Loading...
INDONESIA
Penulis: Tunggul Tauladan 21:31 WIB | Kamis, 02 April 2015

Sri Sultan Mengaku Sumpek Melihat Yogya Tuai Beragam Reaksi

Ilustrasi. Tugu Jogja dengan latar belakang crane pembangunan salah satu hotel di Jalan Diponegoro, Kota Yogyakarta. Kawasan Tugu telah ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya sehingga pembangunan bangunan komersil di sekitar kawasan ini harus mendapat perhatian tersendiri sehingga mampu mendukung kawasan cagar budaya yang telah ada. (Foto: Tunggul Tauladan)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM -- Pernyataan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X di media pada Selasa (31/3) silam, menuai berbagai tanggapan. Kala itu, orang nomor satu di DIY tersebut menyatakan telah sumpek dengan maraknya pembangunan hotel di Yogyakarta yang berdampak langsung dengan kerusakan lingkungan.

Pernyataan Sri Sultan HB X tersebut tampaknya dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Salah satunya adalah pengakuan Sri Sultan yang telah melihat langsung film berjudul “Belakang Hotel” yang memuat kisah kesulitan air bersih bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hotel. Menurut Sri Sultan, dirinya tidak menyangka bahwa efek pembangunan hotel akan berdampak sedemikian parah.

Menurut Sri Sultan HB X, dirinya telah menegur kepala daerah di DIY untuk tidak hanya mengejar Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan cara pemberian izin pendirian hotel. Namun, Sri Sultan mengimbau bahwa pemberian izin tersebut hendaknya dengan pertimbangan yang matang, khususnya efek yang ditimbulkan akibat pembangunannya, atau secara singkat, tidak hanya mengejar keuntungan materi semata, namun juga memperhitungkan pengaruh terhadap lingkungan dan masyarakat yang tinggal di sekitar hotel yang dibangun.

Pernyataan Sri Sultan HB X tersebut menuai tanggapan beragam. Menurut Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta, Sujanarko, pembangunan hotel seharusnya mengikuti Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Pria yang akrab disapa Koko ini berharap bahwa Peraturan Walikota (Perwal) Yogyakarta yang nantinya akan diterbitkan dapat selaras dengan isi RDTRK.

“Perda RDTRK Yogyakarta sudah ada. Jadi rekomendasi pembangunan harus sesuai dengan RDTRK. Jangan sampai saling bertentangan,” kata Sujanarko pada Rabu (1/4).

Menurut Ketua Badan legislasi DPRD Kota Yogyakarta, Tatang Setiawan, Raperda RDTRK 2015 saat ini sudah selesai dibahas dan telah ditetapkan sebagai perda. Selanjutnya, perda tersebut akan ditindaklanjuti dengan keluarnya perwal sebagai petunjuk teknis sekaligus detail implementasinya.

“Semua petunjuk teknis dalam perda ini nantinya akan dituangkan dalam perwal. Setiap pengusaha dan masyarakat harus tunduk pada perda dan perwal ini. Namun, jika nantinya terjadi pelanggaraan atau persoalan lainnya,  perwal yang akan menjadi pegangan” kata Tatang yang dihubungi pada Kamis (2/4).

Di sisi lain, Pengamat Tata Ruang dari Universitas Gajah Mada (UGM), Dambung Lamuara mengaku pesimis bahwa perda dan perwal tersebut akan mampu diterapkan sebagaimana mestinya. Dambung menilai bahwa aturan tersebut hanya akan berlaku normatif semata.

“Saya pesimis jika Perda RDTRK akan dapat diterapkan sebagaimana mestinya. Saya rasa penerapan perda tersebut nantinya masih sebatas normatif saja,” ungkap Dambung yang dihubungi pada Kamis (2/4).

Pernyataan Dambung ini terlontar karena menurutnya, selama ini dewan belum memberikan kontrol dan pengawasan secara maksimal terkait dengan implementasi dari perda yang dibuat. Salah satunya adalah pemberian izin pendirian hotel yang menempati bangunan-bangunan yang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. 

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home