Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 12:06 WIB | Jumat, 06 November 2015

Soal Kegaduhan Politik, Adhie Massardi Kritik Politisi PKS

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli. (Foto: Dok.satuharapan.com/Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Adhie M Massardi, angkat bicara soal pernyataan Tifatul Sembiring tentang Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang tidak solid dan gaduh sejak masuknya Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli (RR).

"Membuktikan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu gagal paham politik pencegahan korupsi," kata Adhie M Massardi, dalam siaran pers yang diterima satuharapan.com di Jakarta, Jumat (6/11).

Dia menilai apa yang dilakukan RR tidak bisa dikategorikan sebagai "kegaduhan", apalagi disebut sebagai pertikaian politik dengan Wapres Jusuf Kalla, sebagaimana ditafsirkan mantan Menkominfo kabinet Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Menurut mantan Jubir Presiden Gus Dur itu, dalam perspektif politik pemberantasan korupsi, mengangkat ke permukaan projek-projek pemerintah yang semula tertutup menjadi transparan, seperti dilakukan RR, merupakan cara paling efektif mencegah permainan (korupsi) di jajaran pejabat negara pemegang kuasa atas projek-projek itu.

"Soal rencana pembelian pesawat Airbus A-350 yang dipaksakan Meneg BUMN Rini Soemarno, misalnya. Kalau tidak 'dikepret' Rizal Ramli, niscaya hal itu akan berjalan mulus," kata dia, sehingga bangsa Indonesia tinggal menunggu hari bangkrutnya maskapai penerbangan nasional itu, sebagaimana terjadi pada Merpati Nusantara Airlines (MNA) karena (dipaksa) membeli pesawat yang tidak diperlukan.

"Padahal kita tahu, dalam setiap pembelian barang dan jasa selalu ada komisi, fee, atau istilah halusnya kick-back. Dalam bisnis pesawat, itu nominalnya bisa mencapai 25-30 persen. Kalau menterinya jujur, mungkin fee itu disetor ke kas negara. Tapi jangan lupa, di Garuda ada pengusaha besar pemegang saham (publik) mayoritas (sekitar 30 persen) di luar pemerintah yang juga punya hak atas komisi itu," kata dia.

Jadi apa yang menurut tafsiran Tifatul Sembiring sebagai "kegaduhan", sejatinya itu adalah pencegahan korupsi, tindakan preventif atas kerugian keuangan negara. Dan hal seperti itu juga (pencegahan kerugian negara) yang dilakukan RR dalam kasus ladang gas raksasa Blok Masela, tambang emas besar yang dikelola PT Freeport, projek listrik 35 MW, dan banyak lagi.

"Maka, saya (GIB) menentang saran politisi PKS ini agar 'kegaduhan' (pencegahan tindak pidana korupsi) dalam pemerintahan Jokowi dihentikan, dengan berlindung di balik 'soliditas kabinet' sebagaimana terjadi dalam kabinet rezim SBY," kata dia.

"Kita tahu, dalam rezim SBY, kabinet memang kompak, sangat solid," dia menambahkan.

Tetapi, kegelapan sejumlah menteri SBY berhasil dibongkar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehinga sebagian harus berurusan dengan lembaga antirasuah itu.

"Dalam sejarah politik nasional, apa yang dilakukan RR sebenarnya bukan hal baru. Jusuf Kalla, saat jadi wapres SBY (2004-2009), dalam skandal rekayasa bailout Bank Century, bahkan menggunakan bahasa ''sangar'' dalam menjelaskan kepada publik atas kebobrokan pemerintahan saat itu: 'perampokan'," dia mencontohkan.

Adhie berharap ke depan para politisi mana pun bisa lebih cerdas dalam memahami mana “kegaduhan”, mana “perseteruan politik”, dan mana pula langkah preventif penyelamatan aset/kekayaan negara.

Sebelumnya politisi PKS, Tifatul Sembiring, menilai kegaduhan yang terjadi di kabinet Joko Widodo dan Jusuf Kalla harus dihentikan dan perlu adanya stabilitas di dalam kabinet, terutama dalam sinergi antarmenteri.

"Saya pikir perlu ada stabilitas ya, tak terkecuali di dalam kabinet, dan ada soliditas. Jangan menimbulkan kesan keluar, whatever kalau Anda mau ribut, ributlah di dalam,” kata Tifatul di sela penutupan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PKS di Hotel Bumi Wiyata Depok, Rabu (4/11).

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home