Loading...
EKONOMI
Penulis: Prasasta Widiadi 13:09 WIB | Senin, 20 April 2015

Anies Baswedan: Rasa Minder Bikin SDM Asia Tenggara Tertinggal

Anies Baswedan: Rasa Minder Bikin SDM Asia Tenggara Tertinggal
Anies Baswedan (tengah) pada saat menjadi pemateri dalam salah satu topik bahasan World Economic Forum East Asia yang berjudul The New Asian Citizen Acts to End Inequality, yang berlangsung Senin (20/4) di Shangri La Hotel, Jakarta. (Foto-foto: Prasasta Widiadi).
Anies Baswedan: Rasa Minder Bikin SDM Asia Tenggara Tertinggal
Vijay Eswaran (paling kiri) saat menjadi pemateri dalam salah satu topik bahasan World Economic Forum East Asia yang berjudul The New Asian Citizen Acts to End Inequality, yang berlangsung Senin (20/4) di Shangri La Hotel, Jakarta.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pendidikan merupakan salah satu cara mewujudkan saling ketersambungan (connectivity) di sebuah kawasan, dalam hal ini adalah Asia Tenggara. Konektivitas tidak hanya berdasarkan persamaan dalam kesejahteraan ekonomi, juga dalam hal pendidikan.

Hal ini dikatakan oleh  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dasar Menengah Anies Rasyd Baswedan.

“Indonesia tidak terkonektivitas begitu saja seperti sekarang ini, selain dalam kekuatan infrastruktur, Indonesia saat ini harus membahas dan memajukan pendidikan, sama dengan bangsa Asia Tenggara lainnya,” kata Anies dalam salah satu topik bahasan World Economic Forum East Asia  yang berjudul The New Asian Citizen Acts to End Inequality, yang berlangsung Senin (20/4) di Shangri La Hotel, Jakarta.

Anies menyebut bahwa rasa minder dan kurangnya Sumber Daya Manusia merupakan alasan negara-negara Asia Tenggara saat ini tertinggal, dan penduduknya tidak memiliki kemampuan bersaing dengan negara-negara maju.

“Hal yang sama terjadi dengan produknya yang sulit untuk bersaing,” Anies menambahkan.

Anies mengingatkan bangsa-bangsa Asia Tenggara yang tidak lama lagi akan masuk dalam Masyarakat Ekonomi Asia Tenggara (MEA) jangan hanya bersaing dalam ekonomi, tetapi melupakan kebudayaan. “Kalau Anda berbicara tentang kawasan Asia Tenggara, dan saat ini  Anda sedang berada di Indonesia  artinya Anda tidak akan kehilangan identitas keindonesiaan Anda walau Anda nantinya sedang melakukan transaksi ekonomi di Singapura atau Thailand,” Anies menambahkan. 

Anies menyebut bahwa tingkat pendidikan dan karakter suatu bangsa diperkokoh oleh identitas budaya sehingga  setiap bangsa Asia Tenggara dapat bersaing di MEA.

Dia mengambil contoh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Anda semua dapat melihat  contohnya pak (Presiden) Jokowi tidak hanya berbicara tentang dia sekarang sebagai seorang presiden, tetapi dia dahulu memilik karier berjenjang, dia pernah sebagai seorang wali kota menjadi gubernur dan kemudian presiden,” Anies menambahkan. 

“Pilar demokrasi saat ini adalah pendiidikan dan indonesia saat ini tergantung pada kepemimpinan yang ada,” Anies menambahkan.

Dalam kesempatan yang sama, Vijay Eswaran Kepala Eksekutif QI Group – perusahaan terkemuka di Malaysia – menyebut  bahwa untuk konektivitas dalam kebudayaan Asia Tenggara sangat beragam  diantaranya dalam hal musik, dan tari-tarian.

“Saat ini kalau saya menyebut contoh di negara saya, di Malaysia ada beberapa bahasa (Melayu, Tamil, dan Mandarin) dan saya tidak tahu berapa persis di sini (Indonesia), tetapi ada satu kesamaan dalam kesenian, dan itu adalah salah satu syarat untuk konektivitas,” kata Vijay.

Dalam sesi New Asian Citizen Acts to End Inequality membahas tentang Perilaku penduduk negara-negara di Asia Tenggara, dan berbagai permasalahan yang ada. Tidak hanya Indonesia, tetapi beberapa negara lain menyongsong MEA. 

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home