Obama: Islam di Indonesia Semakin Fundamentalis
CANBERRA, SATUHARAPAN.COM - Serangkaian wawancara yang dilakukan oleh majalah The Atlantic dengan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, telah mengungkap berbagai diskusi pribadi antara pemimpin negara Adidaya itu dengan Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull, termasuk perihal Indonesia.
Menurut Sydney Morning Herald, artikel yang disajikan berupa fitur sepanjang 20.000 kata tersebut juga didasarkan pada wawancara dengan mantan Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, dan Menteri Luar Negeri AS saat ini, John Kerry, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dan pemimpin dunia serta orang dalam Gedung Putih lainnya.
Sebagian dari rincian pembicaraan antara Obama dan Turnbull terjadi pada bulan November lalu dalam APEC Summit di Manila.
Obama, menurut The Atlantic, menjelaskan kepada Turnbull betapa dia melihat Indonesia secara bertahap berubah dari negara Islam yang longgar dan beragam, menjadi semakin fundamentalis, dengan interpretasi yang kaku serta semakin banyak perempuan yang memakai hijab.
"Mengapa," tanya Turnbull, "hal itu dapat terjadi," sebagaimana dikutip oleh Jeffrey Godlberg, penulis laporan itu.
Obama mengatakan kepada Turnbull bahwa Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya telah menyalurkan uang dan sejumlah besar imam dan guru ke Indonesia. Dan pada tahun 1990-an Saudi secara besar-besaran mendanai madrasah dan sekolah Wahabi, untuk mengajarkan Islam fundamentalis yang disukai oleh keluarga penguasa Saudi, menurut The Atlantic.
Obama menambahkan, Islam di Indonesia semakin lebih berorientasi ke Arab dibanding ketika ia masih berada di Indonesia.
"Bukankah Arab Saudi teman Anda," tanya Turnbull.
Obama tersenyum dan berkata: "Ini rumit."
Jeffrey Goldberg, yang masuk ke dalam lingkaran dekat Obama, mewawancarai dia pada beberapa kesempatan di Gedung Putih, Air Force One dan tempat-tempat lain selama bertahun-tahun untuk laporan di The Atlantic tersebut.
Laporan itu banyak memfokuskan diri pada keputusan Obama pada tahun 2013 untuk tidak membom Presiden Suriah, Bashar al-Asad setelah bukti-bukti menunjukkan bahwa Asad melewati batas garis merah yang ditetapkan Obama serta menggunakan senjata kimia terhadap rakyat Suriah.
Laporan itu juga juga membeberkan pandangan Obama tentang Tiongkok dan Asia Pasifik.
Menteri Pertahanan AS, Ashton Carter, berkata kepada Goldberg bahwa Obama tetap mempertahankan fokusnya pada Asia bahkan ketika konflik Suriah dan Timur Tengah lainnya tengah berkobar. Sebabnya, di mata Obama Asia "adalah bagian dari dunia konsekuensi terbesar bagi masa depan AS, dan tidak ada presiden yang dapat menutup mata terhadap hal ini."
Editor : Eben E. Siadari
Penasihat Senior Presiden Korsel Mengundurkan Diri Masal
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Para penasihat senior Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, termasuk kepala...