Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 18:06 WIB | Kamis, 15 Januari 2015

Pengamat Ibaratkan KPK Seperti Tuhan

Pemimpin KPK. (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf mempertanyakan inkonsistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sama sekali tidak pernah menyentuh putra mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) meski sudah kerap disebut-sebut dalam berbagai kasus korupsi oleh beberapa saksi dalam beberapa persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

“Meski ada keterangan saksi di persidangan, KPK tidak pernah sekalipun memanggil dan memeriksa Ibas. Sebaliknya, KPK langsung menetapkan Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Budi Gunawan sebagai tersangka, meski belum pernah memeriksa dan memanggilnya, KPK langsung menetapkan jadi tersangka," kata Asep dalam siaran pers yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, Kamis (15/1).

“Hal ini seakan menunjukkan KPK menjadi penentu seseorang itu baik atau jahat. Ini berbahaya, KPK sudah mengambil alih peran Tuhan,” dia menambahkan.

Menurut dia, KPK bisa menjegal atau melindingui siapapu. KPK juga bisa membuat seseorang bak monster yang menakutkan, tapi bisa membuat seseorang seperti malaikat yang tidak punya salah. Inkonsistensi sikap KPK inilah yang menurut saya membahayakan proses penegakan hukum di Indonesia.

Dia mempertanyakan waktu penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka. Kata Asep, bila benar Budi Gunawan memiliki rekening gendut, mengapa KPK tidak langsung menetapkannya jadi tersangka ketika kasus ini mencuat dan Budi Gunawan masih berpangkat brigadir jenderal, bukan ketika yang bersangkutan akan diangkat menjadi jenderal.

“Aneh kan kok baru ketika Budi Gunawan mau menjadi jenderal mereka ributkan? Dan kenapa hanya Budi Gunawan yang ditetapkan menjadi tersangka? Padahal, perwira polisi yang memiliki rekening gendut bukan hanya Budi Gunawan, tapi ada beberapa nama lainnya. Mengapa mereka tidak ditetapkan juga menjadi tersangka? Apa menunggu mereka jadi calon kapolri baru ditetapkan lagi jadi tersangka?” Asep mempertanyakan.

Proses penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus suap oleh KPK jelang pengangkatan mantan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Bali itu sebagai Kapolri, kata dia, juga aneh. KPK tidak seharusnya takut dengan siapapun termasuk dengan Kapolri, sehingga KPK tidak perlu terburu-buru menjadikan Budi Gunawan menjadi tersangka.

KPK menurutnya dibentuk salah satunya dengan tujuan untuk memberantas korupsi termasuk di lingkungan Polri, kalau untuk proses itu, KPK memang perlu menjadikan seorang kapolri menjadi tersangka, maka KPK tidak harus takut.

“Memangnya kalau Budi Gunawan jadi kapolri, KPK tidak berani menetapkannya jadi tersangka kalau buktinya cukup? Atau kalau Budi Gunawan masih brigadier jenderal, KPK tidak perlu serius menanggapi rekening gendut yang dimilikinya?,” ujar dia.

Hal ini menurutnya menunjukkan KPK tidak bisa dipercayai dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebab, bila dengan Kapolri saja takut, bagaimana dengan pejabat berpangkat lebih tinggi.

“Mungkin ini menjadikan kasus yang menyangkut pejabat tinggi negara tidak pernah tuntas,” tutur dia.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home