Loading...
EKONOMI
Penulis: Prasasta Widiadi 08:01 WIB | Rabu, 11 Maret 2015

Situasi Rupiah 2015 Berbeda dengan 1998

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo (kiri) dan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (kanan). (Foto: Prasasta Widiadi).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anjloknya nilai rupiah di awal 2015 berbeda dengan saat krisis ekonomi dan moneter 1998 silam.

"Kondisi sekarang (2015) berbeda dengan 1998, saat ini memang dolar lagi menguat, ekonomi AS sedang membaik. Jadi bukan hanya rupiah (yang melemah) tapi mata uang yang lainnya juga," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang  Brodjonegoro kepada para pewarta dalam konferensi pers keterangan Perkembangan Ekonomi Indonesia Terkini, di Gedung Frans Seda Kompleks Kementerian Keuangan, Jakarta,  Selasa (10.3). 

Bambang berharap, masyarakat tidak panik dengan kondisi melemahnya rupiah yang saat ini mencapai level Rp13.000 per USD.

Berdasarkan kurs transaksi BI Selasa (10/3), nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS menjadi 13.124 (kurs jual) /12.994 (kurs beli) dibandingkan dengan posisi kemarin 13.112/12.982 per dolar AS. Namun rupiah menguat terhadap euro menjadi 14.211,98/14.068,60 dibanding posisi kemarin 14.218,65/14.072,49.

Nilai tukar rupiah juga menguat terhadap yen Jepang menjadi 10.788,33/10.679,71 dibanding posisi kemarin sebesar 10.849,81/10.740,46. Rupiah juga menguat terhadap dolar Australia menjadi 10.060,86/9.958,60 dibandingkan dengan nilai kemarin sebesar 10.093,62/9.988,35.

Pelemahan rupiah yang terjadi dengan intensitas yang tinggi saat ini, kata Bambang,  berbeda dengan kondisi krisis pada 1998.

Empat Penyebab Krisis Ekonomi Indonesia tahun 1997-1998 :

 Yang pertama, stok utang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek, telah menciptakan kondisi bagi “ketidakstabilan”.

Kedua disebabkan oleh adalah banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.

Ketika liberalisasi sistem perbankan diberlakukan pada pertengahan tahun 1980-an, mekanisme pengendalian dan pengawasan dari pemerintah tidak efektif dan tidak mampu mengikuti cepatnya pertumbuhan sektor perbankan.

Yang ketiga, sejalan dengan makin tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi.

Yang keempat, perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada gilirannya memberbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri.

Faktor situasi politik merupakan hal yang paling sulit diatasi karena kegagalan dalam mengembalikan stabilitas sosial-politik  mempersulit kinerja ekonomi dalam mencapai momentum pemulihan secara mantap dan berkesinambungan. 

“Penguatan USD murni mereka sedang berjaya di tahun ini, hal itu terlihat USD yang menguat terhadap hampir semua mata uang dunia, termasuk euro dan yen. Sehingga bukan hanya rupiah saja yang mengalami pelemahan,” Bambang mengakhiri penjelasannya. 

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home