Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 17:22 WIB | Rabu, 02 Maret 2016

Turi, dari Menu Pecel hingga Obat TB

Turi bunga merah, yang memiliki nama ilmiah Sesbania grandiflora, Pers. (Foto: hear.org)

SATUHARAPAN.COM – Turi, selama ini hanya dikenal sebagai pelengkap menu pecel. Itu pun hanya sebagian orang yang mengenalnya. Di daerah pertanian, pohon turi dimanfaatkan sebagai pohon rambat tanaman vanili dan lada, selain sebagai pohon peneduh. Di balik penampilannya yang sederhana, turi menyimpan khasiat obat yang sangat potensial dari seluruh bagian tanamannya. Salah satu di antaranya, penangkal penyakit TB, tuberkulosis.

Situs Badan Pangan Dunia, fao.org, menyebutkan turi diperkirakan berasal dari Asia, namun tumbuhan yang masuk anggota suku Fabaceae ini sekarang telah tersebar ke berbagai daerah tropis dunia, terutama India Timur dan Australia.

Di Indonesia, tumbuhan ini ditanam di halaman-halaman rumah dan sebagai tanaman pelindung di sawah-sawah. Turi dapat pula hidup di tanah asam dan juga di tanah berair, tetapi tidak baik ditanam pada ketinggian lebih dari 1.500 meter di atas permukaan air laut.

Tumbuhan ini penyebutannya berbeda-beda di Indonesia. Nama turi dipakai di Jawa, Sunda, Ternate, Tidore, Halmahera, Sangihe, dan Alor. Nama lainnya adalah toroy (Madura), tuwi (Bali), turing, suri (Sulut), tuli (Talaud), palawu (Bima), gala-gala (Timor), ngganggala, kalala (Rote), tanunu (Sumba), kayu jawa (Baree dan Makassar), ajatulama (Bugis).

Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini dinamakan agathi, dipinjam dari nama dalam bahasa Bengali, agati.

Nama ilmiahnya yang berlaku secara internasional, Sesbania grandiflora (L.) Pers. Namun, Wikipedia menyebutkan, turi memiliki banyak nama ilmiah sinonim, di antaranya Robinia grandiflora L., Aeschynomene grandiflora L., Sesban grandiflorus Poir, dan Agati grandiflora Desv.

Turi adalah tumbuhan pohon berkayu lunak dan berumur pendek. Tingginya mencapai 5-12 meter. Batang bagian dalam berair dan berlendir.

Akarnya berbintil-bintil dan berguna untuk menyuburkan tanah.

Bunganya besar, keluar dari rantingnya. Apabila mekar, bunga itu berbentuk seperti kupu-kupu, berwarna merah atau putih, atau berwarna gabungan keduanya. Letak bunganya menggantung bertangkai dengan 2-4 bunga, kuncupnya berbentuk sabit.

Rantingnya menggantung. Percabangan baru keluar apabila panjangnya sudah mencapai 5 meter.

Daunnya majemuk dan tersebar. Tangkainya pendek, dan setiap tangkai berisi 20-40 pasang anak daun.

Buahnya berbentuk polong, menggantung, bersekat, dengan panjang 20-55 cm. Buahnya yang masih muda berwarna hijau, dan sudah tua berwarna kuning keputih-putihan. Bijinya berbentuk bulat panjang, dan berwarna cokelat muda.

Pemanfaatan sebagai Obat Herbal

Di India dan wilayah utara Thailand, seperti dapat dibaca di situs FAO, turi sejak lama dimanfaatkan dalam di dunia pertanian, terutama untuk pakan ternak dan bahan pupuk hijau.

Kayunya tidak terlalu disukai sebagai bahan bakar karena menghasilkan banyak asap, namun lebih banyak dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan atau bahan bangunan.  

Bunga dan daun turi, secara tradisional dimanfaatkan sebagai pelengkap makanan. Di beberapa negara, daun keringnya secara tradisional digunakan sebagai minuman teh, yang diyakini memiliki khasiat antibiotik, antitumor, obat cacing, dan bahan untuk kontrasepsi.

Bagi masyarakat Jawa, turi identik dengan pecel. Bunga turi, terutama yang putih, memiliki paduan rasa manis dan gurih, dimanfaatkan sebagai campuran pecel.

Selain bunga, daun dan polongnya yang masih muda, dapat dimakan sebagai sayur atau lalap setelah direbus terlebih dahulu. Dr A Seno Sastroamidjojo dalam bukunya, Obat Asli Indonesia (1965), menyebutkan rebusan daun turi biasa dimanfaatkan ibu-ibu yang baru melahirkan untuk menambah ASI. Jika ditambahkan cuka, daun yang dikukus itu untuk obat sakit kepala.

Polong turi, seperti disebutkan Wikipedia, dapat dimakan seperti  kacang panjang.

Kulit kayunya secara tradisional juga dimanfaatkan sebagai obat herbal. Air rebusan kulit kayu yang diremas, dimanfaatkan untuk mengobati sariawan, disentri, dan diare. Air rebusan ini juga bekerja sebagai obat muntah.

Kulit kayu turi yang berwarna merah, seperti dapat dibaca di buku Obat Asli Indonesia, disebutkan dijual dengan nama kayu timor. Kadar taninnya yang tinggi, bermanfaat untuk penyembuhan luka atau disentri. Pada umumnya kayu timor ini digunakan untuk mengobati berak darah dan mengatasi peradangan, memar, dan bengkak-bengkak.

Warga Sumba, secara tradisional memanfaatkan daun dan kulit batang turi untuk ditempelkan pada bagian tulang yang patah, kemudian diikat dengan kain dan dibungkus pelepah daun pisang.

Penelitian ilmiah seperti dikutip dari Wikipedia menyebutkan getah tumbuhan ini merupakan astringen, yang mengandung zat pewarna utama, yakni agatin dan zantoagatin, basorin, dan tanin. Biji tumbuhan ini mengandung 70 persen protein, dan daunnya mengandung saponin yang tidak berbahaya, dan dapat dijadikan pengganti sabun untuk mencuci pakaian.

Penelitian terbaru menyebutkan akar turi mengandung bahan-bahan aktif yang bersifat antituberkulosis terhadap bakteria Mycobacterium tuberculosis. Bahan-bahan itu di antaranya adalah asam betulinat dan tiga macam isoflavanoid.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home