Loading...
INDONESIA
Penulis: Dewasasri M Wardani 12:46 WIB | Rabu, 19 Agustus 2015

Tim DVI Identifikasi 48 Sampel DNA Korban

Ilustrasi: Personel Disaster Victim Identification (DVI) Mabes Polri saat bersiap mengidentifikasi korban pesawat Sukhoi Super Jet 100 yang hilang kontak di kawasan Gunung Salak, Jawa Barat, 2012. (Foto: Antaranews/Widodo S Jusuf).

JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Tim Disaster Victim Investigation (DVI) Polda Papua telah berhasil mengidentifikasi 48 sampel DNA (deoxyribonucleic acid) korban pesawat Trigana PK-YRN dengan nomor penerbangan IL-257, yang jatuh di Kampung Atenok, Distrik Oksob, Kabupaten Pegunungan Bintang.

Ketua Tim DVI Polda Papua dr Ramon Amiman, di Jayapura, Rabu (19/8), mengatakan ke-48 sampel DNA itu diambil di Jayapura oleh petugas posko di Rumah Sakit Bhayangkara.

"Petugas kami di Oksibil, juga sudah melakukan identifikasi 21 sampel DNA, sehingga nantinya akan dicocokkan dengan sampel di Jayapura," katanya.

Menurut Ramon, persiapan baik tempat maupun tenaga sudah siap, namun di Oksibil belum memungkinkan untuk dilakukan evakuasi.

"Nantinya jenazah dari lokasi jatuhnya pesawat akan dibawa ke Oksibil, untuk diperiksa dan selanjutnya akan diturunkan ke Jayapura," katanya.

Dia menjelaskan, institusinya juga sudah menyiapkan tim dokter yang terdiri atas dua ahli forensik, enam dokter umum, satu ahli DNA, dua dokter gigi forensik, dan paramedis.

"Sedangkan untuk posko tim identifikasi, satu dibangun di bandara dan satu lain di Rumah Sakit Bhayangkara," katanya lagi.

Khusus untuk posko di Rumah Sakit Bhayangkara, dia menambahkan, dari 48 sampel DNA yang diambil, tinggal enam keluarga yang belum melaporkan diri.

"Keenam keluarga tersebut terdiri atas tiga penumpang dan tiga kru pesawat, yang hingga kini masih belum ada yang melapor," katanya lagi.

Pesawat Trigana PK-YRN dengan nomor penerbangan IL-257, hilang kontak di sekitar wilayah Oksibil, Papua.

Pesawat hilang saat hendak menempuh rute Jayapura (DJJ)-Oksibil (OKS). Pesawat lepas landas dari Bandara Sentani pukul 14.22 WIT, dengan estimasi tiba pada pukul 15.04 WIT

Pukul 14.55 WIT pesawat tersebut melakukan kontak dengan menara Oksibil, dan ternyata kontak tersebut merupakan kontak terakhir, karena setelah pada pukul 15.00 WIT tidak ada jawaban dari pesawat tersebut.  

Keluarga Co-Pilot Trigana Air Menantikan Jenazah

Sementara itu, pihak keluarga Ariadin Falani (40) co-pilot Trigana Air, di rumah duka di Perumahan Taman Kenari BI Nomor 11, Kelurahan Tanah Baru, Kota Bogor, Jawa Barat, sedang menunggu kabar. "Kami saat ini masih menunggu kabar kepulangan jenazah, yang rencananya akan dibawa pulang ke Banjarmasin," kata Rosnila, istri Ariadin, di Bogor, Rabu.(19/8).

Ariadin Falani, co-pilot, menjadi salah satu dari 54 korban kecelakaan pesawat Trigana Air dengan nomor penerbangan 257 rute Jayapura-Oksibil yang mengalami hilang kontak Minggu sore (16/8).

Pesawat Trigana Air PK-YRN, dinyatakan jatuh di Pegunungan Bintang, Papua. Pesawat tersebut, membawa 49 orang penumpang terdiri atasi 44 orang dewasa, tiga orang anak-anak, dan dua bayi. Selain itu terdapat lima kru dalam pesawat, yakni Pilot Capt Hasanudin, Flight Officer Ariadin F, Flight Attendant Ika N dan Dita A, serta Engineer Mario.

Ariadin meninggalkan seorang istri dan tiga anak, dua anak perempuan dan seorang anak laki-laki yang paling bungsu. Roslina, menceritakan terakhir kontak bersama suami sehari sebelum pesawat hilang kontak. Saat itu ia sedang mempersiapkan perayaan ulang tahun anak keduanya di SD Papandayan.

"Ulang tahun Nina ditunda dirayakan Sabtu (15/8), tetapi bapaknya nggak bisa datang karena ada tugas," kata Rosnila.

Di mata Rosnila, suaminya adalah sosok bapak yang mencintai keluarga, tidak bisa melihat orang lain susah. Setiap bertugas mereka selalu menjaga komunikasi. Ariadin punya kebiasaan selalu menelepon setelah lepas tugas, sebelum istirahat.

Rosnila dan Ariadin sudah berumah tangga selama 12 tahun. Suaminya memulai karier penerbangannya setelah lima tahun usia pernikahan. Suaminya menempuh pendidikan di sekolah penerbangan Southwind, Texas, Amerika Serikat. Bagi Rosnila, suaminya sosok yang sangat loyal pada perusahaan dan mencintai pekerjaannya. Suaminya juga sudah merasa nyaman bekerja di penerbangan yang merupakan cita-cita sejak kecil.

Rosnila dan tiga anaknya saat ini menunggu kabar kapan jenazah suaminya diberangkatkan ke Banjarmasin, dan segera menyusul dari Bogor untuk menghadiri pemakaman. Sementara itu, untuk keperluan otopsi pihak keluarga yang berangkat ke Papua diwakilkan oleh ibu, bapak, dan adik almarhum.

Meski telah mengikhlaskan kepergian suami, Rosnila mengaku masih sulit menerima kenyataan. Terlebih ketiga anak-anaknya selalu menanyakan mengapa sang ayah belum juga pulang.

"Anak-anak sering tanya. Berat juga. Ini baju koko yang dipakainya, tiga kali, empat kali dipakai, masih ada bau parfumnya," kata Rosnila. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home