

"Saya setuju dilakukan revisi, tetapi proses revisi yang dilakukan saat ini, syarat dengan kepentingan dari partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih," tutur Johanes Tuba Helan.

Dengan demikian, semua orang bisa berpandangan bahwa, proses revisi UU MD3 yang terkesan terburu-buru itu, dilakukan untuk membangun tirani politik parlemen, tukasnya. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home