Loading...
FOTO
Penulis: Dedy Istanto 08:52 WIB | Jumat, 11 September 2015

Revisi Aturan yang Bolehkan Bakar Lahan

Revisi Aturan yang Bolehkan Bakar Lahan
Sejumlah personel TNI AD dari Kodim 0415-Batanghari mencoba memadamkan kebakaran lahan gambut milik warga di Gambut Jaya, Muaro Jambi, Jambi, Kamis (10/9). BNPB menargetkan penuntasan penanggulangan kebakaran hutan, lahan dan asap di Jambi, Riau dan Palembang dapat diselesaikan dalam waktu dua minggu. ANTARA FOTO/ Wahyu Putro
Revisi Aturan yang Bolehkan Bakar Lahan
Petugas pemadam kebakaran dibantu personil TNI dan Polri berusaha memadamkan lahan gambut yang terbakar di Rimbo Panjang, Kampar, Riau, Sabtu (5/9). Pemerintah propinsi Riau terus berupaya memadamkan lahan dan hutan yang terbakar baik pemadaman udara maupun darat, agar kabut asap tidak terus meluas. ANTARA FOTO/ Rony Muharrman
Revisi Aturan yang Bolehkan Bakar Lahan
Suasana Jembatan Pedestarian Sungai Batanghari yang diselimuti kabut asap di Jambi, Kamis (10/9). Kondisi udara yang berasap dan bercampur abu kebakaran lahan semakin pekat dan telah dikategorikan berbahaya telah mengganggu aktivitas serta kesehatan warga. ANTARA FOTO/ Wahyu Putro A
Revisi Aturan yang Bolehkan Bakar Lahan
Sejumlah pengendara melintas di jalan yang terselimuti kabut asap di Jln. Jenderal Sudirman, Palembang, Rabu (9/9) malam. Jarak pandang di Kota Palembang mengalamai penurunan hingga 100 meter akibat kabut asap yang semakin pekat dan berbahaya untuk kesehatan. ANTARA FOTO/ Nova Wahyudi
Revisi Aturan yang Bolehkan Bakar Lahan
Sejumlah pelajar Kota Jambi menaiki perahu tradisional menuju rumah mereka dari sekolah di Dermaga Pasar Jambi, Kamis (10/9). Pemkot Jambi menginstruksikan kepada seluruh sekolah di semua tingkatan untuk meliburkan aktivitas belajar mengajar selama dua hari ke depan (10-11/9) menyusul makin pekatnya kabut asap yang melanda kota itu, dengan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) 324 atau berbahaya. ANTARA FOTO/ Wahdi Septiawan
Revisi Aturan yang Bolehkan Bakar Lahan
Sejumlah pengendara melintasi Jembatan Siak saat asap pekat menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, Senin (7/9). BMKG Stasiun Pekanbaru menyatakan kabut asap kebakaran lahan dan hutan pada Senin (7/9) makin pekat sehingga mengakibatkan jarak pandang di sebagian Provinsi Riau menurun berkisar 50 meter hingga 800 meter. ANTARA FOTO/ FB Anggoro

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kalangan pengusaha serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mendesak pemerintah agar mengamandemen atau merevisi peraturan yang masih membolehkan warga membakar lahan, baik undang-undang maupun peraturan daerah.

Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) Nana Suparna di Jakarta, hari Kamis (10/9) menyatakan, penyebab musibah kebakaran yang terjadi saat ini, salah satunya dipicu adanya undang-undang dan perda yang membolehkan warga membakar lahan.

"Kedua aturan tersebut harus dicabut atau direvisi agar persoalan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tidak berulang setiap tahun," ujarnya.

Nana menyatakan, undang-undang (UU) tersebut yakni UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mana dalam penjelasan Pasal 69 ayat 2 dinyatakan pembakaran lahan diperbolehkan dengan luas maksimal 2 hektare (ha) dan harus dikelilingi sekat bakar.

Artinya, kata Nana, dalam UU tersebut masyarakat masih diperbolehkan untuk membakar lahan, walaupun maksimal hanya 2 ha. 

Persoalannya, tambahnya, apabila dalam satu wilayah ada 100 warga, maka sangat dimungkinkan area yang terbakar ada 100 titik, apalagi, makin banyak warga pendatang yang masuk ke daerah pedalaman untuk membuka lahan, baik untuk perkebunan maupun budidaya tanaman pangan. 

"Kalau mereka membakar lahan, siapa yang bisa jamin sekat bakarnya berfungsi dengan baik? Kan di pedalaman tidak ada petugas yang mengawasi," kata Nana.

Pihaknya tak memungkiri terjadi kebakaran di areal hutan tanaman industri (HTI) yang dikelola perusahaan, namun kebakaran tersebut tidak mungkin dilakukan oleh pihak perusahaan. 

Dia menduga, kebakaran tersebut berasal dari rembetan dari areal non perusahaan yang terbakar.

Direktur Eksekutif APHI Purwadi Soeprihanto menambahkan adanya UU yang membolehkan pembakaran lahan tersebut menjadikan justifikasi bagi pemerintah daerah untuk membuat aturan serupa.

Dia mencontohkan Provinsi Riau hingga saat ini masih memiliki perda tentang Pedoman Pengendalian Kebakaran Hutan, Lahan dan Dampak Lingkungan Hidup yang di dalamnya juga dibolehkan warga membakar lahan dengan luasan maksimal 2 ha.

Perda ini dibuat untuk mengakomodir kebiasaan masyarakat terutama di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) dan sebagian besar masyarakat Riau.

Menurut dia, sebelum berladang, masyarakat memerun (melakukan pembersihan lahan dengan cara membakar lahan), hal itu sudah dilakukan turun temurun, menjadi budaya masyarakat Riau.

"Kita minta agar aturan tersebut diubah atau direvisi agar tidak kontraproduktif. Sebab namanya peraturan itu berlaku untuk semua orang, tidak terhadap satu golongan saja," katanya.

Pemicu kebakaran lainnya, kata Purwadi yakni banyaknya lahan sengketa baik antar perusahaan, warga dengan perusahaan, ataupun warga dengan warga. 

"Biasanya lahan yang disengketakan ini sengaja dibakar oleh oknum," katanya.

Menyikapi persoalan ini, Nana meminta kepada pemerintah pusat maupun daerah agar ketika memberikan izin kepada swasta, status tanah tersebut tidak disengketakan. 

BNPB Setuju

Kepala Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyatakan setuju apabila UU No 32/2009 tersebut diamandemen. 

"Saya sangat setuju apabila UU ini diamandemen agar sinkron dengan UU Kehutanan dan UU Perkebunan yang secara tegas menyatakan melarang melakukan pembakaran. Karena di lapangan kita sulit mengendalikan kebakaran lahan," katanya.

Menurut dia, pertimbangannya, musibah kebakaran ini selalu berulang setiap tahun, sehingga menimbulkan kerugian yang sangat besar, selain itu, memicu terjadinya degradasi lingkungan makin besar. 

Sutopo mengungkapkan, selain di Riau, di Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Sumatera Selatan (Sumsel) juga marak terjadinya pembukaan lahan yang dilakukan warga dengan melakukan pembakaran lahan, akibatnya, kabut asap di dua daerah ini menyamai kabut asap di Riau.

Ironisnya, lanjutnya, aparat penegak hukum kesulitan menindak, karena mereka beralasan ada UU yang membolehkan membakar lahan. (Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home