Loading...
SAINS
Penulis: Prasasta 20:23 WIB | Jumat, 28 Juni 2013

Polisi Curigai 8 Perusahaan Penyebab Kebakaran

Kabut asap di Riau (foto: voanews.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Polri saat ini sedang melakukan penyelidikan terhadap delapan perusahaan yang dicurigai bertanggung jawab atas kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan. Kebakaran itu sangat mengganggu negara Singapura dan Malaysia. Beberapa hari lalu, Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya menyebut beberapa perusahaan yang diduga berperan kuat dalam krisis polusi udara terburuk di Asia Tenggara dalam 16 tahun terakhir.

voanews.com memberitakan jika pemilik perusahaan perkebunan yang dicurigai tersebut menolak bertanggung jawab atas kebakaran hutan. Mereka terancam Peraturan Menteri Kehutanan No.50 Tahun 2009 tentang Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan, dengan sanksi pidana bagi kejahatan lingkungan, meski peraturan tersebut jarang ditegakkan karena korupsi di negara ini sangat sulit ditangani.

“Kemarahan dari negara Singapura dan para aktivis lingkungan adalah dua hal yang menekan Presiden SBY untuk meminta maaf, akan tetapi mereka yang hidup di hutan seolah tidak mempedulikan hal itu karena kebakaran lahan biasanya berlangsung beberapa pekan saja.” kata Peter Kanowski, wakil direktur jenderal Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR), sebuah organisasi konservasi.

"Ini adalah kabut besar pertama yang kami alami sejak undang-undang baru diterapkan (putusan MK no.41 Tahun 2013), ini merupakan kesempatan besar pertama bagi pemerintah untuk menggunakannya,'' lanjut Peter.

Tiga dari delapan perusahaan yang sedang diselidiki diduga adalah perusahaan Malaysia dan Singapura. Malaysia belum secara terbuka menegur Indonesia terkait kabut asap. Penyelidikan yang dilakukan puluhan pejabat di Provinsi Riau menemukan bukti kebakaran lahan dilakukan PT Tunggal Mitra Perkebunan dan PT Bhumireksa Nusa Sejati, kata Sudariyono, Deputi Bidang Penaatan Hukum Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Kedua perusahaan itu dimiliki oleh perusahaan kelapa sawit Malaysia kelas dunia, Malaysia's Sime Darby Bhd, melalui anak perusahaan Minamas Plantation Indonesia. Dalam sebuah pernyataan resmi di situs perusahaannya, juru bicara Sime Darby mengatakan bahwa berdasarkan investigasi satelit luar angkasa NASA, menunjukkan tidak ada kebakaran di sekitar areal kerja Tunggal Mitra Plantations.

Ada tiga kebakaran di sekitar tempat PT Bhumireksa Nusa Sejati beroperasi, namun mereka berdalih bahwa kebakaran itu di luar daerah operasi perusahaan, kata Sime Darby, yang didukung pendanaanya oleh pemerintah Malaysia.

Empat belas orang telah ditangkap pekan ini karena terbukti mencoba melakukan pembakaran hutan, kata Kadiv Humas Polri, Brigjen (Pol.) Boy Rafli Amar. Lebih lanjut Boy Rafli Amar menolak berkomentar bahwa ada orang lokal yang dipekerjakan oleh perusahaan tertentu untuk membakar hutan, Boy mengatakan bahwa fakta yang terjadi yakni ada delapan perusahaan yang telah dicurigai membakar hutan.

Sudariyono mengatakan para penyelidik telah melihat konsesi dari seluruh perusahaan dan menggunakan data GPS untuk menentukan lokasi kebakaran. Mereka berfokus pada perusahaan dalam negeri, atau perusahaan yang ada hanya di Riau saja sebelum nantinya dan akan mengejar kaitannya dengan ke perusahaan induk di Riau nantinya.

Sudariyono menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut tentang perusahaan induk yang dimaksud, tetapi mengatakan banyak perusahaan akan diselidiki. Kementerian Lingkungan Hidup dan polisi yang memimpin penyelidikan dan mengatakan mereka akan memutuskan apakah ada cukup bukti untuk merekomendasikan Kejaksaan Agung menyidik kasus ini lebih dalam.

Sebuah tim dari 58 petugas polisi dan sembilan pejabat dari Kementerian Lingkungan Hidup berada di Riau, pusat kebakaran, kata Boy. Selama ini kepolisian jarang melakukan tindakan tegas terhadap perusahaan perkebunan sejak pertama krisis kabut besar di Indonesia pada tahun 1997, ketika asap terganggu pengiriman dan perjalanan udara di seluruh Asia Tenggara.

Peraturan Menteri Kehutanan No.50 Tahun 2009 menyebutkan bahwa seseorang atau perusahaan bersalah memulai kebakaran hutan bisa menghadapi hingga 10 tahun penjara dan denda 10 milyar rupiah.

Masih menurut peraturan menteri kehutanan tersebut, sebuah perusahaan yang dinyatakan bersalah oleh hukum karena telah melakukan pembakaran hutan dan memperoleh keuntungan ilegal maka keuntungan dapat disita, dan perusahaan tersebut dapat ditutup sehubungan dengan kerusakan hutan. Minyak sawit merupakan bahan utama untuk produk-produk seperti minyak goreng dan biofuel. Permintaan global hampir dua kali lipat dalam tujuh tahun untuk lebih dari 51 juta ton, dengan sebagian besar diproduksi di Indonesia dan Malaysia.

Sudariyono mengatakan bahwa ada perusahaan yang menerapkan kebijakan "nihil kebakaran hutan", yakni PT Multi Gambut Industri, dikenal secara resmi di Malaysia dengan nama PT TH Indo Plantations. Perusahaan ini adalah sebuah perusahaan yang terkait dengan Dewan Dana Haji Malaysia.

PT TH Plantations mengatakan bahwa kebijakan 'zero-burning' atau "nihil kebakaran hutan" dilakukan karena pihaknya telah mengamati kasus pembakaran terbuka di luar batas-batas perkebunan yang dikelola, yang pernah dilakukan perusahaan lain.

Perusahaan ini menyebutkan bahwa perusahaannya menerapkan kebijakan nihil titik api saat membuka lahan,  seiring dengan pembukaan lahan baru diluar batas-batas yang disepakati.

Editor : Yan Chrisna


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home