Loading...
SAINS
Penulis: Sabar Subekti 16:01 WIB | Rabu, 29 Januari 2014

UNESCO: 250 Juta Anak tak Bisa Membaca dan Berhitung

UNESCO menyerukan perlunya cara mengajar yang berkualitas untuk mengatasi pembangunan pendidikan. (Foto: UNESCO)

SATUHARAPAN.COM -  Serkitar 250 juta anak di seluruh dunia gagal dalam pendidikan dasar untuk kemampuan membaca dan berhitung  terkait krisis pendidikan yang  dibiayai pemerintah hingga US$ 129 miliar (setara Rp 1.548 triliun) per tahun.

Hal itu dikemukakan badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO), dalam sebuah laporan yang dikeluarkan hari Rabu (29/1). Badan itu memperingatkan bahwa cara mengajar  yang tidak memadai di seluruh dunia telah menyebabkan buta huruf lebih luas daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Disebutkan dalam laporan itu bahwa satu dari empat orang muda di negara-negara miskin tidak mampu membaca kalimat, dan jumlahnya  meningkat sampai 40 persen di kawasan sub Sahara Afrika. Menurut PBB, yang dimaksud orang muda adalah mereka yang berusia 15 hingga 24  tahun.

"Apa gunanya pendidikan jika anak-anak  yang bertahun-tahun  datang ke sekolah tanpa keterampilan yang mereka butuhkan?" kata Pauline Rose, Direktur UNESCO, dalam laporan setebal 500 halaman  tentang Monitoring Global Pendidikan untuk Semua ( Education for All Global Monitoring).

Pada 1/3 dari negara yang dianalisis, kurang dari 3/4 guru sekolah dasar yang dilatih untuk mengajar dengan  standar nasional. Sementara  UNESCO menemukan sekitar 120 juta anak usia sekolah dasar di seluruh dunia hanya memiliki sedikit pengalaman bersekolah atau sama sekali tidak.

"Biaya  untuk sekitar 250 juta anak-anak yang tidak mencapai pengetahuan dan ketrampilan dasar  selama belajar merupakan kehilangan sebesar US$ 129 miliar atau 10 persen dari pengeluaran global untuk pendidikan dasar," kata laporan itu.

Sebanyak 37 negara yang dipantau menunjukkan  kehilangan setidaknya setengah jumlah yang mereka keluarkan untuk pendidikan dasar karena anak-anak tidak belajar, kata UNESCO.

Di negara maju, seperti Prancis, Jerman dan Inggris, anak-anak imigran meninggalkan teman-teman mereka dalam keadaan lebih buruk dalam mengejar standar  belajar minimum. Kelompok-kelompok pribumi di Australia dan Selandia Baru juga menghadapi masalah yang sama.

Laporan itu menyerukan kebijakan pendidikan global untuk fokus tidak hanya pada pendaftaran, tetapi juga pada akses yang sama dan cara mengajar yang lebih baik.

"Akses bukanlah satu-satunya krisis rendahnya kualitas yang mempertahankan mereka tetap bisa sekolah,"  kata Direktur Umum UNESCO, Irina Bokova. Kondisi ini menyebabkan target pembangunan milienium tidak akan tercapai.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home