Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 15:15 WIB | Selasa, 12 Juli 2016

Solusi Penyanderaan WNI, Butuh Pendekatan yang Komprehensif

Ilustrasi. Militan Abu Sayyaf di pulau Jolo, Filipina selatan. (Foto: voaindonesia.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Sukamta mengatakan untuk penyelesaian kasus penyanderaan tiga warga negara Indonesia (WNI) di perairan Malaysia pada 9 Juli 2016 yang diduga dilakukan oleh Abu Sayyaf harus dilakukan dengan pendekatan baru.

“Untuk menangani masalah penyanderaan-penyanderaan WNI ini diperlukan pendekatan baru yang komprehensif, Membebaskan sandera itu jangka pendek. Ibaratnya menyembuhkan sakit, fokus kepada pembebasan sandera itu cuma menyembuhkan gejalanya. Maka perlu kita sembuhkan penyebab utama penyakitnya sebagai solusi jangka panjang,” kata Sukamta dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, hari Selasa (12/7).

Penyebab utamanya adalah soal politik internal Filipina, kata Sukamta mungkin ada ketidakadilan dan kesenjangan pembangunan di sana.

“Karenanya kita desak pemerintah Filipina untuk bisa meredam konflik ini, bahkan kalau bisa “berdamai” dengan mereka. Mungkin Indonesia bisa dijadikan contoh saat menangani konflik GAM di Aceh,” kata dia.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini menambahkan faktor penyebab berikutnya adalah kurang amannya kawasan. Wilayah perairan perbatasan seringkali menjadi wilayah yang rawan aksi perompakan. Sehingga perlu dilakukan kerja sama lintas negara untuk sama-sama menjaga keamanan perbatasan.

Selain itu, kata Sukamta pendekatan komprehensif jangka pendek yang bisa dilakukan adalah operasi militer bersama secara reguler yang melibatkan tentara gabungan trilateral Indonesia-Filipina-Malaysia. TNI dan Polri memiliki pasukan elit yang mumpuni untuk membebaskan sandera. Tapi perlu diingat bahwa tugas utama TNI dan Polri adalah membebaskan sandera. Sebisa mungkin meminimalisasi penggunaan senjata pembunuh, kecuali memang tidak ada jalan lain.

Menurut Sukamta, selain operasi militer gabungan, untuk jangka panjangnya perlu dilakukan kerja sama pertahanan antarnegara, khususnya kerjasama trilateral tentang keamanan maritim. Dengan Malaysia, Indonesia memiliki kerja sama pertahanan bilateral bernama Elang Malindo. Demikian juga dengan Filipina, Indonesia memiliki hubungan bilateral dalam bidang pertahanan.

“Nah, ini diperkuat dengan kerjasama trilateral tadi,” kata dia.

Doktor lulusan Salford University, Manchester, Inggris ini menekankan bahwa pendekatan komprehensif jangka panjang bisa dilakukan dengan second track diplomacy. Yaitu diplomasi yang dilakukan lewat pemerintah, misalnya antara Kementerian Luar Negeri, dan Pertahanan RI dengan Kementerian serupa di Filipina dan Malaysia. Selain itu diplomasi juga dilakukan lewat parlemen antara tiga negara. Tujuan perjuangan kita dengan diplomasi ini adalah kestabilan kawasan. Sebagai sesama anggota ASEAN, kita mendorong dan memberi masukan kepada pemerintah Filipina agar bisa menyelesaikan konflik dengan MNLF, MILF dan kelompok Abu Sayyaf yang sudah berkepanjangan ini.

“Tapi kita musti tetap waspada, jangan sampai kita terseret arus perang yang bukan perang kita. Jangan sampai kasus-kasus penyanderaan yang berulang ini mengalihkan fokus perhatian kita dari potensi konflik yang sesungguhnya lebih besar seperti Natuna, Laut Tiongkok Selatan, dan seterusnya,” kata dia.

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home