Siwalan, dari Naskah Kuno hingga Bahan Bakar Alternatif
SATUHARAPAN.COM – Popularitas siwalan memang kalah jauh dibandingkan dengan kelapa, khususnya kelapa muda. Namun, bagi warga lokal, siwalan memiliki nilai ekonomis sama dengan kelapa.
Siwalan, dalam bentuk buah segar ataupun legen, kini dapat dijumpai di sudut-sudut kota besar, dijual di gerobak-gerobak dorong, seperti di kawasan perdagangan Pasar Baru, Jakarta Pusat. Legen (dari kata dasar legi yang berarti manis dalam bahasa Jawa) dibuat dari bunga pohon siwalan, melalui proses penyadapan getah yang ditampung pada sebuah tabung yang biasanya terbuat dari potongan batang bambu satu ruas.
Kamus Besar Bahasa Indonesia dari Pusat Bahasa memberi makna siwalan adalah pohon lontar, sekaligus buah siwalan. Sebagian orang, memisahkan nama pohon dan buahnya, menyebutkan tumbuhannya sebagai pohon lontar, atau tal.
Nama itu semakin beragam jika membaca Wikipedia, yang mengutip pendapat ahli botani K Heyne, dalam bukunya, Tumbuhan Berguna Indonesia (1987). Di banyak daerah, pohon ini dikenal dengan nama-nama yang mirip, seperti lonta (Minangkabau), ental (Sunda, Jawa, Bali), taal (Madura), dun tal (Sasak), jun tal (Sumbawa), tala (Sulawesi Selatan), lontara (Toraja), lontoir (Ambon), manggita, manggitu (Sumba), dan tua (Timor).
Siwalan adalah sejenis palma yang tumbuh di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Wikipedia menyebutkan tumbuhan ini asli India, Nepal, Bangladesh, Sri Lanka, dan Asia Tenggara, terutama tumbuh di daerah-daerah kering. Di Indonesia, siwalan terutama tumbuh di bagian timur pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini disebut palmyra palm, toddy palm, atau sugar palm. Jacqueline M Piper, dalam bukunya, Fruits of South-East Asia – Facts and Folklore (1989), menyebut nama sea apple untuk buah tumbuhan ini. Sekian nama lokal ataupun nama dalam bahasa asingnya itu, dipersatukan oleh nama ilmiah yang berlaku internasional, Borassus flabellifer, L.
Mengutip dari Wikipedia, siwalan adalah pohon palma yang kokoh kuat, berbatang tunggal dengan tinggi 15-30 m dan diameter batang sekitar 60 cm. Kebanyakan tumbuh berkelompok, berdekat-dekatan.
Daun-daun besar, terkumpul di ujung batang membentuk tajuk yang membulat. Helaian daun serupa kipas bundar, berdiameter hingga 1,5 m, bercangap sampai berbagi menjari, dengan taju anak daun selebar 5–7 cm, sisi bawahnya keputihan oleh karena lapisan lilin. Tangkai daun mencapai panjang 1 m, dengan pelepah yang lebar dan hitam di bagian atasnya, dan sisi tangkai dengan deretan duri yang berujung dua.
Karangan bunga dalam tongkol, 20–30 cm dengan tangkai sekitar 50 cm. Buah-buah bergerombol dalam tandan, hingga sekitar 20 butir, berkulit keras, bulat peluru berdiameter 7–20 cm. Warna kulitnya hijau tua hingga hitam kecokelatan. Daging buahnya kenyal, berwarna putih bening, dan menjadi kuning bila tua. Berbiji tiga butir dengan tempurung yang tebal dan keras.
Manfaat dan Khasiat Siwalan
Buah siwalan yang masih muda, dapat langsung dikonsumsi. Buah, yang sebetulnya adalah biji yang masih muda dan lunak itu, rasanya mirip kolang-kaling. Biji yang lunak inilah yang dijual di gerobak-gerobak buah.
Buah siwalan muda itu juga dimanfaatkan sebagai bahan campuran minuman es, seperti dijumpai di daerah pesisir Jawa Timur, Tuban, Lamongan. Sementara dari daging buah yang tua juga dapat dioleh menjadi campuran penganan atau bahan selai.
Daun siwalan pada zaman dulu dimanfaatkan sebagai media penulisan naskah-naskah, yang peninggalannya masih dapat ditemui di museum-museum. Buku Jacqueline Piper juga menunjukkan nilai ekonomis daun siwalan, mengutip dari laporan Sir Thomas Stamford Bingley Raffles, warga Inggris yang menjadi Gubernur-Letnan Hindia Belanda, tentang tradisi Buju di Sulawesi.
Kisah lama dari masyarakat Roti di NTT menyebutkan daun siwalan dari pohon betina dipakai untuk membungkus jenazah perempuan, sementara jenazah pria akan dibungkus daun siwalan dari pohon berkelamin jantan.
Daun siwalan juga sejak lama dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan, antara lain untuk pembuatan kipas, tikar, topi, aneka keranjang. Alat musik tradisional di Timor yang terkenal, sasando, juga dibuat dari daun lontar.
Tangkai dan pelepah daun tumbuhan ini juga diolah untuk diambil seratnya. Heyne, seperti dikutip Wikipedia, menyebutkan serat ini pada masa silam cukup banyak digunakan di Sulawesi Selatan untuk tali atau membuat songkok, semacam tutup kepala setempat.
Kayu dari batang lontar bagian luar bermutu baik, berat, keras dan berwarna kehitaman. Kayu ini kerap digunakan orang sebagai bahan bangunan atau untuk membuat perkakas dan barang kerajinan.
Jacqueline Piper menyebutkan pohon siwalan mengeluarkan bunganya pertama kali pada umur 10 – 20 tahun. Dari karangan bunganya (terutama tongkol bunga betina) orang menyadap nira lontar. Nira ini dapat dimasak menjadi gula, atau difermentasi menjadi legen atau tuak, semacam minuman beralkohol buatan rakyat.
Siwalan dapat hidup hingga umur 100 tahun atau lebih. Peneliti masih terus mengeksplorasi dan meningkatkan nilai ekonominya, termasuk menjadi bahan bakar alternatif.
Editor : Sotyati
Petugas KPK Sidak Rutan Gunakan Detektor Sinyal Ponsel
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar inspeksi mendadak di...