Loading...
INDONESIA
Penulis: Bayu Probo 15:48 WIB | Kamis, 19 Juni 2014

Wiranto Klarifikasi Keputusan Pemberhentian Prabowo

Wiranto, mantan Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) membuat klarifikasi tersebut di konferensi pers yang digelar Posko Forum Komunikasi Pembela Kebenaran di Jl HOS Cokroaminoto 55-57, Jakarta Pusat, Kamis (19/6). (Foto: Elvis Sendouw)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Kebijakan panglima dilanggar,” kata Jenderal (Purn) Wiranto saat menjelaskan kasus penculikan para aktivis pada 1997-1998. 

Wiranto, mantan Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) membuat klarifikasi tersebut di konferensi pers yang digelar Posko Forum Komunikasi Pembela Kebenaran di Jl HOS Cokroaminoto 55-57, Jakarta Pusat, Kamis (19/6). 

Beberapa waktu lalu beredar di media sosial, surat keputusan dewan kehormatan perwira (DKP). Surat DKP no 838/95 itu ditandatangani tujuh Jenderal yaitu Letjen Djamari Chaniago sebagai Sekretaris, Ketua tim DKP Jenderal Subagyo HS, Wakil Ketua, Letjen Fachrul Razi, Anggota yaitu Letjen SB Yudhoyono, Letjen Yusuf Kartanegara, Letjen Agum Gumelar, Letjen Arie J. Kumaat. Keputusan DKP memberhentikan Letnan Jenderal Prabowo dari dinas militer. 

Dalam konferensi pers ia mengungkap alasan pembentukan Dewan Kehormatan Perwira yang oleh kubu Prabowo dianggap bernuansa politis. Wiranto pun mengungkapkan bahwa dalam sejarah, pembentukan Dewan Kehormatan Perwira sudah sering dilakukan. Antara lain pada 1952, Menhan Sri Sultan HB IX membentuk Dewan Kehormatan untuk menyelesaikan kasus Kolonel Bambang Supeno.

"Lalu pada 60-an ada kasus PRRI-Permesta juga diselesaikan lewat Dewan Kehormatan," kata Wiranto. Lalu, 80-an ada kasus Santa Cruz di Timor-Timor. KSAD kala itu membentuk Dewan Kehormatan Perwira," ungkapnya. Mayjen Feisal Tanjung bertindak sebagai Ketua Dewan Kehormatan Perwira.

"Di tahun 1998 tatkala saya sebagai Panglima ABRI menghadapi kasus penculikan saya juga menggunakan perangkat Dewan Kehormatan Perwira untuk mengetahui sejauh mana perwira menengah maupun perwira tinggi yang terlibat dalam kasus itu. Itu untuk mencegah agar Panglima tidak serta merta mengambil keputusan pribadi yang pada kepentingan pribadi, interest pribadi itu dihindari," terang Wiranto.

"Ketika kita melihat situasi saat itu jangan dikaitkan dengan situasi politik saat ini dan hukum yang berlaku saat ini. Waktu itu belum ada Undang-undang masalah HAM dan dalam sejarah TNI maka sebenarnya prosedur baku untuk membentuk Dewan Kehormatan itu ada," kata Wiranto.

Inisiatif Pribadi

Wiranto menjelaskan bahwa penculikan itu oleh oknum Kopassus dilakukan pada medio Desember 1997 sampai Maret 1998. Pada saat penculikan berlangsung, panglima Jenderal Feisal Tanjung. 7 Maret 1998, saat kasus diusut, Wiranto panglima ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia)—kini TNI (Tentara Nasional Indonesia).

Wiranto mengungkapkan bahwa ia berkoordinasi dengan Feisal Tanjung, “Pak, apakah Anda memerintahkan penculikan?” Wiranto bertanya kepada Feisal Tanjung. “Tidak pernah,” jawab Feisal Tanjung.

Dalam konferensi pers tersebut, Wiranto menjelaskan bahwa ia melanjutkan kebijakan ABRI dengan cara persuasif dan dialogis. Cara represif dilakukan hanya atas perintah panglima ABRI dalam kondisi yang sangat mendesak.

Untuk itu Wiranto menegaskan bahwa dalam kasus penculikan itu, tidak ada perintah ABRI untuk memerintahkan penculikan. Saat saya bertanya kepada Prabowo, Wiranto menyimpulkan, “Saya yakin itu adalah atas inisiatif pribadi.” “Kebijakan panglima telah dilanggar,” ia melanjutkan. Wiranto menegaskan bahwa semua laporan tentang keputusan DKP ada di media massa. Ketua Partai Hati Nurani Rakyat ini meyakini bahwa tindakan Prabowo—saat ini calon presiden yang bertarung pada pemilihan presiden pada 9 Juli nanti—adalah hasil analisis pribadi bukan atas perintah panglima.

Dalam konferensi pers tersebut ia juga menjelaskan bahwa untuk kasus penembakan 12 Mei 1998. Sehari setelah itu terjadi kerusuhan massal di Jakarta dan daerah-daerah lain. Banyak yang menganggap, Wiranto melakukan pembiaran. Ia mengklaim pada 15 Mei kondisi sudah dikuasai, setelah mendatangkan pasukan Kostrad dari Jawa Timur.  Ia membandingkan dengan kondisi di Thailand yang berlarut-larut sejak awal tahun ini sampai akhir Mei, sampai berujung pada kudeta terhadap Yinluck Shinawatra. 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home