Loading...
EKONOMI
Penulis: Bob H. Simbolon 12:04 WIB | Rabu, 27 April 2016

Polri: Tax Amnesty Diperkuat Pengawasan Pejabat Pajak

Rapat Dengar Pendapat POLRI, PPATK, KPK dan Kejaksaan dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta pada hari Selasa (26/4) (Foto: Bob H Simbolon)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) meminta agar pengawasan terhadap pejabat pajak dalam mengimplementasi Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pengampunan Pajak atau tax amnesty perlu diperkuat.

Karena, ada beberapa pasal yang tertuang dalam RUU pengampunan pajak yang tidak sinkron dengan UU No 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-undang No 7 tahun 1992 tentang perbankan.

“Pada pasal 22 ayat 2 dan 3 RUU pengampunan pajak mengatur mengenai pelaksana RUU tax amnesty tidak dapat memberitahukan data dan informasi kepada orang lain tanpa seizin dari wajib pajak tidak sinkron dengan pasal 34 ayat 2a, 3 dan 4 UU No 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang memperbolehkan pejabat pajak untuk memberikan keterangan atas persetujuan dari Menteri Keuangan.

Artinya kerahasiaan data wajib pajak bersifat mutlak dalam arti tidak dapat dibuka dengan alasan apa pun kecuali atas persetujuan wajib pajak,” kata Inspektorat Pengawasan Umum, Komjen (Pol) Dwi Priyatno saat rapat dengar pendapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta pada hari Selasa (26/4).

Dia juga mengatakan pada pasal 41 ayat 1 grup a UU No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang mengatur mengenai PPATK untuk meminta dan mendapat data dan informasi dari instansi pemerintah atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi termasuk dari Dirjen Pajak dengan berlakunya Undang-Undang pengampunan pajak maka kewenangan PPATK dalam UU TPPU tidak dapat diterapkan pada RUU tentang pengampunan pajak

Kemudian kata dia, pada pasal 41 ayat 1 huruf f UU No 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No 7 tahun 1992 tentang perbankan yang menyebutkan bahwa untuk kepentingan perpajakan, pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan pemerintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah.

Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak dengan harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya, pasal tersebut juga mengatur bahwa Bank harus memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis dan surat - surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak 

“Namun dengan adanya aturan kerahasiaan dalam RUU pengampunan pajak tentunya Menteri Keuangan juga tidak dapat lagi meminta perbankan untuk meminta keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis dan surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak karena menteri keuangan berkewajiban merahasiakan data nasabah yang mengikuti program pengampunan pajak terhadap permintaan pihak lain kecuali atas persetujuan wajib pajak yang telah mendapat pengampunan pajak, kondisi ini tentunya juga akan menyulitkan penyidikan tindak pidana perpajakan,” kata dia.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home