Loading...
EKONOMI
Penulis: Bayu Probo 17:38 WIB | Rabu, 21 Agustus 2013

Pemerintah akan Mengeluarkan Kebijakan untuk Menahan Penurunan Ekonomi

Presiden SBY berbincang dengan anggota kabinet setelah rapat terbatas membahas kondisi pasar uang dan pasar saham hari ini (Foto. www.setkab.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN – Sore ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika di pasar uang masih tertekan, Rp 10.723/US$. Melorot Rp 219. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik tipis 60,68 poin menjadi 4237,54.

Pada penutupan perdagangan (21/8), Bursa Efek Indonesia mengumumkan  nilai indeks harga saham gabungan sebesar 4237,54 naik 1,43% dari kemarin 4174,98  .

Kenaikan IHSG salah satunya didorong oleh kenaikan harga-harga saham industri dasar dan kimia. Sektor ini naik 19.0 poin. PT Semen Indonesia, Holcim, dan Indocement mencatatkan kenaikan dan frekuensi perdagangan yang baik.

Tetapi sektor terbesar yang mengalami kenaikan adalah Konsumsi, sebesar  24,31 poin. Sedangkan, bidang infrastruktur naik 21,51 poin. Sebaliknya, sektor keuangan turun 0,4 poin.

Menghadapi kondisi ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan bahwa pemerintah akan mengeluarkan kebijakan pengelolaan perekonomian Indonesia. Ini adalah upaya mengatasi situasi perekonomian yang sedang mengalami tekanan karena situasi global.

Menurut rencana, paket kebijakan itu akan dibarengi dengan tindakan pemerintah. Tujuan utamanya adalah menjaga stabilitas keuangan dan pertumbuhan ekonomi agar tidak menurun tajam. Paket kebijakan, kata Presiden SBY, juga untuk mencegah berlanjutnya inflasi.

Presiden SBY terus memonitor dan mengikuti pergerakan nilai tukar rupiah dan IHSG yang merosot beberapa hari terakhir. Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Prof. Firmanzah, Ph.D. mengemukakan, Presiden juga memahami dan mengetahui bahwa ini fenomena global dan regional, yaitu rencana Bank Sentral Amerika Serikat untuk mengurangi stimulus moneter berdampak pada naiknya risiko likuiditas dunia.

Walaupun pemerintah berpendapat kondisi ini disebabkan fenomena global dan regional yang kurang menguntungkan, seorang pengamat dari Universitas Indonesia, kepada satuharapan.com berpendapat lain.

Ia berkata, “Akarnya adalah persoalan subsidi BBM dan lambannya menaikkan harga BBM. Harga BBM dinaikkan ketika sudah tidak ada pilihan lain. Akibatnya, defisit perdagangan, sejak tahun lalu, membengkak. Current account juga defisit.”

“Masih terkait dengan minyak, pengelolaannya parah. Puluhan tahun tidak membangun kilang, akibatnya kita kehilangan kesempatan untuk memproduksi kondensat yang adalah bahan baku utama industri petrokimia dan industri petrokimia,” ia melanjutkan penjelasannya.

“Akibatnya industri manufaktur kita terseok-seok dan daya saingnya tergerus. Sejak 2008 transaksi ekspor impor produk manufaktur mengalami defisit. Ditambah dengan defisit pangan dan defisit migas, kita mengalami triple deficit,” katanya.  (idx.co.id/  bi.go.id/ setkab.go.id)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home