Loading...
ANALISIS
Penulis: Mohamad Guntur Romli 00:00 WIB | Senin, 09 Mei 2016

Pengungsi Suriah Sebagai “Kartu Truf” Politik Erdogan

Nasib pengungsi Suriah sangat ditentukan kebijakan Turki. Dan Erdogan menjadikannya "kartu truf" untuk menghadapi Eropa?

 

Satuharapan.com - Jutaan pengungsi Suriah tidak hanya menjadi isu kemanusiaan, juga isu politik. Misalnya Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan yang menjadikan pengungsi Suriah sebagai “kartu truf” melawan Uni Eropa untuk menyukseskan agenda politiknya.  Bagaimana Erdogan menjadikan pengungsi Suriah sebagai “kartu truf”nya?

 

Sebelum membahas ini, kita perlu tahu sikap Erdogan terhadap konflik di Suriah. Erdogan sangat menginginkan jatuhnya rejim Assad di Suriah. Opsi ini sesuai dengan keinginan Negara-negara Arab Teluk yang didukung Amerika Serikat dan juga negara-negara Eropa. Pihak yang menentang opsi ini adalah Iran dengan milisi Hizbullah-Libanon yang  ikut bertempur di Suriah dan didukung oleh Rusia. Di Dewan Keamanan (DK) PBB ini, Rusia yang siap memveto setiap resolusi DK PBB yang akan menjatuhkan sanksi militer pada rejim Assad.

 

Dalam konflik Suriah, Erdogan mengkhawatirkan kuatnya milisi kelompok bangsa Kurdi yang melawan ISIS. Di sinilah sikap ambivalen Erdogan yang sering disebut dia tidak “clear” dan cenderung bermain di banyak kaki. Erdogan mengaku anti ISIS, tapi, penyelundupan minyak yang dilakukan ISIS justeru di perbatasan Turki. Banyak pihak yang lebih yakin, Erdogan lebih takut pada milis Kurdi yang menjadi lawan ISIS daripada ISIS itu sendiri. Milisi Kurdi lebih mengancam Turki, karena sampai sekarang pun Partai Pekerja Kurdi (PKK) tetap dilarang di Turki. Abdullah Ojalan, Pemimpin PKK mendekam dalam penjara Turki setelah divonis hokum mati, namun karena intervensi Uni Eropa, Turki mengubah hukuman jadi penjara seumur hidup. Maka, kerjasama dengan ISIS untuk memperlemah milisi Kurdi merupakan “aliansi kotor” yang lebih masuk akal yang akan dilakukan oleh Erdogan.

 

Turki, termasuk di bawah kepemimpinan Erdogan—adalah negara yang sangat ingin bergabung dengan Uni Eropa, bahkan rela “mengemis” bertahun-tahun. Tidak penting siapa penguasanya, baik yang nasionalis, yang sekuler, hingga yang rada islamis seperti Erdogan pun tetap memohon-mohon agar Turki diterima sebagai anggota Uni-Eropa. Naiknya Erdogan sebagai Perdana Menteri Turki (2003) dan menangnya AKP (2002) yang dianggap sebagai bangkitnya kelompok “islamis” di Turki menjadi “batu sandungan” untuk perundingan Turki-Uni Eropa. Selama ini Erdogan menuduh pemimpin Uni Eropa cuek, sombong dan jual mahal untuk isu masuknya Turki sebagai anggota Uni Eropa.

 

Kini, Erdogan bisa menekan Uni Eropa, khususnya Jerman, negara yang selama ini paling keras menolak proposal Turki masuk Uni Eropa. Erdogan menggunakan pengungsi Suriah sebagai “kartu truf”. Sejak lama, Erdogan memakai pengungsi Suriah sebagai isu politiknya. Erdogan mengancam akan menjadikan pengungsi Suriah sebagai tsunami yang akan menghantam Eropa apabila tidak memberikan bantuan kemanusiaan  dan dimulainya perundingan keanggotaan Turki di Uni Eropa.

 

Erdogan mengaku bahwa Turki adalah negara yang paling banyak menerima pengungsi Suriah dan telah mengeluarkan dana kemanusiaan (lebih 2 juta pengungsi Suriah di Turki). Sebenarnya tidak hanya Turki, negara sekecil Libanon dan Yordania pun banyak menampung pengungsi Suriah, tapi tidak menjadikannya sebagai kartu politik. Ada 3 juta orang pengungsi Suriah tinggal di Libanon dan Yordania.

 

Namun, apakah tepat Erdogan melancarkan kemarahan ke Uni Eropa, padahal negara-negara ini satu posisi dalam sikap terhadap rejim Assad? Harusnya kemarahan Erdogan ini diarahkan pada Rusia yang sangat setia melindungi rejim Assad. Kenyataanya, Erdogan menggunakan pengungsi Suriah sebagai “kartu truf” untuk menundukkan Uni Eropa demi memenangkan agenda politiknya. Negara-negara Eropa memang dalam kekhawatiran, karena bayangan jutaan pengungsi Suriah akan membanjiri benua Eropa, setelah sebelumnya jutaan orang pengungsi telah diterima di Jerman (500 ribu orang), Yunani (500 ribu orang), Macedoa (400 ribu orang), Serbia (300 ribu orang) dan lain-lainnya.

 

Erdogan masih menolak kerjasama dengan Uni Eropa untuk membangun lebih banyak kamp pengungsi karena menurutnya bantuan 1 milyar Euro terlalu kecil, yang kemudian dinaikkan jadi 3 milyar Euro untuk penanggulangan krisis pengungsi. Erdogan meminta 6 milyar Euro untuk dana kemanusiaan pengungsi Suriah di Turki.

 

Selain itu Erdogan menuntut syarat tambahan kepada Uni Eropa, berupa kerjasama lebih luas dalam melawan terorisme ISIS dan kelompok separatis Kurdi di Irak dan Suriah. Yang lebih penting lagi dan tidak bisa ditawar-tawar Erdogan menekan Eropa agar memberikan bebas visa kepada warga Turki yang akan memasuki Uni Eropa dan digelarnya kembali perundingan keanggotaan Turki dalam Uni Eropa yang menemui jalan buntu dalam dekade terakhir.

 

Pengungsi Suriah adalah isu kemanusiaan, tapi bagi Erdogan bisa dijadikan “kartu truf”untuk menundukkan Uni Eropa.

 

Penulis adalah Kurator Diskusi di Komunitas  Salihara.

 

Editor : Trisno S Sutanto


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home