Loading...
HAM
Penulis: Esther GN Telaumbanua 07:45 WIB | Selasa, 02 Februari 2016

“Selamatkan Satu Perempuan, Selamatkan Teon-Nila-Serua”

Suasana Natal Ikatan Keluarga Besar Teon-Nila-Serua (IKB TNS) se-Jabodetabek dan Sukabumi, di Gereja Tiberias, Menteng Prada, Jakarta, Sabtu (30/1). (Foto-foto: Esther Telaumbanua)

SATUHARAPAN.COM – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise menegaskan bahwa menyelamatkan satu perempuan Teon-Nila-Serua akan menyelamatkan semua warga di wilayah Kabupaten Maluku Tengah ini.

Sio TNS tanah airku, yang kupuja pada siang dan malam
Kar’na engkau ku sengsara, meninggalkan ibu bapa saudara
Biar dirantai dibunuh, beta tra lupa sejarahmu
Kuserahkan tenagaku, untuk membela nusa dan bangsaku

Selain lagu rakyat “Wolane”, ‘Sio TNS’ dengan syair di atas dinyanyikan bersama di dalam acara Ibadah Natal 2015 Ikatan Keluarga Besar Teon-Nila-Serua (IKB TNS) se-Jabodetabek dan Sukabumi, di Gereja Tiberias, Menteng Prada, Jakarta, Sabtu (30/1). Bagai himne lagu ini selalu dilantunkan untuk mempererat semangat mori uknu atau sistem kekerabatan masyarakat TNS. Tidak diperoleh informasi siapa pencipta lagu ini. “Namun, hampir semua orang TNS, lintas generasi, mengenal lagu ini,” kata seorang warga TNS yang hadir. “Nada dan syair lagu ini memang agak melankolis pergumulan batin akibat jauh dari TNS dan sanak saudara. Tetapi tersirat di dalamnya tekad untuk tetap mencintai tanah leluhur dan semangat membela nusa bangsa,” ia menambahkan.

Tak urung Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Yohana Yembise, merasakan sentuhan lagu ini bersama sekitar 500-an warga TNS yang hadir malam itu. Dalam sambutannya Yohana mengatakan bahwa ia akan mengunjungi TNS pada tahun ini.

“Saya sungguh berbahagia berada di antara masyarakat TNS malam ini. Saya sudah menjadwalkan untuk berkunjung ke TNS pada tahun ini.” Demikian katanya yang disambut dengan tepuk tangan dari para hadirin. “Sebagai Menteri PPA, saya menitipkan kepada warga TNS di perantauan untuk memperhatikan kehidupan perempuan dan anak. Mengutip bagian perkataan John F Kennedy “Save one woman, save a nation,” tanpa perempuan kita dan bangsa ini tidak ada.

Walau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG) secara nasional sudah membaik, namun masih ada ketertinggalan di beberapa wilayah termasuk Maluku. Dengan meneladani peran Maria dalam perannya sebagai perempuan dan ibu, saya menitipkan hal ini. Mari kita selamatkan dan tingkatkan kualitas hidup perempuan. Menyelamatkan kehidupan satu perempuan TNS, akan menyelamatkan TNS, demikian disampaikan Yohana. Kehadiran Menteri PPA pada acara ini memberikan kegembiraan tersendiri. Sebelum meninggalkan acara Yohana meluangkan waktu ikut bernyanyi bersama anak-anak kecil TNS.

Pulau Teon-Nila-Serua

Tentang makna gambar tiga pulau yang menjadi logo, Theos Pormes, mantan Ketua IKB TNS, menjelaskan kepada satuharapan.com. “Itu adalah gambar tiga pulau Teon, Nila, Serua yang terletak di tengah laut Banda, Maluku.” Dulu TNS ini bagian dari kecamatan Banda. Masyarakat TNS, hidup di tiga pulau itu. Kemudian seluruh masyarakat dievakuasi ke Pulau Seram. Proses evakuasi ini berlangsung bertahap sekitar tahun 1978–1981. Alasan evakuasi adalah menghindari ancaman gunung meletus dan gempa. Sejak itu masyarakat TNS dari pulau hidup di daratan Seram. Wilayah itu kemudian menjadi Kecamatan TNS bagian dari Kabupaten Maluku Tengah. Warga menempati desa-desa yang namanya sama seperti nama kampung di ketiga pulau itu. Begitulah, seperti dicabut dari satu kehidupan di satu tempat dan dipindahkan ke tempat lain,” ia melanjutkan.

“Namun kehidupan baru di Seram lamban majunya. Di Seram mereka hidup dalam perjuangan untuk hidup sehari-hari, dan pergumulan masa depannya. Apalagi wilayah yang baru dibuka itu tanpa fasilitas. Waktu itu memasuki wilayah baru itu mereka harus berjalan melewati sungai-sungai, tanpa jembatan. Hampir empat puluh tahun dipindahkan ke Seram, kondisi hidup masih jauh dari harapan. Untuk masyarakat TNS, kecintaan akan pulau tidak pernah pudar.

Tiga pulau ini adalah tanah airnya, jati dirinya. Mereka mengenang lemon, mangga, cengkeh dan hasil kebun dari tanah subur di pulau. Juga pantai-pantai yang indah dengan ikan laut yang berlimpah. Sampai hari ini, masyarakat pergi berlayar ke pulau untuk menanam dan kembali lagi untuk memanen. Masyarakat tidak takut, karena puluhan tahun ancaman bencana alam itu tidak terjadi. Mereka memelihara kehidupan alam di pulau itu seperti orang-orangtua dulu lakukan. Untuk memelihara kekerabatan dan budaya TNS agar tidak hilang, kami menghimpun diri dalam wadah IKB TNS dengan lambang 3 pulau itu,” kata Theos yang pernah menjabat anggota DPR RI itu.

Hal senada disampaikan oleh Levina Litaay, Ketua Panitia Natal. “Sejak tahun lalu saya ditunjuk sebagai ketua panitia Natal, saya terus merenung konsep apa yang sebaiknya dilakukan. Saya ingin agar Natal ini bukan hanya sebagai ibadah rutin tetapi pertemuan yang mengubahkan, yang melahirkan sesuatu yang berarti bagi masyarakat TNS, baik di sini maupun di kampung halaman.

Mori uknu (sistem kekerabatan), puli (sumbangan wajib) dan wrau (pola gotong royong menyediakan makanan) adalah modal sosial yang kuat untuk mencapai tujuan bersama,” kata Levina dalam sambutannya.

Hal ini disampaikan pula oleh Pdt. Chris Sunloy. “Menghadapi perubahan dan kemajuan yang ada, masyarakat TNS harus hidup sesuai apa yang Tuhan kehendaki, bukan atas kata orang atau kelompok tertentu. Ibadah Natal ini bukan yang pertama, mungkin sudah sejak tahun 1950-an. Natal hari ini, harus menjadi pertemuan yang mengubahkan yang dipenuhi berkat dan pengharapan”, demikian pesannya dalam khotbah Natal.

Tercatat saat ini masyarakat asal TNS di wilayah Jabodetabek-Sukabumi mencapai kurang lebih 1.500 orang yang hidup di berbagai bidang pekerjaan. Dikenal beberapa nama tokoh masyarakat TNS di antaranya Pdt. Dr. Ais Pormes (pendiri Gereja Baptis Indonesia dan LPMI) dan Ds Simon Marantika (Dewan Gereja-Gereja di Indonesia/DGI).

Selain itu Pdt Aca Serworwora, Pdt Dr. Chris Marantika (STTII Yogyakarta), Drs. Freddy Ritiau, Martini Komsary, Theos Pormes, Laurens Serwora SH, Dirk Kelpitna, dan lain-lain. TNS memiliki seni budaya yang menarik seperti tani wou-wou (tari perang oleh pria) dan nori-nori (ditarikan kaum perempuan) diiringi dengan tifa dan gong. Tahun 1959 seni budaya dari TNS pernah ditampilkan di istana negara atas undangan oleh Presiden Soekarno dan banyak mengisi acara seni di era Soeharto. 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home