Loading...
INSPIRASI
Penulis: Endang Hoyaranda 05:55 WIB | Senin, 11 Januari 2016

Rendah Hati Vs Rendah Diri

Semakin merunduk ketika semakin berisi.
Merunduk (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Keduanya terkesan sama. Tetapi sesungguhnya ada perbedaan yang amat prinsip di antara keduanya.

Seorang Profesor bidang social, menggunakan T-shirt dan celana pendek, sedang berada di tengah demonstran antikorupsi. Ketika didekati seorang reporter TV dan diwawancarai, ia menyatakan pendapatnya dengan tenang namun tegas perihal sikapnya mengenai kriminalisasi penyidik KPK. Bandingkan dengan seorang akademisi lain, juga di bidang sosial, menggunakan stelan jas lengkap dengan dasinya. Namun, saat ditanya wartawan mengenai persoalan kriminalisasi penyidik KPK, dia keberatan untuk menjawab dengan alasan tidak berkompeten untuk memberikan pernyataan.

Sekilas tampak wajar saja. Namun, di balik kedua perilaku yang berbeda itu terselip sifat yang secara prinsip bertolak belakang. Yang pertama berisi, percaya diri, namun tidak ada kebutuhan menonjolkan diri. Sementara yang kedua, ada kebutuhan untuk tidak direndahkan dan untuk itu ia berbusana necis, namun tidak berani menyatakan sikap, kurang percaya diri.

Beberapa waktu lalu di CNN Indonesia, Desi Anwar mewawancarai beberapa petinggi bidang perdagangan Australia. Salah satu pernyataan dari seorang petinggi itu, yang menancap di dalam benak saya adalah:  ”Sebenarnya orang Indonesia sudah punya modal besar yang diperlukan untuk sukses di dunia internasional, hanya saja kurangnya kepercayaan diri menyebabkan pencapaian sukses terhambat.”

Kepercayaan diri! Kita bangsa yang begini besar, penduduk ke-4 terbesar dunia, negara kepulauan terbesar dunia dengan kesulitan mahabesar dalam mengelolanya, sudah 70 tahun bertahan sebagai  NKRI,  masih kurang percaya diri untuk maju ke kancah internasional! Di mana salahnya?

Mungkin pernyataan itu yang salah. Namun, kalau dicari kebenarannya, barangkali bisa ditemukan dalam pengertian rendah hati yang amat kental ditekankan pada pendidikan bangsa ini, yang bisa demikian kentalnya hingga terpeleset menjadi rendah diri.

Rendah hati adalah berisi, namun tidak memanfaatkan keberisian untuk menjadi pongah dan menyombongkannya, atau merasa lebih dari orang lain secara tidak wajar. Rendah diri amat berbeda. Karena di dalamnya terkandung rasa ketidakmampuan, rasa tidak berisi, rasa tidak berguna, rasa tidak punya modal untuk menyatakan pemikiran di hadapan orang lain, meskipun sesungguhnya bisa dan mampu.

Rendah hati muncul dari kesadaran bahwa meskipun berisi, bukan berarti harus terlihat semakin tinggi; rendah diri muncul dari penghargaan rendah terhadap potensi dan nilai diri. Rendah hati perlu agar selalu mawas diri; rendah diri mencelakakan. Rendah hati membuat orang menjadi mulia; rendah diri membuat orang menjadi pengecut.

Indonesia sudah memasuki era ASEAN bersama. Sebagai bangsa terbesar di antara sepuluh negara ASEAN, bangsa Indonesia pastilah bisa menjadi penyumbang pemikiran, keahlian, keterampilan, nilai ekonomi dan lainnya, yang terbesar dibanding sembilan negara lainnya, yang akan menjadikan Indonesia besar juga di semua bidang itu.

Talenta bangsa ini luar biasa besarnya. Dengan menepis rendah diri, dan tentu dengan membasmi semua sifat buruk yang masih kental melekat seperti korupsi, bangsa ini akan memimpin ASEAN dengan semua kelebihannya. Namun, dengan tetap rendah hati, seperti padi yang semakin merunduk ketika semakin berisi.

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home