Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 14:14 WIB | Kamis, 17 September 2015

Pertanyaan Moral untuk DPR RI

SATUHARAPAN.COM – Ada dua berita yang muncul berbarengan belakangan ini dan mengundang banyak pembicaraan, karena menampilkan ironi yang menyakitkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berita pertama, Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI mengusulkan kenaikan tunjangan sebesar 1,7 triliun untuk tahun anggaran 2016 dengan alasan kenaikan kebutuhan. Dan berita ini disusul usulan gaji presiden dan wakil presiden juga dinaikkan.

Berita yang kedua, pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa jumlah orang miskin di Indonesia  meningkat 11,22 persen menjadi 28,59 juta orang dari 27,73 juta pada tahun 2014. Faktor yang menyebabkan antara lain dicabutnya subsidi bahan bakar minyak, dan menurunnya nilai rupiah.

Dalam ususlan itu termasuk tunjangan kehormatan kehormatan untuk anggota DPR.Usulan kenaikan menjadi sebesar Rp 31.200.000 per anggota, namun yang disetujui sebesar 18.720.000 rupiah. Apakah ini terkait sebutan ‘’anggota Dewan yang terhormat’’ pada mereka, atau memang kehormatannya terukur berdasarkan nilai rupiah?

Ini berita yang menyakitkan, karena sumber dana APBN adalah pajak yang bersumber dari rakyat, dan itu termasuk dari 28,59 juta rakyat yang hidup miskin itu.

Ukuran Kinerja

Ada banyak analisis dari berbagai pihak yang intinya menyebutkan bahwa kenaikan tunjangan pada anggota Dewan sebagai tidak pantas, tidak memiliki argumentasi yang tepat dan kuat. Misalnya, tunjangan itu sejauh ini tidak mencerminkan efektivitas kinerja anggota Dewan dalam kaitan sebagai resonansi suara rakyat.  

Selain itu, dilihat dari kinerja Dewan periode ini yang telah berjalan hampir setahun, tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Sebagai lembaga pengawas, banyak kinerja eksekutif yang di berbagai tingkatan yang luput dari pengawasan Dewan. Korupsi, yang muncul antara lain akibat lemahnya pengawasan, ternyata masih marak, bahkan melibatkan anggota Dewan sendiri.

Sebagai lembaga legislatif yang bertanggung jawab dalam menghasilkan produk hukum, dalam setahun ini hanya ada beberapa UU yang dihasilkan. Itu pun UU yang diamanatkan segera karena sebelumnya berupa Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) yang semuanya disiapkan oleh pemerintah.

Agenda Prolegnas (Program Legislasi Nasional) sampai sekarang tidak menunjukkan hasil yang siginfikan dalam setahun ini. Sebagai lembaga legislatif, kinerja setahun ini sangatlah rendah, apalagi pada awal periode penuh dengan konflik yang naif.

Maka usulan itu pantas dipertanyakan: adalah kenaikan tunjangan itu mempunyai dasar yang benar secara menejemen, dan dengan ukuran kinerja?

Pertanyaan Moral

Namun demikian, masalah ini, sebagaimana banyak hal yang dikritisi terhadap lembaga legislatif ini, sebenarnya merupakan pertanyaan moral. Terutama ketika jumlah rakyat yang miskin meningkat, karena beban ekonomi, lembaga legislatif yang kinerjanya buruk ini menuntut kenaikan tunjangan.

Bahkan kenaikan untuk tunjangan kehormatan? Jadi, kehormatan seperti apa yang pantas disematkan untuk anggota dan pimpinan lembaga ini sekarang dengan usulan yang naif ini?

Ini adalah pertanyaan moral dan etis. Bahkan menyentuh aspek esensial lembaga ini: tentang wajah DPR dan wajah rakyat yang diwakili, kepentingan yang merepresentasi kepentingan rakyat. Dan pertanyaan moral adalah hal yang paling memalukan bagi politisi yang berpegang pada etika dan prinsip.

Karena sebagian besar merupakan pertanyaan moral, hanya jawaban yang dibenarkan secara  moral pula yang dibutuhkan. Dan pertanyaan seperti ini, sebagai sebuah peringatan, telah ditujukan secara tajam kepada DPR RI periode ini.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home