Loading...
SAINS
Penulis: Eben Ezer Siadari 16:50 WIB | Selasa, 28 Oktober 2014

Ternyata Sumpah Pemuda Tidak Pernah Ada

Sam Ratulangi pun ternyata tidak pernah benar-benar meraih gelar doktor.
Achmad Munjid (Istimewa)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ternyata apa yang kita kenal dewasa ini sebagai Sumpah Pemuda 1928 tidak pernah ada. Yang ada adalah putusan Kongres Pemuda yang menyatakan bahwa para peserta kongres tersebut mengaku berbangsa Indonesia, bertanah air Indonesia dan berbahasa Indonesia.

"Pada tahun 1950-an, Soekarno mengubah "putusan" menjadi "sumpah" dan menambahkan kata "satu" (berbangsa satu, bertanah air satu, berbahasa satu) sebagai strategi untuk mengatasi ancaman perpecahan nasional," kata Achmad Munjid, penyandang gelar doktor Ilmu-ilmu Agama dari Temple University AS yang sehari-hari menjadi pengajar pada Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada.

"Soekarno memang jago dalam urusan membuat dan mengubah jargon. Cultuurstelsel (sistem pertanian), juga diubah namanya oleh Soekarno jadi "tanam paksa". Padahal kenyataan sejarah dulu ya nggak gitu. Nggak ada pemaksaan, rakyat juga tidak menderita-menderita amat," tutur dia (28/10) dalam percakapan dengan satuharapan.com melalui pesan Facebook-nya.

Menurut dia, dalam Cultuurstelsel, rakyat tidak dipaksa, tetapi didorong untuk menanam tanaman ekspor sebagai komoditas yang sedang laku di Eropa. Kalaupun ada yang memaksa, menurut dia, paling pemimpin pribumi yang korup dan mau menyogok tuannya.

Buktinya, tutur dia, statistik menunjukkan bahwa pendapatan rakyat ketika itu justru naik, jumlah jemaah haji dari tanah Jawa juga meningkat.

Penelitian sejarah memang banyak memberi kejutan-kejutan. Beberapa contoh dapat dikemukakan. Munjid merujuk pada  riset disertasi Gerry van Klinken, yang berjudul Minorities, Modernity and the Emerging Nation: Christians in Indonesia, a Biographical Approach. [Verhandelingen van het Koninklijk Institut voor Taal-, Land en Volkenkunde, 199.] (Leiden: KITLV Press. 2003).

Menurut disertasi itu, Douwes Dekker yang selalu menulis nama lengkap dengan gelar Doktor (bahkan di batu nisannya)  sebetulnya tidak pernah punya gelar itu. "Setelah pergi beberapa tahun ke Eropa, meski tidak untuk sekolah, ketika pulang ke Hindia Belanda, secara begitu saja ia selalu menulis nama lengkapnya dengan Dr. Douwes Dekker," kata Munjid. Terinspirasi oleh tindakan itu, kata Munjid, Sam Ratulangi yang juga tidak pernah meraih gelar doktor, juga melakukan hal yang sama.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home