Loading...
RELIGI
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 19:44 WIB | Senin, 03 Oktober 2016

Semua Rumah Ibadah Harus Difasilitasi Negara

Suasana Kebaktian Minggu Pagi Jemaat GBKP Runggun Pasar Minggu, hari Minggu (2/10). (Foto: Febriana Dyah Hardiyanti)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyayangkan adanya lagi kasus pelarangan rumah ibadah di Indonesia. Kali ini pelarangan tersebut terhadap Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Runggun Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

“Sangat disayangkan, sebab dalam UU Pasal 14 Ayat 3, semua rumah ibadah yang berdirinya sebelum tahun 2006 harus difasilitasi negara tanpa persyaratan,” kata Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Penrad Siagian, kepada satuharapan.com, hari Minggu (2/10) siang.

Penrad menyatakan jemaat GBKP telah mengurus izin sejak tahun 2006 disertai dengan pendekatan ke masyarakat. Namun, hingga kini tak kunjung mendapatkan hasil yang diharapkan, yakni memperoleh Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Problem tersebut, lanjut dia, muncul ketika lurah Tanjung Barat tidak menjalankan tugas sesuai dengan kewenangannya.

“Setelah gereja memberikan persyaratan lengkap, lurah seharusnya melakukan verifikasi terhadap status kewargaan yang memberikan persetujuan. Namun, yang dilakukan justru verifikasi pernyataan persetujuan warga, padahal itu tugas Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB),” ujar dia.

Selain itu, proses verifikasi juga disebutkan telah menkonfrontasi warga yang setuju dengan yang tidak setuju. Dalam proses itu juga terdapat ormas yang melakukan unjuk rasa saat verifikasi dilakukan pada warga yang setuju. “Ini bentuk intimidasi terhadap warga yang setuju.”

Diketahui, dalam kasus GBKP Runggun Pasar Minggu yang berdiri sejak tahun 1990 pada tahun 1994, salah seorang anggota majelis jemaat atas nama Maruhun Janangkih Pinem telah membeli sebidang tanah bekas milik adat seluas 864 m2 berikut bangunan di atasnya yang terletak di Jalan Tanjung Barat Nomor 148 A.

Pada tanggal 1 Februari 1999, sebidang tanah ini telah memiliki Sertifikat Hak Milik Nomor 2905 yang dikeluarkan oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Selatan, Hari Widiarto.

Sejak tanggal 24 September 1995, GBKP Runggun Pasar Minggu telah aktif menyelenggarakan ibadah minggu di Jalan Tanjung Barat Nomor 148 A yang dipimpin oleh pendeta. Pada tanggal 27 Oktober 2004, panitia pembangunan gereja mengajukan izin pembangunan rumah ibadah kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hasilnya, pada tanggal 14 Februari 2005, Gubernur Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan IMB dengan Nomor 01439/IMB/2005 untuk mendirikan bangunan baru dan kantor. Namun, IMB tersebut tidak sesuai dengan yang diajukan GBKP Runggun Pasar Minggu yaitu IMB untuk pembangunan rumah ibadah.

Dari situlah, panitia gereja sejak tahun 2006 mengajukan izin pembangunan rumah ibadah. Namun, hingga tahun 2016, izin tersebut tak kunjung digubris oleh pemerintah. Warga yang beribadah dan melakukan kegiatan gereja di GBKP Runggun Pasar Minggu sejak tahun 2006 hingga terakhir tahun ini telah berpindah-pindah tempat ibadah sebanyak tujuh kali, karena mengalami penolakan oleh warga.

“Lurah telah melakukan pembohongan publik terhadap suara dari warga sebagai salah satu syarat dari pengajuan izin membangun rumah ibadah. Dari 75 nama warga sekitar yang terkumpul, yang hadir pada saat verifikasi hanya 41 orang dan 16 orang mencabut pernyataannya. Lurah melakukan pembohongan publik dengan membuat laporan hanya ada sebanyak 25 orang warga yang setuju. Kemudian, dengan data palsu itu, wali kota membuat surat pelarangan ibadah,” katanya.

Menurutnya, setiap warga negara mempunyai hak ibadah sesuai dengan agama masing-masing dan tak boleh diusik apalagi dilarang.

“Jemaat GBKP dengan tetap melaksanakan ibadah di sini bukan sebagai bentuk pembangkangan, tapi ingin mengingatkan bahwa negara punya tanggung jawab memberi izin serta memberikan fasilitas rumah ibadah secara permanen. Ibadah bukan tindakan melawan hukum,” tuturnya.

Negara, lanjut dia, diharapkan netral dan berdiri di atas konstitusi, dalam hal ini, bukan berdasarkan atas kehendak kelompok tertentu. “Negara ini tidak dibangun di atas basis minoritas dan mayoritas, tapi di atas basis konstitusi.”

Penrad juga menyayangkan adanya petugas Satpol PP yang selalu berjaga-jaga di depan gereja ketika jemaat GBKP melaksanakan ibadah minggu. Hal yang telah berjalan sejak dua hingga tiga bulan terakhir tersebut menurutnya dapat berakibat buruk pada mental jemaat. Ia mengusulkan kepada pemerintah untuk segera menyelesaikan perkara ini dengan baik.

“IMB untuk gereja seharusnya segera diberikan agar tidak terjadi masalah antara jemaat dan warga,” ujar Penrad.

Saat ini, GBKP Runggun Pasar Minggu dipimpin oleh Pendeta Elvita Sembiring.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home