Loading...
DUNIA
Penulis: Eben E. Siadari 20:19 WIB | Rabu, 02 November 2016

Paus: Sampai Kapan pun Perempuan Tak Boleh Jadi Pastor

Suasana misa bersama peringatan Reformasi Gereja 1517 di sebuah katedral di Lund, Swedia. Paus Fransiskus hadir pada misa ini. (Foto: oikoumene.org)

ROMA, SATUHARAPAN.COM - Sebuah pernyataan yang mungkin bagi sebagian kalangan mengejutkan, datang dari Paus Fransiskus. Dia mengatakan sampai kapan pun perempuan tidak boleh jadi imam katolik, yang oleh sementara kalangan bisa dianggap suatu sikap mundur dari pendiriannya yang selama ini dianggap moderat.

Pernyataan Paus yang mengejutkan itu dia sampaikan menjawab desakan seorang wartawan perempuan dari Swedia, dalam jumpa pers di atas pesawat kepausan. Dalam jawabannya, ia mengatakan bahwa larangan terhadap perempuan untuk menjadi pastor adalah selama-lamanya.

"Santo Paus Yohanes Paulus II memiliki perkataan yang jelas tentang hal ini dan itu berlaku, tetap berlaku," kata Fransiskus, mengacu pada dokumen tahun 1994 yang menyatakan bahwa perempuan tidak akan pernah diperbolehkan bergabung sebagai imam.

Lalu wartawan Swedia itu bertanya, "Tapi apakah untuk selamanya? Dan tidak akan pernah?"

Fransiskus yang dalam perjalanan dari Roma menuju Swedia menjawab, "Jika kita membaca dengan seksama pernyataan Santo Yohanes Paulus II, itu akan ke arah itu."

Paus melanjutkan dengan mengatakan bahwa perempuan melakukan "banyak hal lain yang lebih baik daripada pria", dan menekankan apa yang dia sebut sebagai "dimensi feminin gereja".

"Orang-orang bertanya kepada saya: 'Siapakah yang lebih penting dalam teologi atau dalam spiritualitas gereja, para rasul atau Maria, pada hari Pentakosta.' Jawabnya adalah Maria," kata dia, sebagaimana dilaporkan oleh The Guardian.

Tapi pujian Paus kepada  perempuan itu tampaknya hanya sedikit saja akan dapat menghibur umat Katolik feminis yang ingin agar perempuan memiliki peran yang lebih luas di gereja, termasuk untuk ditahbiskan sebagai pastor.

Gereja selalu menanggapi kritik terhadap larangan terhadap perempuan untuk jadi imam dengan menunjukkan bahwa Yesus hanya memilih pria sebagai rasul-Nya. Sementara para pendukung perubahan berpendapat, bahwa gereja sedang menghadapi kekurangan imam.

Awal tahun ini Fransiskus terkesan akan membuka kemungkinan bahwa perempuan mungkin menjadi diaken yang ditahbiskan, ketika ia melakukan studi tentang peran diaken perempuan di gereja mula-mula. Itu sebabnya pernyataannya yang terakhir ini mengecewakan sementara kalangan.

Perempuan telah dilarang menjadi imam selama berabad-abad di Gereja Katolik. Berdasarkan aturan saat ini, diaken yang ditahbiskan adalah laki-laki. Walau mereka tidak bisa memimpin misa, mereka diizinkan untuk berkhotbah dan melakukan beberapa upacara, termasuk pembaptisan,  dan pemakaman.

Pernyataan Paus datang sehari setelah ia menandatangani deklarasi bersama dengan organisasi gereja Lutheran, yang memperingati Reformasi dan menyatakan bahwa dua tradisi Kristen memiliki lebih banyak kesamaan daripada perbedaan. Ketika ia mendarat di Swedia, Fransiskus disambut oleh Pemimpin Gereja Lutheran Swedia, Antje Jackelén, yang adalah perempuan.

Isu ketidaksetaraan perempuan dalam gereja Katolik tetap menjadi topik panas di kalangan aktivis. Pada pertemuan baru-baru ini, perwakilan dari gerakan imam Katolik dan organisasi awam internasional menyerukan reformasi pada sejumlah isu, termasuk kesetaraan bagi perempuan dan hak-hak LGBT.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home