Loading...
FOTO
Penulis: Dedy Istanto 06:37 WIB | Rabu, 02 Maret 2016

Perupa Pasar Baru masih Bertahan Meski Ditinggal Zaman

Perupa Pasar Baru masih Bertahan Meski Ditinggal Zaman
Suwito atau akrab disapa Wito Ketua Kelompok Pelukis dan Penulis Indah (KPPI) saat berdiri diantara karya-karya lukisnya yang terpasang di kios bersama rekan-rekannya di Jalan Gedung Kesenian Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (1/3) yang sampai saat ini masih bertahan. Kawasan para seniman seni rupa yang berdiri sejak tahun 1999 sampai sekarang tetap ada meski ditinggal zaman dengan harapan dibuat khusus ruang atau wadah bagi para seniman seni rupa untuk mengembangkan karya dan usahanya. (Foto-foto: Dedy Istanto).
Perupa Pasar Baru masih Bertahan Meski Ditinggal Zaman
Seorang warga melintas di trotoar jalan diantara karya-karya lukis dari para seniman yang tergabung dalam KPPI di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat yang sampai saat ini masih bertahan.
Perupa Pasar Baru masih Bertahan Meski Ditinggal Zaman
Salah satu seniman seni rupa tampak serius saat membuat karya yang dipesan oleh pelanggan disalah satu kios di kawasan Pasar Baru yang sampai saat ini masih tetap bertahan meski ditinggal zaman.
Perupa Pasar Baru masih Bertahan Meski Ditinggal Zaman
Salah satu seniman saat beristirahat mengisi waktu luang di kiosnya yang hanya berukuran sekitar 1 meter yang sampai saat ini belum ada sentuhan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Perupa Pasar Baru masih Bertahan Meski Ditinggal Zaman
Karya-karya lukis para seniman KPPI yang berada di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat yang sampai saat ini masih tetap bertahan meski zaman sudah masuk dalam era digitalisasi.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Beralaskan trotoar jalan dan bilik seadanya para seniman dari Kelompok Pelukis dan Penulis Indah (KPPI) Pasar Baru, Jakarta Pusat menjajakan hasil karya-karya seni rupa yang kini masih bertahan meski ditinggal zaman.

“Awalnya Pasar Baru itu tumbuh secara alamiah, berawal dari tulisan indah pada era tahun 1980 dan 1990 dari para pejabat membuat kartu ucapan itu semua dipesan dari sini,” ujar Suwito (48) atau akrab disapa Wito yang merupakan Ketua dari paguyuban KPPI saat ditemui satuharapan.com.

Wito menambahkan setelah era digital masuk mulai dari pager, radio panggil, dan handphone, orang-orang sudah memilih yang praktis dan kini mulai meninggalkan tulisan indah. Paguyuban KPPI ada sejak tahun 1999 setelah direlokasi oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada jaman Sutiyoso menjabat sebagai Gubernur yang sebelumnya berjualan di pinggiran kawasan Pasar Baru saja. “Tahun 1998 kota Jakarta lumpuh total akibat kerusuhan, termasuk industri pariwisatanya, akhirnya pemerintah daerah melalui Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mencanangkan kebangkitan citra pariwisata salah satunya dengan melibatkan para seniman pelukis Pasar Baru, dan alhamdulillah sedikit demi sedikit berjalan, terbukti tamu-tamu saya yang datang sekarang dari para turis luar negeri,” ujarnya.

Belum lama kawasan ini juga dijadikan sebagai salah satu destinasi pariwisata oleh Wali Kota Jakarta Pusat, tapi sayang “saya mohon maaf, saya hanya mengkritik yang membuat kebijakan pengadaan bus tingkat pariwisata yang katanya untuk tujuan wisata, tapi di kawasan ini tidak disediakan halte bus tingkat, harusnya disiapkan infrastrukturnya dulu, bagaimana orang mau datang melihat ke kawasan ini,” katanya.

Wito berharap disediakan lebih banyak lagi ruang para seniman seni rupa di Jakarta. “Kami disini merasa beruntung, karena cuma kami yang sampai sekarang memiliki Surat Keputusan (SK) Gubernur. Jadi tempat ini memang sudah ditentukan sebagai tempat para seniman lukis, jadi kita resmi.” Namun ada teman-teman Wito di kawasan Melawai, Blok M, ada yang di kawasan Kota Tua yang belum memiliki wadah resmi. “Saya sudah sarankan kalian urus ke Kelurahan, Kecamatan ke Wali Kota dengan harapan tempat kalian diresmikan atau diberi ruang,” kata Wito.

Kawasan KPPI Pasar Baru yang berdiri di seberang Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) menjadi kawasan para seniman lukis dan tulisan indah yang masih bertahan sampai sekarang meski dibangun secara swadaya. Belum ada sentuhan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta apakah kawasan tersebut direhap atau dipercantik. “Saya sudah berkali-kali mengikuti rapat di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, namun sampai sekarang belum ada tindak lanjut,” kata Wito.

Harapan Wito kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membina dan diberi ruang. “Kami berharap memiliki tempat khusus yang di dalamnya terdapat para seniman seni rupa, selain sebagai tempat usaha, juga sebagai tempat edukasi bagi masyarakat umum,” ujarnya. 

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home