Loading...
SAINS
Penulis: Sabar Subekti 08:44 WIB | Rabu, 29 Mei 2013

Program Jakarta Sehat: Antara Antusias Warga dan Kritikan Anggota DPRD

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, dan wrga penerima KJS. (foto: Jakarta.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo,  kembali membagi-bagikan KJS (Kartu Jakarta Sehat ) kepada warga, Selasa (28/5) pagi. Ini adalah pembagian KJS untuk gelombang kedua untuk lima wilayah Jakarta. Sebanyak 1.733.991 KJS diserahkan kepada warga di tengah-tengah kritikan politik asebagian anggota DPRD dan sambutan antusias warga.

Secara simbolis, Joko Widodo membagikan Kartu Jakarta Sehat di Puskesmas  Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Dari jumlah tersebut, Jakarta Pusat menerima sebanyak 339.333 kartu, 105.715 untuk Jakarta Utara, dan 435.979 dibagikan di Jakarta Barat. Sebanyak 337.449 kartu dibagikan untuk Jakarta Selatan, dan 502.500 kartu untuk Jakarta Timur, serta 12.165 kartu di bagikan di Daerah Kepulauan Seribu.

Program pemberian KJS merupakan salah satu upaya Pemda DKI di bawah kepemimpinan Joko Widodo dan Basuki  T Purnama. Tahap pertama dibagikan bertepatan dengan peringatan hari Pahlawan, 10 November 2012 menandai program kesehatan pemerintah ini.

Dalam KJS Pemda DKI Jakarta mengansurasikan seluruh penduduk Jakarta. Untuk sementara ini, klaim dari penggunaan KJS masih menggunakan budget Jamkesda.  Untuk tahap awal disediakan dana sebesar Rp 1,2 triliun. KJS sendiri menjadi sebuah langkah yang mendahului diterapkannya Sistem Jaminan sosial Nasional (SJSN) yang dikelola secara nasional oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Program ini merupakan amanat Undang-undang.

Program ini sudah bisa dirasakan manfaatnya oleh warga Jakarta. yang sejak awal antusias menyambut kebijakan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Pemprov DKI Jakarta. Minat masyarakat dengan adanya program ini dinilai cukup tinggi sehingga tenaga-tenaga medis di Puskesmas dan Rumah Sakit mengaku sangat kewalahan.

KJS merupakan jaminan untuk sejumlah pelayanan kesehatan seperti rawat jalan di seluruh Puskesmas Kecamatan/Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta,  rawat jalan tingkat lanjut (RJTL) di Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Tingkat II (RSUD, RS vertical dan RS Swasta yang bekerjasama dengan UP Jamkesda). Juga merupakan jaminan pelayanan dengan rujukan dari Puskesmas, rawat inap di Puskesmas dan RS yang bekerjasama dengan unit penyelenggara (UP) Jamkesda.

Masalah Yang Dihadapi

Dalam pelaksanaannya, program KJS ini  menghadapi pro dan kontra. Di antaranya anggota DOPRD dari sejumlah partai yang menilai program ini bermasalah. Namun kritikan ini lebih poliitis, karena masyarakat umumnya menyambut  program tersebut.

Joko Widodo mengatakan, adanya tiga masalah yang menyebabkan sistem KJS tidak berjalan dengan maksimal,  namun tidak cukup untuk dijadikan alasan menghentikan program tersebut.

Masalah itu adalah,  rumah sakit swasta dinilai terlalu berorientasi pada tujuan mengambil keuntungan (profit oriented).  Kedua,  sebelumnya, biaya-biaya tidak dikendalikan dengan sebuah manajemen kontrol yang baik, dan tidak efisien. Akibatnya, angka Rp23.000 untuk biaya pelayanan kesehatan per orang dirasa tidak cukup.

Masalah ketiga terkait penerapan sistem Indonesian Case Basic Groups (INA CBG's). Pada sistem tersebut, penggunaan/pemilihan obat juga diatur. Akibatnya, belasan rumah sakit swasta mundur sebagai peserta layanan kesehatan KJS. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mengevaluasi program ini, karena merupakan upaya kesehatan bagi warga miskin dan rawan miskin.

Rumah sakit yang sempat dikabarkan mengundurkan diri dari program KJS adalah RS Thamrin, RS Admira, RS Bunda Suci, RS Mulya Sari, RS Satya Negara, RS Paru Firdaus, RS Islam Sukapura, RS Husada, RS Sumber Waras, RS Suka Mulya, RS Port Medical, RS Puri Mandiri Kedoya, RS Tria Dipa, RS JMC, RS Mediros, dan RS Restu Mulya. Dua rumah sakit, yaitu RS Thamrin dan RS Admira bahkan telah resmi mengundurkan diri saat 14 lainnya membatalkan rencana.

Kartu Dengan Chips

KJS yang dibagikan kepada warga disertai chips yang berfungsi merekam jejak medis pemiliknya. Sistem ini memudahkan rumah sakit dan puskesmas menelusuri riwayat pemilik kartu. Pegawai puskesmas tidak perlu repot mencatat secara manual atau mencari arsip pasien.

Saat ini Pemprov DKI Jakarta menggandeng PT Asuransi Kesehatan (Askes) untuk menghitung klaim rumah sakit. Model kerja sama ini menggunakan sistem Indonesia Case Based Group yaitu klaim dibayar per paket. Dengan ini Jakarta menjadi projek percontohan yang selanjutnya diterapkan di seluruh Indonesia. "Supaya ini jadi sistem yang baik dan siap digunakan secara nasional."

Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengungkapkan, akan melakukan evaluasi terhadap sistem Indonesia Case Based Group (INA CBG) yang ditawarkan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS).

INA CBG merupakan sistem pembayaran kepada pemberi pelayanan kesehatan (PPK) yang dikelompokkan berdasarkan ciri klinis dan biaya perawatan yang sama. Sistem ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

Menurut Basuki, sejak awal program KJS digulirkan, Pemprov DKI mengalokasikan anggaran premi asuransi Rp 50.000 per orang per bulan. Namun, karena Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mematok Rp 23.000 per orang per bulan, Pemprov DKI memakai acuan itu.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home