Loading...
RELIGI
Penulis: Sabar Subekti 16:55 WIB | Kamis, 02 Oktober 2014

Warga Kristen Hong Kong Bergabung dalam Protes Pro Demokrasi

Demonstrasi terbesar yang pernah dilakukan di Hong Kong, menuntut demokrasi di wilayah otonomi itu. (Foto: dari theguardian.com

HONG KONG, SATUHARAPAN.COM – Warga Kristen Hong Kong bergabung bersama  ribuan warga lainnya dalam front pro-demokrasi  yang melancarkan protes di Hong Kong pada hari Rabu (1/10).

Warga Katolik,  Gereja Methodist dan Anglikan membuka pintu gereja mereka, menawarkan tempat bagi demonstran, termasuk makanan, tempat tidur, dan ruang berdoa. Demikian dilaporkan Radio Vatikan. Sementara warga Kristen lainnya menyelenggarakan sesi doa  melalui situs protes mereka.

Warga Kristen Protestan dan Katolik, serta  kelompok siswa juga mendistribusikan lebih dari 1.000 potong roti bagi pengunjuk rasa di luar gedung-gedung pemerintah. Sementara sebagian di antara mereka tidur di jalanan, seperti dilaporkan UCA News.

Joseph Cheng Yu-shek, seorang profesor politik di City University of Hong Kong, mengatakan bahwa warga Kristen mempunyai alasan kuat untuk mendukung mereka di belakang protes anti-Beijing.

"Warga Kristen di Hong Kong, mereka melihat bahwa pembangunan ekonomi tidak membawa lebih banyak toleransi keagamaan di Tiongkok, jadi meskipun ada pembangunan ekonomi, meskipun ada peningkatan standar hidup dan terbuka ke dunia luar, toleransi terhadap agama Kristen khususnya, belum membaik. Bahkan dalam dua tahun ini terjadi penganiayaan yang makin kuat," kata dia seperti dikutip UCA News.

Memilih Pemimpin Sendiri

Protes terhadap Beijing meningkat di Hong Kong, setelah warga menantikan pemungutan suara untuk pemimpin baru pada tahun 2017. Namun pada bulan Agustus, pemerintah Tiongkok memutuskan bahwa semua kandida harus diseleksi dulu oleh Beijing.

Hong Kong sebelumnya di bawah kekuasaan Inggris  dan diserahkan ke Tiongkok pada  tahun 1997, dengan catatan bahwa wilayah itu akan tetap menjadi daerah otonom, dan diizinkan untuk bebas memilih pemimpinnya sendiri.  

Ini adalah situasi yang membuat marah  warga Hong Kong, seperti diungkapkan mantan Uskup Katolik, Kardinal Joseph Zen, yang mengambil bagian dalam beberapa demonstrasi.

"Ini saatnya kita benar-benar menunjukkan bahwa kita ingin bebas dan tidak menjadi budak... kita harus bersatu bersama-sama," Kardinal Joseph Zen,kepada Reuters.

Ketika ditanya apakah orang Kristen harus terlibat dalam perjuangan, Zen menjawab, "Untuk Gereja Katolik, setiap orang memiliki hak dan kewajiban untuk terlibat, meskipun mungkin dalam derajat partisipasi yang berbeda."

Pembatasan Agama

Tiongkok sejauh ini menolak untuk mengakui otoritas Vatikan, dan mendirikan badan Katolik sendiri, yang disebut Asosiasi Patriotik Katolik Tiongkok. Organisasi ini dikelola negara seperti halnya Three-Self Patriotic Movement bagi warga Kristen Protestan dan Asosiasi Islam Patriotik Tiongkok. Pengawasan ketat oleh pemerintah telah mendorong banyak orang-orang beragama itu beribadah di gereja-gereja di bawah tanah.

Meskipun demostrasi itu merupakan gerakan sekuler, demonstrasi mahasiswa terbesar yang pernah terjadi di Hong Kong itu juga dipicu oleh partisipasi warga Kristen secara signifikan. Hal itu terjadi di tengah kekhawatiran atas menyusupnya gangguan kehidupan keagamaan dari Beijing.

Keterlibatan skala besar warga Kristen adalah tanda yang jelas dari dukungan gereja bagi gerakan pro-demokrasi di Hong Kong.

Hal itu juga ditandai oleh keterlibatan Francis Lam, Presiden Federasi mahasiswa Katolik Hong Kong yang bergabung dengan ribuan pengunjuk rasa di luar gedung pemerintah di Taman Tamar pekan ini. Alasan utama mereka adalah untuk memprotes pembatasan yang yang diusulkan Beijing atas hak pilih universal.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home