Loading...
SAINS
Penulis: Equivalent Pangasi 05:01 WIB | Senin, 05 Mei 2014

Terlalu Cepat Menyebut Pelaku Pelecehan di JIS Sebagai Pedofil

Menurut Guru Besar bidang Psikologi Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya Prof. Dr. Bernadette N. Setiadi, perlu banyak informasi sebelum menyebut pelaku pelecehan seksual di JIS sebagai pedofil. (Foto: yudhitc.wordpress.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Guru Besar bidang Psikologi Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya Prof. Dr. Bernadette N. Setiadi mengatakan memberi label pedofil  pada pelaku pelecehan seksual anak di Jakarta International School adalah hal yang terburu-buru.

Bernadette mengatakan informasi mengenai para pelaku belum lengkap sehingga tidak bisa segera dikatakan sebagai sebagai orang-orang dengan pedophilia, yaitu suatu gangguan psikoseksual dengan preferensi seksual terhadap anak di bawah masa puber.

Menurut mantan rektor Unika Atma Jaya itu, ada faktor-faktor sosial lain yang perlu dilihat, yang menyebabkan pelaku melakukan pelecehan. “Misalnya ada tekanan dari kelompok, karena pelecehan tersebut ternyata tidak dilakukan sendiri,” kata Bernadette pada satuharapan.com, Jumat (2/5) di Unika Atma Jaya.

Menurut perempuan yang menjadi anggota dewan juri Yap Thiam Hien Award itu, hal lainnya yang perlu dilihat sebelum menyebut pelaku sebagi pedofil adalah konsistensi dalam waktu, yaitu apakah pelecehan terjadi hanya dalam tiga bulan terakhir.

Relasi Guru dan Anak?

Bernadette, yang juga dikenal aktif dalam memperjuangkan pendidikan di Indonesia mempertanyakan relasi guru dan anak yang terjalin di lingkungan pendidikan JIS.

“Biasanya, terutama di sekolah yang terkenal elite, guru seharusnya cukup sensitif dengan perubahan perilaku pada anak didik. Tapi kalau hal ini tidak terlihat oleh guru, saya merasa ini ada sesuatu yang kurang,” katanya.

Bernadette menyayangkan sistem pendidikan di JIS yang menurutnya masih memerlukan banyak perbaikan, terutama bagi pendidikan usia dini seperti Taman Kanak-kanak (TK).

Bernadette mengatakan, anak-anak usia dini seperti TK akan mengalami kebingungan, ketidaktahuan, dan belum mampu memahami apa yang sebenarnya terjadi. Maka guru seharusnya memiliki kepekaan.

"Apalagi kalau bertemu setiap hari, pastinya akan terlihat jika ada perubahan perilaku ketika seorang anak baru saja mengalami sesuatu yang sangat traumatis. Tapi kok ini justru tidak terdeteksi?”

Pendidikan Seks

Melihat makin banyaknya kasus pelecehan seksual terhadap anak, Bernadette menyampaikan perlunya pendidikan seks dan kesehatan reproduksi sejak usia dini. Menurutnya, pendidikan seks dan kesehatan reproduksi tersebut akan menolong anak untuk memahami tubuhnya dan hak-haknya.

Namun Bernadette menekankan bahwasanya pendidikan tersebut perlu disampaikan dan diterapkan dengan bahasa yang tepat dan sesuai dengan kemampuan berpikir anak dan level perkembangannya sehingga anak dapat memahaminya dengan mudah.

Mengutip psikolog sekaligus praktisi anak Seto Mulyadi alias Kak Seto, Bernadette mengatakan, “pendidikan bisa dimulai dengan memperkenalkan perbedaan antara laki-laki dengan perempuan.”

Doktor bidang Psikologi Sosial dari Universitas Illinois itu menekankan agar orang tua memperhatikan cara menjelaskan pendidikan seks dan kesehatan reproduksi kepada anak-anak. 

“ketika orang tua menjelaskan dengan kikuk atau kagok, anak akan merasa ada sesuatu yang aneh dan justru akan membuatnya bertanya-tanya,“ kata dia.

“Tetapi ketika orang tua menjelaskan secara alamiah bahwa ada laki-laki dan perempuan, kemudian apa yang membedakannya misalnya ada penis dan vagina, anak akan memahaminya,” kata Bernadette.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home