Loading...
HAM
Penulis: Endang Saputra 17:55 WIB | Jumat, 16 Oktober 2015

Walhi Desak Penerapan Pidana Kasus Pasir Besi Lumajang

Muhnur Satyahaprabu (kanan) Manajer Advokasi dan Pembelaan Hukum Walhi Nasional saat memberikan pernyataan terkait dengan status hukum terhadap koorporasi yang diduga berkontribusi dalam pembakaran hutan yang terjadi di Indonesia.(Foto: Dok.satuharapan.com/Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Hasil pengembangan Polri atas kasus pembunuhan dan mafia pertambangan pasir besi di Kabupaten Lumajang saat ini telah menetapkan 33 orang tersangka. Kepolisian juga memeriksa anggotanya yang diduga terlibat menerima suap hasil kejahatan penambangan pasir besi tersebut.

Namun, manajer kebijakan pembelaan hukum Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Muhnur Satyahaprabu, mengatakan Kepolisian Resor Lumajang hingga saat ini baru menetapkan Kepala Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Hariyono, sebagai otak kasus penambangan pasir ilegal di Pantai Watu Pecak, Desa Awar-awar.

"Hariyono dijerat Pasal 158 sub-pasal 161 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara. Polisi menyita alat berat beserta bukti-bukti penarikan portal pasir," kata Muhnur di Kantor Walhi, Jalan Tegal Parang Utara, Jakarta Selatan, hari Jumat (16/10).

Hingga saat ini juga, kata Muhnur, Polda Jawa Timur tengah melaksanakan sidang kode etik terhadap tiga anggota kepolisian, yaitu Babinkamtibmas, Kanitreskrim, dan mantan Kapolsek Pasirian, dengan dugaan menerima gratifikasi dari Kepala Desa Selok Awar-awar.

"Tetapi, ketiga oknum yang diperiksa tersebut, semuanya hanya setingkat polsek. Mereka penerima langsung dari Kepala Desa Hariyono. Proses penegakan hukum setengah hati inilah yang dikawatirkan hanya bagian dari skenario polisi meloloskan gembong mafia pasir besi di Kabupaten Lumajang," kata dia.

“Polisi seakan-akan memainkan drama dalam kasus pembunuhan dan penambangan pasir besi di Lumajang. Padahal, sejak awal koalisi masyarakat sipil sudah memberikan banyak petunjuk terkait peristiwa dan orang yang patut kuat diduga memainkan bisnis haram pasir besi ini,” dia menambahkan.

Muhnur mengingatkan, Walhi dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) telah menghitung aktivitas pertambangan pasir besi secara liar di Lumajang, Jawa Timur itu, berpotensi merugikan keuangan daerah hingga Rp 11,5 triliun dalam waktu lima tahun atau setara dengan sembilan tahun APBD Lumajang.

"Angka tersebut dihitung dari estimasi dalam sehari 500 truk, yang masing-masing membawa 35 ton pasir besi dari Lumajang. Harga pasir yang mengandung kadar besi (Fe) hingga 50 persen di pasaran bisa menembus rata-rata 36 dolar Amerika per tonnya. Bila kursnya Rp 10.000 saja per dolar Amerika, maka kerugian Kabupaten Lumajang mencapai Rp 2,29 triliun per tahun," kata dia.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home