Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 03:35 WIB | Minggu, 21 Juni 2015

Pemda Aceh Bantu Pengungsi Rohingya Diapresisi

Juru Bicara SUAKA (Jaringan Kerja Masyarakat Sipil Indonesia untuk Perlindungan Hak Pengungsi) Febi Yonesta. (Foto: Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Juru bicara SUAKA (Jaringan Kerja Masyarakat Sipil Indonesia Untuk Perlindungan Hak Pengungsi) Febi Yonesta mengatakan sejak minggu (10/5) para pengungsi Rohingya berdatangan dalam jumlah cukup signifikan ke perairan Indonesia

Febi mengapresiasi pemerintah Daerah Nangroe Aceh Darussalam dan nelayan tradisional Aceh dalam membantu kapal-kapal pengungsi Rohingya

"Menurut data yang dapat kami himpun, jumlah pengungsi Rohingya yang ada di Aceh berjumlah lebih dari 1.000 orang. Tentunya langkah yang diambil oleh Pemerintah Daerah Nangroe Aceh Darussalam dan nelayan tradisional Aceh dalam membantu kapal-kapal pengungsi, patut untuk dihargai setinggi-tingginya," kata Febi di Kantor Wahid Institute  Jakarta Pusat, Sabtu (20/6) malam.

Menurutnya permasalahan yang dihadapi pengungsi Rohingya yang ada di Indonesia juga merupakan permasalahan yang dihadapi ribuan pengungsi dari berbagai negara lainnya. Per Juni 2015 saja, UNHCR mencatat ada sekitar 13.000 orang pencari suaka dan pengungsi di Indonesia.

"Cukup besarnya angka pengungsi yang ada di Indonesia tidak diimbangi dengan perangkat hukum yang spesifik untuk mengatur penanganan, perlindungan serta hak dan kewajiban mereka," kata dia.

Untuk itu, kata Febi beberapa peraturan perundang-undangan mengatur mengenai penyelundupan manusia dan perdagangan manusia yang meletakan pencari suaka dan pengungsi sebagai illegal migrant, namun sudut pandang ini tidak tepat, mengingat pada hakikatnya mereka adalah korban dari pelanggaran hak asasi manusia.

"Keberadaan para pengungsi di Indonesia yang masih dipandang sebatas sebagai ‘imigran ilegal’ membuat mereka tidak dapat memiliki akses atas kehidupan yang layak. Hak untuk mencari dan mendapatkan kerja serta akses untuk pendidikan dapat dianggap menjadi permasalahan utama mereka di Indonesia," kata dia.

Dengan demikian lanjut Febi  tidak adanya mata pencaharian, kelangsungan hidup dalam pemenuhan kebutuhan pokok menjadi kekhawatiran mereka setiap hari selama berada di Indonesia. Begitu juga pendidikan terutama bagi anak-anak di usia sekolah.

"Mendorong pemerintah Indonesia untuk segera membentuk kerangka hukum untuk menangani masalah pengungsi dan pencari suaka, baik melalui aksesi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967, maupun dengan menerbitkan Peraturan Presiden, penanganan masalah dengan menekankan pada aspek hak asasi manusia, agar terdapat jalan keluar yang lebih bersifat jangka panjang dan sistematis," kata dia.

Untuk itu, Suaka mendesak ASEAN untuk segera mengambil langkah konkret dalam upaya menghentikan segala bentuk diskriminasi, persekusi, dan penyebaran kebencian terhadap kelompok minoritas Rohingya di Myanmar, yang menjadi penyebab terjadinya arus pengungsian mereka ke luar negaranya.

"Menyerukan pemberlakuan non-diskriminasi dan hak asasi manusia bagi seluruh pencari suaka dan pengungsi yang ada di Indonesia, termasuk Rohingya," kata dia.

Suaka juga menyerukan kepada berbagai pihak untuk tidak menyempitkan persoalan pengungsi Rohingya sebagai masalah antaragama.

"Persoalan Rohingya adalah persoalan kemanusiaan yang harus menjadi tanggung jawab bersama seluruh bangsa," katanya.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home