Loading...
BUDAYA
Penulis: Sotyati 09:00 WIB | Senin, 04 April 2016

Pameran Budaya “Baduy Kembali”

Ilustrasi: Warga Baduy Dalam (ikat kepala putih) dan Baduy Luar (ikat kepala biru). (Foto: antaranews.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Bentara Budaya Jakarta bekerja sama dengan Kompas.com menggelar pameran “Baduy Kembali”, tanggal 7 – 10 April, pukul 10.00 – pukul 18.00.

Pameran Baduy Kembali digelar untuk menggugah kembali masyarakat Baduy sendiri, maupun masyarakat pada umumnya, untuk mendorong upaya pelestarian budaya sehingga Baduy sebagai masyarakat adat subetnis Sunda tidak kehilangan jatidirinya, tidak menjauh dari akarnya, namun menjadi masyarakat adat yang berpegang teguh pada budaya tradisi tetapi tetap bisa eksis di tengah perkembangan dunia modern.

Peresmian pameran dimeriahkan Konser “Membaca Baduy“ bersama Jodhi Yudono dan Tlaga Swarna.

Melengkapi pameran, juga diadakan diskusi, peragaan busana khas Baduy oleh Komunitas Cinta Berkain (KCB), serta penjualan barang-barang kerajinan khas Baduy.

Diskusi “Baduy Dulu dan Kini“, yang menghadirkan narasumber Dr Imam B Prasodjo, sosiolog FISIP UI, dan Dr R Cecep Eka Permana SS Msi, arkeolog-antropolog dari Fakultas Ilmu Budaya UI, dengan moderator Pepih Nugraha , wartawan senior Harian Kompas dan COO Kompasiana, diadakan Jumat, 8 April.

Memegang Teguh Tradisi

Baduy, seperti dikutip dari bentarabudaya.com,  adalah salah satu kelompok masyarakat adat subetnis Sunda yang termasuk masih kuat mempertahankan tradisi.

Masyakarat Baduy, atau yang biasa disebut Urang Kanekes atau Orang Kanekes, bermukim di kaki Pegunungan Kendeng, Kecamatan Leuwidar, Kabupaten Lebak Rangkasbitung, Banten, sekitar 40 km dari Kota Rangkasbitung.  Berdasarkan data yang ada, masyarakatnya saat ini berjumlah 5.000 hingga 8.000 orang, terdiri atas masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar.

Baduy Dalam termasuk kelompok yang masih sangat memegang teguh adat istiadat, seperti masih menerapkan isolasi dari dunia luar, tabu untuk difoto, tidak menggunakan peralatan elektronik dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan Baduy Luar lebih luwes dengan aturan seperti memperbolehkan masyarakatnya menggunakan peralatan modern, bahkan boleh berkendara bila ingin pergi ke kota. Perubahan budaya karena derasnya modernisasi, terkadang dirasa menghilangkan kekhasan dan kesakralan suatu budaya.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home