Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 14:31 WIB | Selasa, 24 November 2015

Uang Negara Ikut Dipakai Membakar Hutan

Seorang anggota pemadam kebakaran mempersiapkan diri untuk memadamkan kebakaran hutan di Ogan Ilir, Sumatera Selatan, 17 September 2015 (Foto: AP)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM -  Bank-bank nasional dan Kementerian Keuangan harus ikut bertanggung jawab atas kebakaran hutan di Tanah Air yang telah menjadi bencana regional. Soalnya, mereka telah menggunakan uang negara melalui subsidi bunga sejak tahun 2007 melalui peraturan Menteri Keuangan No 117 dan Peraturan Menteri Pertanian No 33 tentang revitalisasi perkebunan untuk mendukung ekspansi perusahaan kelapa sawit.

"Saat kebakaran, mereka seolah-olah tanpa masalah dan berdiam diri. Subsidi bunga tersebut diperoleh dari APBN untuk membangun kebun-kebun plasma dan yang membangun adalah perusahaan. Mereka juga tidak pernah mengawasi, bank hanya memprioritaskan pengucuran kredit tanpa melihat apakah kredit tersebut digunakan sesuai standar pembangunan berkelanjutan atau tidak," kata Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetos Darto, dalam percakapan dengan satuharapan.com, Selasa (24/11).

Menurut dia, tudingan bahwa pelaku pembakaran hutan adalah para petani kelapa sawit perlu diinvestigasi lebih dalam. "Definisi petani perlu clear. Petani sawit memiliki luas lahan kurang dari 25 ha, sesuai dengan peraturan perundangan yang ada," kata dia.

Menurut dia, dalam membangun perkebunan kelapa sawit berkelanjutan (zero burning dan ramah lingkungan) di Indonesia, petani  membutuhkan biaya yang sangat besar. Ironisnya, skema pendanaan perbankan saat ini sangat menyulitkan petani karena bank-bank sangat konservatif.

"Bank-bank hanya mendanai perusahaan besar, bukan langsung ke petani. Di samping itu, peraturan pemerintah juga menjamin bahwa hanya melalui perusahaan saja petani mendapatkan akses pendanaan. Padahal, skema pendanaan melalui perusahaan kurang adil dan berpotensi menciptakan konflik sosial dengan petani," kata dia.

Ia mengatakan skema kemitraan dalam regulasi pemerintah tidak menarik buat petani untuk ikut dan berpartisipasi. Akibatnya, petani lebih mandiri sehingga mereka berbudi daya sawit ala kadarnya tanpa pengetahuan yang memadai.

Idealnya, kata dia, untuk membersihkan lahan yang sudah diizinkan untuk dikembangkan, petani menggunakan traktor dan gergaji mesin selain peralatan manual lainnya. Tetapi metode ini sangat mahal bila dibandingkan dengan membakar.

Oleh karena itu, Mansuetos yang mengaku serikatnya beranggotakan 40.000 petani di Sumatera dan Kalimantan, meminta pemerintah menerapkan peraturan yang lebih ketat untuk mencegah pembakaran.

Selain itu, petani kecil, yang produksinya mencapai 40 persen dari total produksi kelapa sawit, harus diberikan bantuan kredit sehingga dapat menjalankan praktik bertani sawit yang ramah lingkungan.

"Kami  meminta agar bank memiliki standar dan prinsip dalam memberikan pendanaan. Lebih baik mendanai petani karena petani akan lebih siap membangun sawit Indonesia secara berkelanjutan," kata dia.

Mansuetos Darto juga mengeritik Kementerian Pertanian yang tidak merasa bertanggung jawab atas kebakaran hutan. "Kami justru mengapresiasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang selalu aktif menghentikan asap. Sementara Kementan berdiam diri. Jika memilih reshuffle, saya akan memilih mentan untuk di reshuffle duluan," kata dia.

Menurut dia, kebijakan yang ada slama ini ada di Kementan seperti regulasi mengenai lahan lanjut dan ekspansi.

"Sampai saat ini regulasi belum diubah, masih membolehkan pembukaan dengan  kedalaman kurang dari 3 meter. Walaupun ada komitmen dari presiden untuk tidak membuka di gambut lagi, jika regulasinya tidak diubah, akan sama saja," kata dia.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home