Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 08:28 WIB | Selasa, 30 Mei 2017

Atef Nafea: Bekerja dengan Hati

Di mata saya, kelihatannya Atef selalu berusaha menghidupi arti namanya itu.
Suku Beduin sedang menjajakan dagangannya (foto: ym indrasmoro)

SATUHARAPAN.COM – Namanya Atef. Lengkapnya Atef Nafea. Dialah pandu perjalanan selama saya dan rombongan berada di Mesir. Di mata saya, dia menunaikan pekerjaannya dengan hati. ”Sebenarnya, saya ditawari untuk menjadi dosen yang akan mengajarkan sejarah dan tulisan Mesir Kuno,” jelasnya, ”tetapi menjadi tour leader adalah impian saya sejak kecil. Saya ingin memperkenalkan  negara saya kepada wisatawan yang berkunjung ke negeri kami.”

Memang itulah yang dilakukannya. Dia bangga dengan negerinya. Dia memperkenalkan objek-objek sejarah di Mesir dengan sukacita. Diselingi canda di sana-sini, keterangannya menjadi lebih kena di hati. Dia terlihat sungguh mencintai pekerjaanya.  

Dia berusaha seobjektif mungkin, tanpa penilaian. Misalnya, ketika dia memperkenalkan Suku Beduin yang tinggal di sekitar gurun sahara, Atef dengan gamblang menjelaskan bahwa orang-orang Suku Beduin juga cinta dengan budayanya. ”Apakah orang Beduin senang dengan keadaan mereka? Pasti senang karena ini budaya mereka. Mereka juga nggak mau budaya mereka hilang. Orang di sekitar Sungai Nil tidak boleh menikah dengan Suku Beduin. Tetapi, mereka tetap memelihara budaya mereka dengan baik. Dan Tuhan mencukupi kebutuhan mereka.”

Meski di mata orang-orang perkotaan gaya hidup Suku Beduin tergolong aneh—masih banyak di antara mereka yang buta huruf; tetapi mereka senang dan bangga dengan budaya mereka. Dan yang pasti, Tuhan mencukupkan kebutuhan mereka, sama seperti Tuhan mencukupi orang-orang yang tinggal di kota. Ketika menjelaskan kenyataan ini, Atef sepertinya paham bahwa tak sedikit orang kota yang menganggap rendah orang Beduin dan merasa heran mengapa ada orang yang mau-maunya tinggal di padang gurun.

Dalam perjalanan Atef selalu berusaha memperlihatkan, dan selalu mengingatkan, bahwa kami adalah sebuah keluarga. ”Mari kita saling menjaga! Nggak semua orang Mesir baik, ada juga yang ingin berbuat jahat. Jadi, jangan jalan sendirian.”

Itu jugalah yang dia lakukan. Sewaktu ada orang yang mencoba memeras seorang dari rombongan kami, Atef dengan sigap menyapa orang yang hendak memeras itu sehingga selamatlah rekan kami dari percobaan pemerasan.

Dan dia selalu mencoba melayani rombongan kami dengan candanya. ”Atef itu artinya yang bantu,” jelasnya ketika saya bertanya arti namanya, ”Nafea artinya bermanfaat.” Sungguh nama yang baik—Penolong yang bermanfaat. Ya, apa artinya penolong jika tidak bisa memberikan manfaat. Dan di mata saya, kelihatannya Atef selalu berusaha menghidupi arti namanya itu. Dia agaknya ingin hidup seturut namanya. Ya, menjadi penolong yang bermanfaat dengan menjadi pandu perjalanan.  

”Saya tidak mau mengucapkan 'Selamat tinggal!' atau 'Selamat jalan!', tetapi saya akan mengucapkan 'Sampai  jumpa lagi!'” Demikianlah sebagian kata-kata perpisahannya. Kalimatnya sungguh benar. Kami masih bisa berjumpa lagi. Entah di Mesir, entah di Jakarta, yang pasti di kekekalan nanti.

Terima kasih Atef!

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home