Loading...
INDONESIA
Penulis: Prasasta Widiadi 07:48 WIB | Selasa, 03 Februari 2015

Nelayan Lokal Hanya Boleh Beroperasi di 12 Mil Wilayahnya

Para nelayan berdialog dengan jajaran eselon I, II, di Kementerian Kelautan Perikanan, Senin (2/2). (Foto: Prasasta Widiadi).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan bahwa para nelayan lokal sebaiknya mematuhi aturan melaut sejauh 12 mil dari garis pantai tempat awal dia berlayar.

“Mereka (nelayan) hanya boleh beroperasi di wilayah 12 mil mereka," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti saat bertemu dengan beberapa kepala daerah seperti Bupati Tulang Bawang (Provinsi Lampung), Bupati Pacitan (Provinsi Jawa Timur), Bupati Sumenep (Provinsi Jawa Timur), Bupati Kulon Progo (Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta), Gubernur Lampung, dan Gubernur Bangka Belitung di Gedung Mina Bahari I, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Senin (2/2).

Susi memberi contoh apabila ada seorang nelayan dari Jawa Tengah menangkap ikan hingga perairan Laut Cina Selatan dan terbiasa menggunakan alat tangkap yang tidak disetujui nelayan di sekitar Kalimantan Barat, maka Susi mengkhawatirkan akan terjadi konflik yang berkepanjangan antar nelayan.

Susi menginginkan nelayan bersatu padu, demi kelestarian menjaga ekosistem sumber daya kelautan dari tangan asing, bukannya saling berkelahi antar nelayan sendiri.

Selain menegaskan tentang 12 mil melaut, kementerian yang dipimpin Susi Pudjiastuti tersebut akan memberlakukan masa transisi bagi nelayan tradisional untuk mengganti alat tangkap ikan yang dilarang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015. Adapun alat tangkap ikan yang dilarang Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti adalah pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets).

"Tadi dalam keputusan rapat bersama dengan stakeholder ada permintaan masa transisi. Ya kita akan penuhi, nanti dikaji dua  bulankah atau tiga bulankah,” kata Susi.  

Pemberlakuan masa transisi, kata Susi, karena mempertimbangkan protes dari para nelayan di wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa, Lampung, Sibolga, dan Tapanuli Tengah. Selain itu, kebijakan ini juga memperhatikan beban biaya yang harus ditanggung nelayan untuk mengganti alat tangkapnya.

Pada Senin (2/2) pagi para Nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)  melakukan dialog dengan pejabat eselon I, II, III, dan IV Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengajak segenap pejabat dan Susi Pudjiastuti untuk melakukan pembuktian ilmiah apakah alat tangkap yang mereka gunakan seperti cantrang, dan trawl ramah lingkungan atau tidak.

Sebab sejak era-90an, menurut salah satu nelayan tidak ada keluhan dari organisasi pecinta lingkungan bahwa alat tangkap ikan yang mereka gunakan terindikasi merusak sumber daya laut.

Para nelayan tidak setuju dengan pelarangan tersebut karena mematikan mata pencaharian yang telah mereka geluti bertahun-tahun lamanya.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home