Loading...
BUDAYA
Penulis: Sotyati 23:03 WIB | Rabu, 07 Januari 2015

“Pilgrimage”, Pameran Busana Didi Melintas Zaman

Didi Budiardjo (tengah) bersama tim pendukung perayaan 25 tahun berkarier, seusai acara temu pers di Museum Tekstil, Jakarta Pusat, Rabu (7/1). (Foto: Arselan Ganin/Tim Muara Bagdja)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Perancang busana Didi Budiardjo akan bertutur tentang kisah busana-busana rancangannya dari waktu dan masa, yang dipaparkan bersahaja karena cinta, pengabdian, dan harapan menjadi abadi, di Museum Tekstil, Jakarta Pusat, 16 - 25 Januari.

Didi, perancang peraih Piala Redmod “New Comer Fashion Designer of the Year” 1991, dalam pameran akan mempertunjukkan 70 set busana yang terdiri atas 300 exhibit atau benda pamer, termasuk aksesori serta kelengkapan lainnya, dan merupakan benda pamer terbanyak sepanjang sejarah pameran yang diselenggarakan oleh Museum Tekstil.

Seluruh koleksi disajikan otentik. Artinya, koleksi yang ditampilkan itu datang dari tahun baju tersebut dilahirkan. Penanganan dan koreksi busana dilakukan sebatas hal sepele, seperti kancing lepas. Didi memperlakukan setiap karya ciptaanya laiknya cinta seorang ibu terhadap putri-putrinya, dengan menamakan saudari tertua untuk koleksi busana paling lawas dan saudari termuda untuk busana yang dilahirkan terkini.

Didi bahkan meminjam kembali dari klien setianya beberapa koleksi busana karyanya yang telah terjual. Di sela-sela karya cipta sendiri itu, dia mempersembahkan beragam busana dan wastra koleksi pribadi berupa kebaya antik, seperti kebaya renda, kebaya nyonya, dan kain-kain Nusantara .

Desainer kelahiran Malang, 22 November 1970 itu juga menyampaikan penghormatan kepada orang-orang yang berjasa di dunia mode Indonesia dengan cara menghadirkan kenangan mereka ke dalam pameran. Di antaranya karya kolase almarhum perancang busana Pieter Sie (1929 – 2011) yang dimenangkan Didi dari sebuah balai lelang, koleksi batik almarhum maestro batik Iwan Tirta (1935 – 2010), dan salah satu busana yang mengingatkan Didi pada almarhum pengamat mode Muara Bagdja (1957 – 2012) yang ikut berperan membawanya ke dunia mode.

Didi juga mengundang desainer lain seperti  Susan Budihardjo, Adrian Gan, Eddy Betty, dan Sebastian Gunawan untuk ikut berpartisipasi memamerkan koleksi benda-benda fashion mereka.

Karena itu, selain bagian dari sebuah pengembaraan, Didi mendapatkan pameran ini sebagai sebuah proses pengayaan, rasa terima kasih, dan penemuan dirinya.

Pengelompokan Ruang Pameran

Pengunjung seolah diajak berkelana, melawat ke kotak-kotak berisi kenangan. Tahun produksi busana tertera pada tiap baju yang dipamerkan.  Benda pamer dimasukkan ke dalam ruang-ruang yang dikelompokkan berdasarkan inspirasi desain, warna, dan busana.

The Atelier, merupakan representasi dari sebuah ide mulai digarap. Ruang ini dipenuhi sketsa, foto-foto, tumpukan buku-buku, mood board, dan langkah awal sebuah busana diciptakan.

The Reflection, sajian busana koleksi awal perjalanan Didi, termasuk di dalamnya foto semasa sekolah, piagam, dan piala ketika memenangkan lomba rancang busana.

The White Forest, berisi koleksi busana-busana berwarna putih.

The  Moonless, baju serbahitam menjadi ilham ruang ini.

The  Gula Kelapa, inspirasi ruang ini datang dari bendera Kerajaaan Majapahit (merah putih), dan didedikasikan untuk penampilan kebaya dan batik.Seluruhnya kebaya nyonya atau kebaya renda putih yang dipadankan dengan ragam batik berwarna merah.

The Eastern, karya-karya dengan napas China dan Jepang terasa kental di dua ruang yang disatukan ini.  Terhidang juga karya beraroma orientalisme yang pernah dipergelarkan di Rusia bersama rombongan budaya di bawah naungan Departemen Pariwisata dan Kebudayaan (kini menjadi Kementerian Pariwisata, Red).

The Gleaming Lights berisi dua hingga tiga baju penuh bling-bling yang disorot dengan lampu dan memperlihatkan efek cahaya berpendar yang rupawan.

The Embroidery, baju-baju sulam embroidery kumpulan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) dan Yayasan Sulam Indonesia (YSI) dan disponsori oleh Perusahaan Gas Negara (PGN) yang pernah dipamerkan dalam Embroidery Fashion Festival, di Jakarta.

The Birds, menyajikan tiga gaun dengan detail bulu-bulu. Disisipkan pula dua karya desainer aksesori Rinaldi A Yunardi.

The Day Before, merupakan replika sebuah ruang belakang panggung seperti tengah mempersiapkan sebuah peragaan. Di sini dihadirkan koleksi busana dengan warna merah.

The Gazing Room, selain baju dan wastra koleksi pribadi Didi Budiardjo, tersaji pula kain-kain Nusantara koleksi Museum Tekstil.

Pada akhirnya, Didi mengabdikan pameran yang merupakan bagian dari sejarah mode yang telah, tengah, dan terus melangkah ke depan ini kepada seluruh pecinta, pelaku dan praktisi mode di Indonesia. (PR

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home