Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 20:10 WIB | Kamis, 05 Januari 2017

Wahid Foundation Potret Toleransi Lewat Bincang Perdamaian

Suasana bincang perdamaian yang diselenggarakan Wahid Foundation, hari Kamis (5/1), di Balai Kartini, Jakarta. (Foto: Febriana DH)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sebagai pembuka tahun 2017, Wahid Foundation bersama-sama dengan sejumlah organisasi seperti LBH Jakarta, Komnas HAM, dan Polri mengadakan Bincang Perdamaian bertemakan “Potret Toleransi di Indonesia Tahun 2017” di Balai Kartini, Jakarta, hari Kamis (5/1). Acara tersebut sebagai bentuk evaluasi terhadap bagaimana toleransi maupun intoleransi yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2016.

”Forum ini merupakan salah satu cara untuk mengkaji serta mengevaluasi fenomena intoleransi dan kekerasan atas nama agama yang terus mengalami peningkatan,” ujar salah satu pendiri Wahid Foundation, Achmad Suaedi, hari Kamis (5/1), saat membuka acara.

Menurutnya, toleransi dan jaminan atas hak Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (KBB) masih menghadapi tantangan di Indonesia. Sepanjang tahun 2016, sejumlah peristiwa intoleransi dan pelanggaran masih terjadi. Beragam ujaran kebencian (hate speech) juga semakin berkembang, terutama di media sosial.

Forum ini diharapkan mampu menjadi tempat berbagi pandangan, pikiran, dan strategi bagaimana membangun toleransi serta perdamaian sekaligus mengatasi berbagai tantangan.

“Sinergi semua pemangku kepentingan seperti organisasi masyarakat sipil, pegiat perdamaian, tokoh agama, dan pemerintah, menjadi salah satu kunci mengatasi tantangan toleransi dan KBB. Forum ini salah satu upaya tersebut,” katanya.

Intoleransi dan pelanggaran KBB, lanjut dia, dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari sosial, ekonomi, maupun politik. Banyak kajian yang menyebutkan jika ujaran kebencian meningkat menjelang momen-momen politik seperti Pilkada maupun Pilpres. Pada saat yang sama, bisa juga dipahami intoleransi berbasis agama terjadi karena dipicu faktor kesenjangan pengetahuan dan ekonomi sekaligus, termasuk pengaruh konflik di luar negeri.

Dalam kasus pelanggaran hak beragama, seperti pelarangan atau perusakan tempat ibadah, termasuk juga aksi sweeping oleh ormas tertentu, dapat pula dipengaruhi sejumlah peraturan perundang-undangan yang diskriminatif dan hingga kini belum dihapus.

“Pada saat yang sama, aparat pemerintah kadang bertindak melampaui kewenangannya atau berlaku diskriminatif, terutama menyangkut perkara teologis warga negara,” ujar dia.

Untuk meningkatkan penguatan toleransi dan pemenuhan jaminan hak beragama berkeyakinan, Wahid Foundation bersama-sama dengan jaringan informal individu dan para aktivis dari organisasi masyarakat sipil melakukan serangkaian aktifitas. Di antaranya, penerbitan Buku Sumber Jaminan Kebebasan Beragama, diseminasi publik di enam wilayah (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Manado, dan Papua), lomba poster, dan pembuatan speed drawing Indonesia Milik Bersama.

“Sejumlah organisasi yang terlibat antara lain LBH Jakarta, ILRC, HRWG, ANBTI, Komunitas Gusdurian, Sobat KBB, ICRP, LBH Bandung, Gusdurian Yogyakarta, CMARS Surabaya, Pemuda Katolik Manado, dan Papeda Papua,” kata Achmad.

Bincang perdamaian ini juga diisi dengan sejumlah kegiatan seperti pemutaran video Indonesia Milik Bersama, peluncuran Buku Sumber Jaminan Kebebasan Beragama Berkeyakinan dan penyerahan hadiah lomba poster.

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home