Loading...
SAINS
Penulis: Francisca Christy Rosana 09:06 WIB | Jumat, 12 Desember 2014

“Pemerintah Harus Lindungi Korban Senyap HAM!”

Ilustrasi korban senyap pelanggaran hak asasi manusia (HAM). (Foto: oneeyeland.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Pengendalian Tembakau mendesak pemerintah memperjuangkan perlindungan terhadap korban senyap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) akibat tidak terkendalinya industri rokok di tanah air.

Menurut rilis yang diterima satuharapan.com, saat ini terdapat 120 juta perokok pasif yang sedang terancam hak atas kesehatannya. Kalangan perokok pasif mayoritas ialah perempuan dan anak-anak.

Dari data yang diperoleh Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Pengendalian Tembakau, setiap tahun terdapat 235.000 orang meninggal dunia akibat konsumsi rokok. Sementara itu sekitar 25.000 orang meninggal sebagai perokok pasif.

Korban Industri Rokok

Selain perokok pasif, korban senyap lainnya adalah para pekerja industri rokok, seperti buruh dan petani tembakau.

Baru-baru ini, industri rokok telah merumahkan ribuan buruh industri rokok di sentra-sentra industri rokok. Situasi ini terjadi karena industri rokok melakukan mekanisasi produksi tembakau. Hal ini mengakibatkan ribuan buruh kehilangan pekerjaan.

“Celakanya, kita tidak melihat adanya upaya pemerintah mengatasi hal ini,” ujar Sudibyo Markus, Lembaga Hubungan Luar Negeri PP Muhammadiyah di Jakarta (10/12). 

Relaitas yang mencengangkan menurut Sudibyo, petani tembakau  tidak pernah sungguh-sungguh sejahtera meski angka produksi dan konsumsi rokok meningkat pesat.

 “Menurut rilis terbaru majalah Forbes, orang terkaya nomor satu dan dua di Indonesia adalah pemilik industri rokok. Ironisnya, petani tembakau tetap menjadi kelompok paling rentan dalam tata niaga tembakau yang tak meningkat kesejahteraannya,” ujar Sudibyo.  

Untuk itu, masih dalam rangka peringatan hari HAM internasional, Sudibyo bersama koalisi ingin menyuarakan korban-korban dari industri rokok yang selama ini diam, sementara jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun.

“Patut disayangkan, sampai saat ini Indonesia tidak memiliki aturan hukum yang kuat dan komprehensif untuk melindungi para korban yang senyap dari paparan produk tembakau khususnya rokok dan asap rokok di Indonesia,” kata Deni WK, Sekjen Koalisi NGO Indonesia untuk Pengendalian Tembakau.

Rekomendasi Komite Ekosob

Konvensi International tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1966 mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai dalam kesehatan fisik dan mentalnya.

Sementara itu, pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Kovenan Internasional Ekosob melalui UU Nomor 11 Tahun 2005.

Untuk itu, pemerintah wajib mematuhi setiap ketentuan yang ada dalam kovenan tersebut dan menaati rekomendasi Komite Ekosob yang menjadi pengawas kovenan tersebut.

“Komite Ekosob dalam sidang ke-40 pada 23 Mei 2014 mendorong Pemerintah Indonesia untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Sebagai negara pihak pada Komite Ekosob, Pemerintah Indonesia seharusnya mulai merumuskan dan mengambil langkah-langkah untuk menjalankan rekomendasi Komite Ekosob tersebut,” kata Rafendi Djamin, Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG).

FCTC merupakan instrumen perjanjian internasional yang dikeluarkan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO).

Instrumen ini bertujuan mengendalikan produksi dan konsumsi tembakau yang dimaksudkan untuk melindungi generasi dari konsumsi tembakau dan paparan asap rokok.

FCTC sudah ditandatangan atau diratifikasi oleh hampir seluruh negara di dunia, uakni sebanyak 198 negara.

Sementara itu, Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Pasifik bersama 6 negara di dunia yang belum merativikasi FCTC.  

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home